Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau.
Selat Durian tak pernah semahal ini. Airnya tenang, tapi isinya bikin jantung meloncat: kokain dan sabu-sabu senilai lebih dari Rp 7 triliun. Ya, triliun. Angka yang hanya biasa kita dengar saat Menteri Keuangan menyusun APBN.
Tapi Rabu dini hari itu (14 Mei 2025), angka itu terapung di atas laut. Terbungkus dalam 95 karung. Di atas kapal asing. Dalam gelap. Tanpa lampu. Tanpa izin. Tanpa niat baik.
Mereka pikir bisa menyusup ke Indonesia lewat laut yang selama ini dianggap longgar. Mereka salah. Yang menyambut bukan pelabuhan, tapi pasukan cepat TNI AL: Fleet One Quick Response dari Lanal Tanjung Balai Karimun.
Malam Tanpa Lampu
Jam satu dini hari, 13 Mei, radar mendeteksi sebuah kapal asing melaju dengan kecepatan ganjil di Selat Durian, Kepulauan Riau. Arah pelayarannya mencurigakan, lajunya terlalu cepat untuk kapal ikan, lampunya mati. Ada yang tak beres.
Tim patroli TNI AL langsung bergerak. Dikejar. Diadang. Diperintah berhenti. Tapi kapal itu terus kabur. Ia bukan sedang mencari ikan. Ia sedang membawa kematian.
Tak ada jaring. Tak ada alat tangkap. Yang ada: 95 karung.
Pukul 00.30 WIB keesokan harinya, kapal bernama Aungtoetoe 99 itu akhirnya tak bisa lagi menghindar. Diamankan. Di tengah laut.
Karung-karung Teh dan Kematian
Di dermaga Lanal Tanjung Balai Karimun, satu per satu karung diturunkan. 35 karung kuning. 60 karung putih. Isinya bukan ikan. Bukan teh. Tapi 1.200 bungkus "teh hijau" berisi sabu, dan 1.200 bungkus "teh merah" berisi kokain.
Jumlah totalnya: 1.905 kilogram.