Keadaan pandemi COVID-19 di Indonesia memburuk dengan cepat. Keadaan saat ini sudah sangat genting dan tidak boleh sama sekali diremehkan. Menurut data dari Website Satgas COVID-19, pertambahan kasus COVID-19 dari 1-16 Januari 2021, jika diakumulasi adalah sebanyak 153.444 kasus.Â
Sementara, dari 2 Maret 2020-2 Agustus 2020, atau 5 bulan pertama pandemi COVID-19 di Indonesia, tercatat pertambahan kasus secara kumulatif adalah sebanyak 111.455 kasus. Artinya, capaian kasus di 16 hari pertama di bulan Januari 2021 sudah melampaui 5 bulan pertama pandemi COVID-19 di Indonesia.
Baru 16 hari berjalan, tercatat 7 kali rekor kasus COVID-19 sudah pecah. Pertama adalah pada tanggal 6 Januari (8.854 kasus) - 7 Januari (9.321 kasus) - 8 Januari (10.617 kasus).Â
Setelah 3 hari berturut-turut mencetak rekor kasus, pertambahan kasus sempat melambat ke level 8.692 kasus pada 11 Januari. Diketahui pada 11 Januari 2021, Pemerintah memberlakukan PPKM atau pengetatan PSBB di sebagian Pulau Jawa dan Bali.Â
Anehnya, baru 2 hari PPKM berjalan, kasus COVID-19 kembali memecahkan rekor.Â
Tidak tanggung-tanggung, rekor pecah 4 hari berturut-turut di tanggal 13-14-15-16 Januari 2021. Tidak hanya itu, rekor kematian kasus COVID-19 juga terjadi pada 12-13 Januari 2021. Ironisnya, rekor pertambahan kasus dan kasus meninggal terjadi pada hari vaksinasi perdana dilaksanakan. Yaitu pada tanggal 13 Januari 2021. Jika dihitung, ada 57% kenaikan pertambahan kasus dari periode 1-17 Januari 2021, dibanding periode yang sama di bulan Desember 2020.
Positivity rate atau tingkat positif COVID-19 di Indonesia pun juga terus mencetak rekor harian. Kawalcovid19 mencatat bahwa positivity rate 1-17 Januari 2021 mencapai angka 25,64% atau lebih dari 5 kali lipat anjuran WHO. Positivity rate > 5% menandakan wabah tidak terkendali. Di level 25%, artinya wabah sangat dekat dan sangat prevalen, menandakan wabah sangat tidak terkendali.
Kasus aktif pun melonjak drastis ke level 143.517 kasus pada 16 Januari 2021. Ketika jumlah pasien bertambah dan terus bertambah, sementara jumlah yang sembuh jauh lebih sedikit daripada yang sakit, maka kasus aktif akan bertambah. Semakin banyak yang sakit, semakin banyak yang butuh perawatan. Jika pertammbahan terus terjadi dan melebihi kapasitas kesehatan, rumah sakit akan penuh.Â
Hal ini sangat mengkhawatirkan karena banyaknya kasus aktif dapat mengakibatkan kolapsnya sistem kesehatan.Â
Banyak pasien tidak akan mendapatkan perawatan. Banyak pasien akan mengantre untuk tempat tidur rumah sakit. Banyak pasien akan mengantre untuk pelayanan ICU. Pasien pun bisa meninggal dalam keadaan mengantre di RS ataupun di perjalanan mencari RS yang menerima pasien COVID-19. Mereka meninggal tanpa mendapatkan perawatan di RS.Â
Kolapsnya pelayanan rumah sakit sudah terjadi di beberapa daerah. Di Daerah Istimewa Yogyakarta misalnya. Pada tanggal 12 Januari 2021, wartawan Haris Firdaus dan rekan-rekan mencoba mengubungi 27 RS rujukan COVID-19 di DIY guna mengetahui ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU untuk pasien COVID-19. Hasilnya, dari 27 RS rujukan COVID-19, tempat tidur di 23 RS rujukan pun penuh. Di 2 rumah sakit tersedia tempat tidur khusus pasien perempuan. Di satu rumah sakit tersedia 6 tempat tidur khusus untuk pasien dengan gangguan jiwa. Sementara 1 RS lainnya tidak menjawab.
Beberapa hari lalu, saya dan sejumlah teman jurnalis menelepon 27 rumah sakit rujukan Covid-19 di Jogja. Kami bertanya apakah masih ada tempat tidur perawatan pasien Covid-19 yang kosong. Inilah jawaban para petugas rumah sakit itu... pic.twitter.com/15KrCPpeWE--- Haris Firdaus (@harisfirdaus) January 16, 2021
Â
Walaupun keadaan gawat, masyarakat kian abai dan memandang remeh protokol kesehatan. Dari data di atas, terungkap bahwa seiring waktu, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan COVID-19 menurun. Padahal kampanye protokol kesehatan 3M sering digaungkan di ruang-ruang publik.Â
Mungkin masyarakat harus diberi pemahaman bagaimana keadaan kedaruratan COVID-19 yang terjadi sekarang ini. Data naiknya jumlah kematian, meroketnya jumlah kasus dan positivity rate harus sampai ke telinga masyarakat. Karena jika tidak dilakukan, masyarakat akan meremehkan dan melupakan alasan mereka untuk patuh terhadap protokol kesehatan pencegahan COVID-19.Â
Ini adalah saat-saat kedaruratan.
Program 3T lemah ditambah dengan masyarakat yang kian abai 3M.Â
Survival of the fittest berlaku.Â
Jaga kesehatan, tetap tegakkan 3M, dan tetap di rumah saja.
Ini bukan saat yang mudah untuk terpapar COVID-19.
Salam Sehat