Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tentang Kritik dan Kriminalisasi terhadap Kehormatan Dewan

14 Februari 2018   19:30 Diperbarui: 14 Februari 2018   19:55 1436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung DPR RI (hidayatullah.com)

Jika ternyata ada upaya lembaga tahu perorangan melakukan kriminalisasi terhadap tupoksi DPR, maka undang-undang tersebut akan menjerat pelakunya. Institusi atau perseorangan dapat saja diperkarakan sebagai telah menghina DPR dan anggota DPR (kriminalisasi).

Baca juga: Sejatinya Kritik dalam Konteks UU MD3 yang Jadi Polemik

***

Dari sudut pandang rakyat sendiri sebenarnya melakukan kriminalisasi terhadap lembaga DPR sendiri merupakan satu keanehan. Lembaga yang diisi oleh wakil yang ditunjuk oleh rakyat masa iya  mau dirusak kehormatannya oleh yang rakyat yang memilihnya sendiri.

Ibarat kita membangun rumah kemudian merusak dan menghancurkannya. Tentu saja itu menjadi tindakan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Orang yang melakukan hal tersebut adalah orang yang tidak punya logika sehat. Membangun untuk kemudian menghancurkan.

Namun demikian, sebenarnya kritik dan "kecaman" yang keluar dari ungkapan dan komentar-komentar rakyat itu hanyalah merupakan reaksi atas tindakan yang dilakukan oleh pemimpin dan wakilnya saja (pemimpin dan wakil rakyat). Jika mereka bertindak dan berujar yang membuat rakyat tidak terusik ketenangan, keadilan dan emosinya, mereka tentunya tidak akan berceloteh.

Tetapi jika ada salah satu saja dari wakil rakyat atau pemimpinnya tersebut melakukan tindakan yang mencoreng lembaga yang terhormat itu, rakyat terpancing untuk berkomentar dan memberikan opini. Kadang-kadang opini yang  terkesan berlebihan dan dianggap menghinakan. Tetapi hal tersebut tidak muncul serta merta tanpa adanya stimulus pancingan.

Jadi yang namanya rakyat itu tergantung yang memimpin. Jika yang memimpin atau wakilnya menunjukkan sikap dan tindakan yang tidak mencederai rasa keadilan dan etika publik, rakyat diam kok. Mereka tidak akan ribut mencaci maki atau mengecam dan menjatuhkan harga diri seseorang.

***

Ibarat permukaan air kolam, jika tidak ada benda yang jatuh maka tidak akan ada riak dan gelombang dari tengah ke pinggiran. Persepsi dan opini rakyat pun demikian juga.

Mereka tidak akan bereaksi dengan mengeluarkan opini atau kritik pedas sampai kecaman yang dianggap menghinakan, jika mereka tidak dilempar dengan isu atau sikap dan tindakan pimpinan dan wakilnya yang menyimpang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun