Mohon tunggu...
Mahalli Hatim Nadzir
Mahalli Hatim Nadzir Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Petani, Pembaca Buku dan Penulis Catatan Harian di http://mahalli-ra.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nelayan Prenduan

6 Februari 2012   09:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:00 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

September dan Agustus 2011 lalu marak berita tentang terbatasnya lahan kerja nelayan. Polisi laut di daerah Kecamatan Bluto dan Kecamatan Pragaan melarang nelayan mencari ikan ke arah timur. Begitu juga nelayan di daerah Gili, Kalianget, dan dari daerah lain yang memang daya jelajahnya mencari ikan cukup luas. Peraturan ini digulirkan demi mengamankan area pengeboran minyak di lepas pantai Bluto. Akibatnya, tak hanya keluhan tentang terbatasnya lahan mencari ikan, tapi juga dampak ekonomis yang ditimbulkan. Bisa dilihat dengan banyaknya nelayan beralih kerja menjadi tukang becak, tukang ojek, petani, dan buruh yang bukan di sektor laut.

Dampak struktural ini saya lihat di daerah saya tinggal, Desa Prenduan Kecamatan Pragaan. Ketergantungan ekonomi masyarakat yang sangat tinggi pada hasil laut menyebabkan meluasnya dampak ekonomi masyarakat. Sebabnya, beberapa usaha dan industri rumahan masyarkat bergantung penuh pada hasil laut. Misalnya, rengginang, keruput, dan makanan khas Prenduan yang notabene memakai bahan utama ikan. Secara otomatis, menyempitnya lahan pencarian ikan dan merosotnya hasil laut ini merembet pada usaha lain. Perputaran ekonomi di Prenduan bisa dipastikan akan melemah bila hasil lautnya merosot. Pertanian bukan sesuatu yang bisa diandalkan untuk menjaga stabilitas perekonomian masyarakat. Pusat ekonomi masyarakat yang sentralistik di Prenduan juga menjadi pusat perekonomian seluruh warga Kecamatan Pragaan pada umumnya. Bahkan Ganding juga masih bergantung pada Prenduan. Dari Partelon Prenduan hingga Pasar Timur, yang menjadi pusat pengumpulan hasil laut, meski bercokol beberapa toko yang tak ada kaitannya dengan hasil laut seperti toko bahan bangunan, akan kelimpungan menghadapi dampak ekonomi ini. Warga tidak beraktifitas banyak untuk bekerja dan mencari uang bila nelayan benar-benar dilarang untuk melaut. Pelarian untuk mencari ikan ke arah barat dari Prenduan dan Bluto bukan satu hal yang bisa dipilih. Ada ucapan yang mengatakan, arah barat tak menyimpan banyak ikan untuk ditangkap. Fakta turun temurun ini dibuktikan dengan kegagalan banyak nelayan yang mencoba peruntungan mencari ikan ke arah barat.

Sedangkan pertanian dan hasil tani, di Prenduan tak begitu bisa memacu dan menjaga stabilitas perekonomian. Sebabnya, Prenduan bukan lahan agraris yang mengandung potensi pertanian tinggi. Prenduan adalah desa bahari. Jika nelayan terpaksa mencari ikan ke arah selatan, itu artinya nelayan akan menempuh rintangan yang cukup sulit. Selain alat-alat yang dimiliki nelayan cukup tidak memadai, daya tempuh untuk menangkap ikan tak begitu mencukupi ditambah lagi dengan alat yang memang terbatas. Kesulitan ini sangat sulit dipecahkan. Analisa struktural untuk mengetahui dan memecahkan masalah ini, saya belum mempunyai data yang cukup kuat untuk membedah kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah Sumenep melalui polisi laut dengan pelarangan mendekati area pengeboran.

Bukan Rayuan
Belakangan terdengar kabar, beberapa warga dihubungi untuk menjaga kegaduhan masyarakat. Agar masyarakat tidak banyak omong mengenai pengeboran, mereka dikerahkan untuk menggelontorkan opini publik dan mempengaruhi masyarakat dengan janji-janji pembangunan pasca pengeboran. Ini begitu konkret dan realistik. Namun pada kenyataannya, saya cukup pesimis apakah setelah itu benar-benar akan memulihkan perekonomian masyarakat. Dengan apa? Jika nelayan tetap dalam posisi tertekan tidak mendapatkan lahan mencari ikan, nelayan akan bekerja apa? Tidak mungkin SDM sekelas nelayan dipekerjakan di sektor penting pertambangan minyak kecuali nelayan diubah habitusnya dengan pendidikan tinggi.

Pola pikit masyarakat produktif seperti Prenduan tertanam 'kerja di laut.' Mind set ini jika benar-benar diubah dengan pendidikan kemungkinan akan sukses. Agar semakin ada keanekaragaman usaha dan pekerjaan. Division of Labour makin mengena dan tidak setiap warga harus melaut mencari ikan.

Ancaman lainnya setelah pengeboran sukses dan menarik simpati banyak orang, Prenduan menjadi pusat tujuan imigrasi dari desa lain. Tak menutup kemungkinan dari luar daerah Sumenep bahkan Madura. Terpusatnya modal di satu daerah menggoda banyak orang untuk mendatangi daerah tersebut. Acapkali, pembangunan tidak menemukan wujud idealnya bila pemerintah tidak mengatur bagaimana perpindahan penduduk harus diatur. Yang berkaitan erat dengan ini juga kebijakan Tata Ruang dan Tata Wilayah. Daerah utara Prenduan masih bisa diopeni untuk tetap bertani demi menjaga ekuilibrium lingkungan hidup. Tak mungkin suatu daerah dibiarkan dibangun tanpa melihat wilayah mana saja yang masih layak dihijaukan dengan pertanian. Keanekaragaman pekerjaan juga bisa diperoleh di pertanian yang memang hanya mendapatkan sedikit lahan di Prenduan.

Urbanisasi dan Gaya Hidup
Berkembangnya suatu daerah, khususnya pedesaan, selalu identik dengan proses urbanisasi. Kehidupan desa yang bergeser karakternya menjadi kekota-kotaan biasanya didukung oleh aspek ekonomi yang mencukupi. Dan ini pasti terjadi. Bahkan sebelum perekonomian stabil, pemuda-pemudi Prenduan mulai mengubah gaya hidupnya. Menjadi lumayan berpenampilan orang kota. Ini hanya di wilayah penampilan saja. Tidak dengan daya dan pola berpikir mereka. Penampilan kota tapi otak dan jiwanya desa.

Bagaimana bila sebelum 'makmur' saja sudah terlihat berkecukupan? Ini akan menjadi bumerang seiring tumbuhnya hasrat konsumtif yang terus menanjak. Perasaan masyarakat Prenduan yang mengaku lebih kota daripada desa lainnya di daerah Kecamatan Pragaan bisa dilihat dari penampilan mereka dan bagaimana cara mereka bertetangga. Pola bermasyarakat mereka semakin organik. Sedangkan desa lainnya terlihat lebih mekanis.

Gaya hidup yang memacu hasrat konsumtif masyarakat akan menjadi persoalan baru di tubuh masyarakat Prenduan. Bagaimana tidak, bila saat pendapatan belum mencukupi untuk gonta-ganti baju saja sudah terlihat bagaiana cara berpakaiannya, setelah berpenghasilan cukup akan bisa ditebak ke arah mana mereka membelanjakan pendapatannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun