Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dua Jenis Hukum dan Kebahagiaan Manusia

7 Januari 2018   14:03 Diperbarui: 7 Januari 2018   14:07 1485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber:www.insiteronline.com)

Mengejar kebahagiaan merupakan upaya puncak segala pekerjaan manusia. Ada tindakan aktif yang tersirat dalam kata "mengejar". Tindakan yang seolah membuat manusia berlari, berjalan, merangkak untuk mendapatkannya. Tindakan yang dibatasi oleh kelemahan manusia yang suatu waktu memaksanya berhenti sejenak untuk kemudian melanjutkan kembali langkah-langkahnya memburu kebahagiaan yang telah dicanangkan sebelumnya. 

Sebuah usaha yang tidak akan mengenal kata akhir sampai apa yang dicari dan dikejarnya berada dalam genggamannya. Manusia memang makhluk yang luar biasa unik tidak mengenal keterbatasan yang melingkupinya. Atau jika mau mengakuinya, ia mampu menyulap keterbatasan menjadi energi yang tidak ada habisnya dalam rangka membuat nyata arti dari aktivitasnya.

Tindakan aktif dan keterbatasan itu dipadukannya menjadi tenaga untuk menggapai kebahagiaan. Namun keduanya mesti diselaraskan dengan fakta dari adanya hukum yang mengendalikan keberadaan dirinya di dunia ini. Hukum yang tidak bisa dihindari. Hukum yang manusia dipaksa untuk menaatinya jika memang ia menginginkan kebahagiaan. Hukum yang mau tidak mau manusia harus menyesuaikan tindakan aktif dan keterbatasan yang dimilikinya menjadi selaras dengannya. 

Tidak ada celah baginya untuk melakukan modifikasi dan mengubah hukum-hukum tersebut. Hukum ini kita kenal dengan hukum Tuhan dan hukum alam, Hukum Khaliq dan hukum makhluk, hukum naqli dan hukum aqli dan sebutan lain yang mewakili keduanya.

Hukum apa pun yang kemudian ditemui manusia di dunia ini, sebenarnya hanya merupakan diversifikasi dan manifestasi dari kedua hukum tersebut. Contoh dalam hal ini, agama adalah manifestasi dari hukum Tuhan. Ilmu pengetahuan adalah pemahaman manusia terhadap hukum alam. Hukum Fiqh (dalam agama Islam misalnya) adalah interpretasi lebih lanjut dan lebih detail dari hukum Tuhan dalam bentuk agama. 

Hukum pidana yang ada di suatu negara adalah refleksi dari hukum masyarakat yang lagi-lagi merupakan bagian kecil dari hukum alam. Walau tampak berbeda, namun keduanya bersumber dari dua hukum tersebut. Tidak ada hukum ketiga yang lain yang melengkapinya. Karena dengan dua jenis hukum tersebut, sudah lebih dari cukup jika manusia menginginkan kebahagiaan dalam kehidupannya. Kehidupan sekarang dan di sini, atau kehidupan nanti dan di sana (jika ia meyakininya).

Menyadari akan adanya dua hukum yang bekerja dalam mencapai kebahagiaan, akan membawa manusia kepada keadaan yang memudahkannya untuk meraihnya. Ambil saja contoh berikut ini. 

Apabila seseorang merasa kurang bahagia dengan keadaan tubuhnya yang gemuk dan berat badan yang lebih sehingga akan memicu ketidakbahagiaan yang lainnya seperti sakit dan kesulitan untuk bergerak, maka ia harus menyadari dulu bahwa untuk mengubah keadaan tersebut ia mutlak untuk mengikuti hukum alam yang bekerja dalam tubuhnya. 

Hukum alam menetapkan bahwa jika orang tidak teratur makannya, memakan makanan yang mengandung kalori, karbohidrat dan lemak yang berlebihan sambil ia tidak banyak melakukan aktivitas untuk menyalurkan energi yang dihasilkan dari mengonsumsi makanan tersebut, maka bobot badannya akan bertambah.

Sebaliknya apabila ia mengatur makanan, melakukan aktivitas yang memungkinnya untuk menyalurkan energi yang ada dalam tubuhnya, maka kelebihan bobot tersebut tidak akan terjadi. Oleh karenanya, jika seseorang merasa tidak atau kurang bahagia karena bobot badannya, ini menunjukkan bahwa ia telah "melanggar" hukum alam mengenai berat badan. 

Maka untuk mengubah keadaan tersebut menjadi keadaan yang membahagiakan, ia mutlak harus mengikuti hukum alam juga untuk menurunkan bobot badannya. Seperti itulah contohnya hukum alam bekerja dan mempengaruhi kebahagiaan seseorang yang terkait dengan bobot tubuhnya.

Sementara itu, hukum Tuhan yang dijabarkan dalam bentuk hukum-hukum dan aturan-aturan dalam ajaran agama juga berfungsi demikian. Jika manusia menginginkan kebahagiaan lainnya yang lebih bersifat hakiki melampaui kebahagiaan yang bersifat materi dan alam, maka ia harus menjalankan dan taat terhadap hukum-hukum yang mengatur ketertiban dan keteraturan perilakunya dalam kehidupan. 

Misalnya, jika kita menginginkan kebahagiaan dari tindakan kita terhadap orang lain, maka kita harus menghormati, menyayangi, membantu dan mencintai mereka. Dan semua itu jelas-jelas merupakan ajaran dan hukum dari semua agama yang ada di dunia yang masing-masing agama tersebut mengklaimnya sebagai bagian dari hukum dan aturan yang ditentukan oleh Tuhan.

Bencilah dan rugikanlah orang lain, maka ia akan melakukan tindakan yang tidak menyenangkan mereka, yang pada gilirannya mereka juga akan melakukan hal yang sama kepada kita yang mengakibatkan kita tidak bahagia. Bahkan ketidakbahagiaan yang diakibatkan oleh dilanggarnya ketentuan dan hukum Tuhan ini tidak hanya berdampak dan dirasakan saat ini saja, tetapi juga sesuai dengan keyakinan dari setiap agama, ketidakbahagiaan tersebut akan dirasakannya sampai nanti di alam akhirat apabila yang bersangkutan tidak melakukan pertobatan dari pelanggaran yang telah dilakukannya. 

Demikian juga sebaliknya dengan kebahagiaan yang dirasakannya. Tidak hanya sekedar merasakan kebahagiaan di dunia ini sekarang, tetapi akan dirasakan pula kebahagiaan nanti di alam akhirat. Demikianlah hukum Tuhan tersebut bekerja dalam kaitannya dengan kebahagiaan yang dirasakan oleh batin manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Dari kedua contoh di atas, jelas keadaannya bahwa apabila seseorang menginginkan kebahagiaan apa pun di dunia atau di akhirat nanti, kebahagiaan yang bersifat materi atau pun non materi, kebahagiaan lahir atau pun batin, maka mutlak baginya untuk menjalani dan menaati kedua hukum dimaksud; hukum alam dan hukum Tuhan. Karena hanya dengan kedua hukum tersebut kebahagiaan bisa dicapai.

Bagi orang yang beragama, kombinasi dari pemahaman dan implementasi dari ketaatan terhadap kedua hukum tersebut akan membuatnya semakin sempurna dalam menjalankan nilai-nilai dan ajaran agamanya. Bagaimanapun ajaran agama tidak akan pernah bertentangan dengan "ajaran alam" yang ditentukan oleh hukum-hukum alam yang mengatur segala peristiwa alamiah di sekeliling kita. 

Secara teologis, kedua hukum tersebut pada hakikatnya merupakan penjelmaan dari ketentuan dan peraturan suci dan abadi yang semuanya berasal dari Tuhan Maha Pencipta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun