Mohon tunggu...
Mahar Prastowo
Mahar Prastowo Mohon Tunggu... Ghostwriter | PR | Paralegal

Praktisi Media dan co-PR -- Pewarta di berbagai medan sejak junior sekira 31 tahun lalu. Terlatih menulis secepat orang bicara. Sekarang AI ambil alih. Tak apa, bukankah teknologi memang untuk mempermudah? Quotes: "Mengubah Problem Menjadi Profit" https://muckrack.com/mahar-prastowo/articles

Selanjutnya

Tutup

Bandung

PPBD 2025: Hanya Satu Siswa Mendaftar di Tamansiswa

27 Juli 2025   17:03 Diperbarui: 27 Juli 2025   17:03 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Satu siswa SMA Tamansiswa diantara bangku-bangku kosong. (foto: republika)

Oleh: Mahar Prastowo

Saya tertegun membaca kabar itu: SMA Tamansiswa Bandung hanya menerima satu siswa baru tahun ajaran ini. Bukan dua, bukan tiga, tapi satu saja.

Di tengah riuhnya Bandung dengan kafe, mural, dan festival tahunan, ada bangku-bangku kosong di kelas yang dulu penuh cita-cita. Dulu di sekolah inilah lahir nama-nama besar: pebulutangkis Taufik Hidayat --- yang sekarang jadi Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga --- juga mantan gelandang Persib Bandung, Eka Ramdani. Tapi hari ini, hanya ada satu murid baru yang datang mendaftar.

Bagi sebagian orang, ini hanya angka. Bagi saya, ini adalah potret utuh dari perubahan zaman yang sunyi.

Tamansiswa bukan sekadar sekolah. Tamansiswa adalah gagasan. Gagasan yang pernah menjadi terang di masa gelap kolonial: pendidikan yang merdeka, dekat dengan kebudayaan, membangun manusia seutuhnya, bukan sekadar lulusan pencari kerja.

Di Bandung, jalan bernama Tamansiswa itu sendiri seperti saksi bisu. Bangunan sekolah masih berdiri. Papan nama masih terbaca jelas. Tapi denyutnya kian melemah.

Penurunan murid ini bukan terjadi semalam. Sejak kebijakan zonasi diterapkan, sekolah-sekolah swasta yang dulunya punya nama mulai kesulitan bersaing. Belum lagi kebijakan kuota 50 siswa di sekolah negeri yang kian menipiskan peluang sekolah swasta untuk mendapat murid baru. Apalagi bagi sekolah yang biayanya masih lebih tinggi ketimbang sekolah negeri.

Zaman bergeser. Nilai-nilai berubah. Dan Tamansiswa, seperti banyak sekolah swasta bersejarah lain, ikut terdesak.

Saya membayangkan bagaimana rasanya jadi satu-satunya siswa baru di SMA Tamansiswa. Duduk di kelas luas, hanya ada dirinya dan mungkin gurunya. Tak ada teman sebaya untuk saling ejek, tak ada teman sekelas untuk lomba lari kecil ke kantin.

Mungkin akan lebih mudah menyerah, pindah ke sekolah lain. Tapi bisa juga itu jadi pengalaman yang tak dimiliki siapapun: dididik nyaris seperti murid privat di sekolah besar yang dulu ramai.

Dan gurunya? Tetap datang, tetap mengajar, walau hanya ada satu murid. Ini pengabdian yang tidak tercatat di laporan manapun.

Di sisi lain, ini juga jadi pertanyaan bagi kita semua: apa sebenarnya tujuan pendidikan? Apakah hanya mengejar jumlah siswa, nilai rapor, akreditasi sekolah? Ataukah pendidikan harusnya tetap jadi ruang tumbuh bagi semua, meski jumlahnya tak lagi seramai dulu?

Tamansiswa dulunya mencetak atlet nasional. Mendidik manusia yang tak hanya pintar, tapi juga kuat jiwa dan raganya. Sekarang, dalam senyap, sekolah itu masih berdiri --- meski hanya dengan enam siswa di SMP, seorang saja di SMA, dan SMK yang tanpa murid sama sekali.

Bisa jadi nanti akan datang masa sekolah-sekolah swasta kecil ini benar-benar tutup. Atau justru, lahir kembali dengan cara baru, menjadi learning center kecil, kelas kreatif, atau akademi bakat.

Tapi hari ini, kabar tentang satu siswa baru itu bagai pukulan kecil ke hati. Mengingatkan kita bahwa pendidikan itu bukan hanya soal angka dan kebijakan. Tapi tentang manusia yang datang, duduk, dan belajar.

Dan juga tentang semangat guru yang tetap mengajar, meski muridnya hanya satu.

[mp]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun