Ujar putrinya itu. Lalu, sekitar jam sembilan malam, Butet duduk di lantai kamar, pelan-pelan membuka makanan yang dibelinya dan belum sempat disantap. Meleleh sudah hati ibunya melihat keletihannya. Sepanjang hari itu ia harus ujian, mengerjakan tugas kuliahnya pun di jalanan, dan bolak-balik menanyakan kamar rumah sakit, apakah ada yang masih kosong.
“Maafkan Mama ya Nak, maafkan Mama,” suara parau Pipiet Senja tercekat di tenggorokan.
“Mama, jangan pernah minta maaf lagi sama Butet, ya, pliiiis, pliiiiis….” sambil memeluk ibunya erat-erat, kemudian mencium pipi-pipinya dengan penuh sayang.
Setengah berbisik, penulis besar itu berujar, “Aku ingin menangis sesenggukan. Bukan tangis duka lara melainkan tangis terharu, tangis bahagia. Betapa ingin kuserukan namanya, agar semua orang, seluruh penghuni ruangan yang bagaikan neraka dunia ini mengetahui bahwa aku memiliki seorang anak perempuan!”
[caption id="attachment_57803" align="aligncenter" width="225" caption="...salam buat yang imut itu ya teh..."][/caption]
Disarikan dari majalah Alia Pesona Muslimah, No. 07 Tahun VII Muharam – Shafar 1431 H / Januari 2010.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI