Suprayidno mungkin tidak pernah membayangkan: sebuah jamban bisa menyeretnya ke jeruji besi. Tepatnya, jamban yang tidak pernah berdiri.
Senin siang itu, 15 September 2025, Pengadilan Tipikor Ternate memutuskan: 4 tahun penjara untuk mantan Kepala Dinas PUPR Pulau Taliabu itu. Plus denda Rp200 juta. Plus uang pengganti Rp570 juta. Kalau tidak dibayar, hartanya akan disita.
Jaksa sebenarnya menuntut lebih: 6 tahun penjara, denda Rp100 juta, dan uang pengganti Rp2,3 miliar. Tapi hakim punya pertimbangan sendiri.
105 Jamban, Nol Terealisasi
Di atas kertas, proyek itu sederhana: membangun 105 unit jamban individu di 21 desa. Jamban sehat, katanya. Anggarannya miliaran rupiah. Targetnya, sanitasi warga membaik.
Tapi kenyataannya, jangankan jamban sehat, lubang tanah pun tak digali. Nol. Kosong. Fiktif.
Badan Pemeriksa Keuangan kemudian mencium baunya. Kerugian negara: Rp3,6 miliar lebih. Angka yang jauh lebih besar daripada uang pengganti yang harus ditanggung Suprayidno.
Aroma Busuk Korupsi
Hakim menyebut hal yang memberatkan: Suprayidno tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi. Tidak mengembalikan kerugian negara.
Hal yang meringankan? Ia mengaku bersalah. Dan ia masih kepala keluarga. Hanya itu.
Sesudah putusan, Suprayidno tidak langsung bilang "banding". Ia memilih kata yang klasik di ruang sidang: pikir-pikir. Jaksa pun sama. Sama-sama diberi waktu tujuh hari untuk menentukan langkah hukum berikutnya.