Mohon tunggu...
Mahar Prastowo
Mahar Prastowo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - mpsyndicates

Ghost Writer "MENGUBAH PROBLEM MENJADI PROFIT" 085773537734 writerpreneur@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menlu OPM: Pemuda Papua Jangan Mudah Terbujuk Rayu Kepentingan Asing

12 Desember 2011   23:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:25 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_155715" align="aligncenter" width="477" caption="Nick Messet (kedua dari kiri) bersama Dr. John O. Ondawame, Barak T. Sope Mautamate dan Ayamiseba di Port Vila, Vanuatu (2/11/10)"][/caption] "Mengeluarkan mereka dari hutan lebih mudah bagi kita, tapi mengeluarkan hutan dari diri mereka itu yang butuh upaya keras."__Nicolas Messet, Mantan Menteri Luar Negeri Organisasi Papua Merdeka (OPM). Nicolas Messet (65), yang pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri 'pemerintahan' Organisasi Papua Merdeka (OPM) berpesan kepada para pemuda Papua untuk tidak mudah terbujuk rayu oleh kepentingan-kepentingan pihak-pihak di luar. Biarlah dirinya dan kawan-kawan seperjuangan pada masanya yang menyesali telah terbujuk rayu oleh pihak-pihak yang berkepentingan mengacaukan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperalat orang Papua. "Jangan percaya dengan bujuk rayu pihak-pihak asing yang hanya memanfaatkan isu Papua sebagai komoditas politik untuk pencitraan diri mereka dalam politik, atau kepentingan yang menjual isu Papua untuk kepentingannya sendiri," ujar Nicolas Messet yang merupakan Pilot Pesawat pertama dari kawasan gugus Melanesia. Ia menjadi pilot pesawat Papua New Guinea untuk penerbangan ke Australia, Vanuatu dan Amerika. Menurut Nick, para pemuda Papua terutama yang dari kawasan pegunungan, dimana saat ini mendapatkan kesempatan sama dalam pendidikan dengan mendapatkan beasiswa atas diberlakukannya otonoi khusus (otsus) bagi Papua, agar lebih mengutamakan belajar demi pembangunan Papua di masa depan. Sebagaimana diketahui, terkenal istilah pesisir dan pegunungan dala mengkalisifikasikan masyarakat Papua. Secara umum, masyarakat kawasan pesisir telah lebih maju dalam berbagai hal dibanding kawasan pegunungan. Ditegaskan Nick, masa perjuangan dengan peperangan telah selesai pada generasi pertama perjuangan OPM dimana ia aktif didalamnya bersama para pejuang lainnya, yang hasilnya telah jelas sejak Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) tahun 1969, Irian Jaya (Papua Barat) sah menjadi bagian dari NKRI dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. "Jangan karena merasa berbeda ras dengan Melayu lainnya, lantas minta merdeka. Lalu apa kalau sudah merdeka, dengan kenyataan lebih dari 300 suku di Papua, jangan-jangan malah berperang sendiri," tegas Nick. Nicolas Messet yang dalam garis perjuangan sebagai mantan pejuang OPM lebih mengutamakan pembangunan untuk kesejahteraan ini, juga menyayangkan pihak-pihak yang akhir-akhir ini menerbitkan buku-buku menyesatkan generasi muda Papua. "Karena membaca buku-buku yang tidak mengandung kebenaran, terprovokasi, lalu terjadi kontak senjata dan rakyat yang jadi korban. Kalau orang Papua yang jadi korban, dipublikasikan ke dunia luar bahwa Militer dan Polisi Indonesia melakukan genosida menghabisi bangsa Papua," kata Nick, lanjutnya, "tapi bagaimana ketika korbannya adalah militer atau polisi yang bertugas menjaga kedaulatan NKRI, atau pendatang dari luar Papua, apakah ada yang peduli pada mereka?" tanya Nick. Menurutnya, jika buku-buku itu justru menjadi penyebab pertikaian dan jatuh korban, maka buku itu telah menjadi alat pembunuh dan genosida. Ia menyesalkan ketika tokoh agama pun kini juga turut memperkeruh keadaan mendorong adanya referendum demi mencapai kemerdekaan. Dalam isu genosida lainnya, diungkapkan oleh berbagai pihak berkepentingan yang mengatakan bahwa Indonesia mengirimkan pelacur-pelacur penyandang HIV/AIDS. Nick dengan tegas membantah hal itu sebagai ketidakbenaran yang dibuat-buat. "Orang Papua yang harusnya bisa mengendalikan nafsu dalam dirinya, jangan suka main perempuan. Itu bagian dari warisan penjajahan jaman Belanda yang juga mewariskan kebodohan dan kebiasaan minum minuman keras," kata Nick. Sebagai orang tua, ia kembali menegaskan bahwa seharusnya masyarakat Papua bangga menjadi bagian dari negara besar Republik Indonesia. Janji-janji yang diberikan oleh orang-orang asing di luar hanya untuk kepentingan sendiri, sebagaimana juga diungkapkan rekannya, Romo Magnis Suseno, bahwa secara resmi tak ada satu negara pun yang mendukung ketika Papua menginginkan kemerdekaan. "Tidak ada pemerintahan negara yang secara resmi mendukung kemerdekaan Papua. Kalaupun ada pihak-pihak yang menjanjikan, itu hanya pribadi orang-orang parlemen dari partai untuk menaikkan popularitas. Sebuah Negara tak akan mempertaruhkan hubungannya dengan Indonesia dengan mendukung Papua merdeka," kata Nick. Sebagai salah satu saksi mata peristiwa 1 Desember 1961 dimana bendera Bintang Kejora dinaikkan bersama bendera Belanda, ia juga merasa harus meluruskan informasi yang menyebutkan bahwa tanggal 1 Desember sebagai hari kemerdekaan Papua. "Bukan, itu bukan kemerdekaan, hanya peristiwa yang menjadi hadiah bagi bangsa Papua dimana benderanya diakui sebagai simbol bangsa Papua dan dinaikkan bersama bendera Belanda," terang Nick. Sebagai masyarakat berasal dari pesisir, ia dan masyarakat di Kabupaten Sarmi berupaya terus membangun Papua tetap dalam bingkai NKRI. Hal ini ia sampaikan dalam pertemuan secara eksklusif dengan Pewarta Warga Mahar Prastowo, dari DPD PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) DKI Jakarta di Rumah Makan Dapur Sunda, B1/P1 Pacific Place SCBD Jakarta, Sabtu (10/12/11) sore. "Saya bersama-sama masyarakat Kabupaten Sarmi ingin membangun Papua dari daerah kami dulu, memberi contoh bagi masyarakat pegunungan yang saat ini masih dalam pengaruh orang-orang tidak bertanggung jawab yang mendorong mereka menuntut merdeka dari NKRI. Apa yang kami lakukan sudah banyak terbukti dan ini berkat kita berada dalam kerangka negara besar ini. Bahkan tahun depan, kami akan mengelola sebuah kilang minyak terbesar yang mana masyarakat adat mendapat konsesi tanah adat untuk proyek ini sebesar 8500 ha," terang Nick bersemangat. Nick menyadari bahwa bagi pemerintah akan sulit dan berat mengawasi pembangunan di wilayah Papua yang teramat luas dan medannya sulit karena masih banyak hutan. Namun pihaknya akan terus berupaya membantu setiap upaya pemerintah membangun Papua, dan baginya orang Papua sendiri yang harus melakukannya dengan fasilitas yang sudah diberikan oleh pemerintah mulai dari otsus hingga UP4B baru-baru ini. Menurutnya, ini akan memakan proses panjang, jadi harus dilakukan terus menerus dan saling membantu, bukan malah mengganggu. Dengan banyaknya suku di Papua, belum semua menyadari itu, masih banyak yang berada di hutan-hutan termasuk kelompok separatis bersenjata. "Mengeluarkan mereka dari hutan lebih mudah bagi kita, tapi mengeluarkan hutan dari diri mereka itu yang butuh upaya keras," pungkasnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun