Mohon tunggu...
Mahar Prastowo
Mahar Prastowo Mohon Tunggu... Ghostwriter | PR | Paralegal

Praktisi Media dan co-PR -- Pewarta di berbagai medan sejak junior sekira 31 tahun lalu. Terlatih menulis secepat orang bicara. Sekarang AI ambil alih. Tak apa, bukankah teknologi memang untuk mempermudah? Quotes: "Mengubah Problem Menjadi Profit" https://muckrack.com/mahar-prastowo/articles

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ketika Penyintas Tersenyum di Tengah Badai

2 Juni 2025   01:47 Diperbarui: 2 Juni 2025   01:47 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para penyintas kanker Hermina Cancer Warrior (HCW). Foto: Agus Wiebowo | https://www.tabloidlugas.com


Oleh: Mahar Prastowo

Minggu pagi di Bekasi. Jalan Kemakmuran belum terlalu ramai. Tapi ada satu sudut yang berbeda. Di Wulansari Resto, aroma teh melati dan kopi hitam beradu pelan dengan harumnya semangat hidup. Bukan aroma biasa. Tapi aroma perjuangan yang tak banyak diketahui orang: perjuangan mereka yang menertawakan kanker.

Ya, ini bukan seminar medis. Bukan pula forum ilmiah. Ini adalah Halal Bihalal dan Diskusi Santai yang digelar Hermina Cancer Warrior (HCW). Tapi siapa sangka, dari yang "santai-santai" itu justru mengalir kekuatan yang lebih besar dari kemoterapi: kekuatan saling percaya, saling peluk, dan saling mendengar.

Dari Rumah Sakit ke Restoran

HCW bukan klub elit. Ia semacam support group yang lahir dari luka dan sembuh karena tawa. Dipimpin oleh Prof. Cicih Ratnasih---yang kalau bicara pelan tapi dalam---HCW menjadi rumah bagi para penyintas dan pasien kanker Rumah Sakit Hermina Bekasi. Hari itu, mereka berkumpul. Ada 125 orang, lengkap dengan senyumnya masing-masing. Beberapa memakai kerudung warna pastel, sebagian lain mengenakan masker dengan motif bunga. Tapi tidak satu pun yang datang membawa kesedihan.

"Saling mengenal itu penguat," kata Herlina Tahir, Ketua Panitia yang nyaris tak berhenti tersenyum pagi itu. "Dan kami ingin para pasien tahu, mereka tidak sendiri."

Dokter yang Menolak Jadi Dewa

Dua pembicara hadir. Dr.dr. M. Yadi Permana, spesialis bedah onkologi. Dan dr. Sugiyono, dokter penyakit dalam konsultan hematologi onkologi medik. Keduanya tidak duduk di kursi tinggi. Mereka duduk di antara para pasien. Seolah hendak bilang, "Saya bukan di atas Anda. Saya bersama Anda."

Dr. Yadi bilang, kebahagiaan itu separuh terapi. "Pasien yang bahagia, lebih kuat melawan sel kanker," ucapnya. "Diskusi seperti ini bisa jadi vitamin jiwa yang tidak dijual di apotek."

Sementara dr. Sugiyono menyelipkan pesan penting: jangan terlalu percaya pada 'orang pintar'. "Bukan karena saya dokter," ujarnya sambil tertawa, "tapi karena kanker itu nyata, dan harus dilawan dengan ilmu yang nyata."

Ia bicara soal medsos. Soal pasien yang percaya rebusan daun semangka lebih mujarab daripada kemoterapi. "Dan saat kembali ke dokter, stadium-nya sudah telat."

Ibu Eni dan Senyum yang Tidak Pernah Palsu

Di antara tamu yang hadir, ada satu nama yang pelan-pelan jadi pusat perhatian: Ibu Eni Santoso. Rambutnya tipis. Tubuhnya mungil. Tapi tatapannya? Seperti batu karang yang dilamun ombak puluhan tahun dan tidak goyah.

"Allah itu tidak marah, makanya kasih cobaan," katanya. "Justru karena sayang. Maka kita harus bertahan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun