Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Politisi Atau Peternak Ayam: Renungan Pilihan Karier Mantan Panglima TNI

15 Januari 2018   17:27 Diperbarui: 15 Januari 2018   21:58 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jenderal Gatot Nurmantyo saat diwawancarai usai upacara serah terima jabatan Panglima TNI di Lapangan Upacara Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu, (9/12/2017). (Sumber: www.nasional.kompas.com)

Padahal belum tentu yang bersangkutan mau dan mengiyakan tawaran-tawaran tersebut. Dagangan dan promosi industri partai politik ini menjadikan tawaran tersendiri bagi Gatot Nurmayanto yang mungkin saja bisa tertarik atau tidak tertarik.

Tetapi di balik munculnya beberapa peluang mudah dan penuh pengakuan untuk masuk ke dalam salah satu rumah politik di negeri ini, Gatot Nurmayanto justru mengatakan mau menjadi peternak ayam dan petani. Sebuah pilihan yang aneh jika dinilai dari segi potensi dan pasar politik menjelang Pilkada serentak tahun 2018 atau Pemilu serentak tahun 2019 nanti. 

Apakah ungkapan beliau itu sekadar retorika dan guyonan semata-mata? Atau apakah ungkapan itu menyiratkan "sindiran halus" kepada kita bahwa walaupun kita memiliki peluang dan kesempatan emas untuk eksis di dunia politik dengan modal masa lalu kita, tetapi ada sisi-sisi lain dari kesederhanaan manusia yang juga sama-sama bernilai bagi kita?

Lagi-lagi idealisme yang kelewatan terkadang membuat kita berpikir "seharusnya" terhadap orang lain dengan mengesampingkan pilihan pribadinya. Seharusnya Gatot Nurmayanto jadi politisi saja. Seharusnya beliau mengikuti para seniornya yang begitu pensiun ramai-ramai membentuk partai politik atau memperkuat partai politik yang ada. 

Seharusnya beliau mencalonkan diri menjadi pimpinan daerah saja dengan mengikuti kontes Pilkada atau Pemilu tahun 2019 nanti di mana pun daerah yang akan menjadi tempatnya.

Bagi saya, ketika mencerna ungkapan beliau mengenai keinginannya untuk menjadi petani dan peternak ayam, ungkapan itu memunculkan spektrum pemikiran yang lebih segar dan menggelitik. Segar karena keluar dari mainstream berpikir kebanyakan mantan pejabat di negeri ini yang kadang menjadi "sakit" karena terpapar post power syndrome.

Kondisi di mana mentalnya tidak siap untuk tidak berkuasa sehingga mencari-cari peluang agar bisa berkuasa kembali. Nafsu berkuasa yang tidak pernah padam yang terus menjadi ambisi dan menguasai diri. Seolah hidup akan menjadi "hina jika tidak berkuasa".

Tetapi bagi beliau, terlepas dari benar atau tidak ungkapan di atas tadi, cita-cita menjadi petani dan peternak ayam mencerminkan sebuah keasliannya sebagai manusia (genuine human) yang akan mengalami pasang surut dalam hidup ini. Ada kalanya manusia berkuasa, ada kalanya manusia dikuasai. Begitulah roda perjalanan hidup ini.

Boleh saja dulu beliau menjadi seorang yang sangat kuat dan ditakuti karena mengendalikan 600 ribu lebih prajurit negeri ini. Tak akan ada yang berani membantah perintahnya kapan pun dan di mana pun. Bahkan presiden pun akan "meminta bantuannya" jika melihat darurat negara mengancam. Seperti itulah masa lalu beliau dalam kancah kekuasaan di negeri ini.

Tetapi sebagai seorang manusia biasa, beliau juga berhak untuk "berkuasa di ladang pertanian dan peternakan". Sebuah kekuasaan yang tidak kalah mulia dan bermanfaat bagi manusia, minimal bagi keluarga dan orang-orang yang mencintainya dan bagi orang-orang di sekitarnya. 

Inilah kesadaran manusia yang terdalam yang mampu mendudukkan berbagai profesi secara adil dan seimbang tanpa merasa mentang-mentang. Mentang-mentang mantan ini, mentang-mentang mantan itu seperti yang menghinggapi mantan-mantan yang lain yang mungkin ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun