Mohon tunggu...
Karnoto
Karnoto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Me Its Me

Wiraswasta | Pernah Studi Ilmu Marketing Communication Advertising di Universitas Mercu Buana, Jakarta | Penulis Buku Speak Brand | Suka Menulis Tema Komunikasi Pemasaran | Branding | Advertising | Media | Traveling | Public Relation. Profil Visit Us : www.masnoto.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Setop Beriklan! Sebelum Pahami Ini

5 November 2019   10:44 Diperbarui: 5 November 2019   11:25 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan pernah ada dalam fikiran kita ketika kita membuat advertising content seolah - olah konsumen seperti benda mati, bodoh dan tak punya perasaan. Mereka adalah mahluk hidup yang punya cita rasa, insting dan naluri. Oleh karena itu berhentilah membuat iklan jika masih belum mampu bercerita melalui konten iklan.

Tahukan Anda bahwa sekarang terjadi apa yang sering dikatakan para ahli marketing dengan sebutan kekacauan iklan. Sebuah keadaan dimana iklan berseliweran tanpa ada penyaringan karena saking derasnya iklan yang muncul diberbagai media.

Mulai dari kamar mandi, tempat tidur, dapur, ruang tamu, halaman rumah, bus, angkutan umum, halte, stasiun, bandara, kampus, sekolah, handphone bahkan menempel dalam pakain. Dalam sebuah survei terhadap 2.000 responden yang dilakukan  biro survey Vizu dan Greg Stuart disebutkan bahwa 62 persen responden sangat tidak menyukai iklan, 73 persen menganggap iklan sangat mengganggu dan 56 persen responden menginginkan agar kehidupannya dijauhkan dari iklan (Vizu dan Greg Stuart, 2008).

Untuk meyakinkan survei ini, silahkan kita bicara pada diri kita masing - masing dengan jujur. Lalu kalau demikian bagaimana cara kita bisa beriklan tetapi terhindar dari ketiga hal di atas? Ajaklah konsumen bicara melalui konten iklan Anda.

Strategi ini sudah mulai dilakukan oleh brand - brand terkenal. "Papah, genteng rumah bocor. Betulin dong," pinta salah seorang perempuan kepada seorang laki - laki yang sedang membaca koran. Permintaan sampai dua kali ternyata sang suami tak beranjak sedikitpun, bukan ia tidak mendengar tetapi ada sesuatu.

Disinilah mulai brand itu masuk. Sang perempuan tadi masuk ke dapur dan saat di dapur mulailah demo produk itu setelah itu ia membawa secangkir teh ke kursi dimana sang suami duduk. Apa yang terjadi? Seketika itu sang suami katakan, "dimana genteng yang bocor, sini Ayah perbaiki," kata sang suami seraya beranjak ke dalam rumah.

Itulah konten iklan sebuah brand teh tanah air yang kemudian dikristalisasi dengan membuat sebuah situs khusus yang berisi kisah dan cerita para pasangan suami istri dalam aktivitas kesehariannya yang sudah pasti harus ada kisah brand tersebut. Dan dua kata itu mulai akrab ditelinga konsumen tanah air, yaitu MariBicara.

Atau ada juga konten iklan brand kosmetik yang iklannya juga bercerita. Diceritakan dalam iklan itu, seorang artis sedang berjalan dan merasa panas. Ia kisahkan sekelumit pengalamannya itu lalu mulailah masuk konten utama yaitu brand tersebut. Dan masih banyak lagi brand - brand terkemuka yang sekarang menggunakan strategi konten iklan bercerita.

Hal ini pula yang dilakukan MahartiBrand, sebuah usaha yang bergerak disektor jasa konsultan brand. MahartiBrand memberikan knowladge kepada klien agar mereka mengerti kenapa harus bikin ini, kenapa harus bikin itu dan sebagainya. Saat menawarkan jasa pembuatan media internal kesalahsatu BUMD Provinsi Banten yang bergerak disektor jasa keuangan yaitu PT Jamkrida, MahartiBrand melakukan diskusi mengapa mereka harus memiliki media internal perusahaan dan isinya tentang cerita.

Kenapa ini efektif? Pertama sifat dasar manusia adalah menyukai cerita. Itu makanya manusia menyukai gosip karena pada gosip ada muatan ceritanya. Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Social Psychological and Personality Science menjelaskan lebih mendalam tentang kebisaan ini. Peneliti menemukan bahwa setiap orang setidaknya menghabiskan waktu 52 menit per hari untuk bergosip.

Aspek psikologi inilah yang kemudian dirancang oleh para pakar marketing dalam sebuah studi yang disebut dengan Perilaku Konsumen. Kalau Anda studi tentang komunikasi pemasaran maka ini menjadi mata kuliah wajib, karena disana akan lebih banyak bicara perilaku manusia dan hubungannya dengan pemasaran sebuah produk komersial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun