Mohon tunggu...
Mahadir Mohammed
Mahadir Mohammed Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Mahadir Mohammed; seorang penggiat literasi (kembul.id) di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

4 Tahun Kuliah di Jogja, Saya Tidak Pernah Mendaki Gunung, Kenapa?

1 Januari 2021   02:15 Diperbarui: 1 Januari 2021   02:20 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by : http://www.arcopodojournal.com

***

Semenjak saat itu, saya jadi malu dan tidak pernah percaya diri jika diajak kawan-kawan untuk mendaki. Bahkan ketika berbicara dengan kawan-kawan kehutanan, jika sudah membahas soal mendaki gunung, saya menjadi nol pengalaman tanpa ungkapan. Kawan-kawan sibuk sekali menceritakan keseruan pada saat mendaki. Semacam ada kepuasan batin tersendiri.

Sedangkan saya? Apa yang mau saya kisahkan? Apa ha? Paling yang bisa saya ceritakan Gunungkidul, atau kisah asal usul gunung Tangkuban Perahu, yang sempat saya tonton ceritanya pada saat masih SD dulu. Dan tentu itu hanya sebuah dongeng yang sudah banyak orang tahu, jika diceritakan ulang tentu sudah tidak seru.

Semacam ada beban moral yang sangat besar. Menghancurkan dan merusak niat saya, berulang-ulang kali ingin rasanya menikmati keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini.

Bahkan ada kawan-kawan saya yang kuliah di kampus lain, ketika saya menceritakan saya tidak pernah mendaki gunung. Mereka mentertawakan saya sembari berkata;

"Mahasiswa kehutanan macam apa dirimu? Masa naik gunung aja enggak pernah bro! Hahaha."

Saya hanya bisa terdiam, bungkam. Kalimat otoriter tersebut tidak ada salahnya juga. Itu juga yang menjadi pertanyaan saya selama ini.

Terkadang saya juga ingin seperti kawan-kawan lain, khususnya kawan-kawan kehutanan. Yang saban hari jika sudah masuk waktu libur. Baik itu libur Minggu atau libur semesteran. Rajin sekali mendaki gunung.

Ketika melihat foto-foto mereka di Instagram saat di atas puncak tertinggi itu, dengan caption ala-ala anak indie. Seketika itu hatiku memberontak keras. Seperti menuntut haknya. Tapi apalah daya, pemberontakkan hati selalu kalah, dikalahkan oleh kalimat sakti yang meninggalkan beban moral tanpa henti.

Mengingat saya juga merupakan pribadi yang tidak terlalu mampu menankhluk masjid, untuk menghadiri ibadah ritual yang 5 kali sehari saja, saya masih sering bolong.

Waktu itu, saya bertekad untuk rutin 5 kali sehari, mencoba taat untuk melaksanakan ibadah di masjid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun