Di zaman sekarang, ngomongin finansial keluarga tanpa menyebut kata "asuransi" itu kayak masak rendang tanpa santan, aneh banget. Tapi kenyataannya, ada loh keluarga-keluarga yang memang anti-asuransi.Â
Alasannya macam-macam. Ada yang trauma klaim ditolak, ada yang gak percaya sama perusahaan, ada yang merasa "cukup" pakai BPJS, ada juga yang mikir, "Ngapain tiap bulan bayar asuransi, toh kalau gak sakit ya hangus."
Sebagai orang yang pro-asuransi, aku ngerti banget fungsinya. Tapi memaksa semua orang untuk ikut prinsip yang sama juga gak bijak. Nah, buat kamu atau keluargamu yang gak mau punya asuransi, bukan berarti gak ada solusi lain. Berikut kita bahas beberapa alternatifnya.
1. Bikin "Asuransi Keluarga Besar" dengan Prinsip Gotong Royong
Kalau kamu atau keluargamu masih skeptis dengan asuransi formal, konsep gotong royong bisa jadi solusi kreatif. Bayangkan sebuah "pool dana darurat" internal keluarga besar yang sistemnya mirip arisan, tapi khusus untuk kebutuhan kesehatan atau kondisi mendesak.Â
Semua anggota keluarga menyetor rutin, misalnya Rp200 ribu per bulan, ke rekening bersama atau aplikasi tabungan kelompok yang transparan.
Saat ada anggota keluarga yang jatuh sakit, mengalami kecelakaan kecil, atau butuh biaya darurat, dana tersebut bisa langsung digunakan. Bedanya dengan asuransi komersial, dana ini sepenuhnya dikelola oleh keluarga sendiri, sehingga lebih fleksibel dan minim birokrasi.Â
Transparansi sangat penting, bisa dengan laporan bulanan yang dibagikan di grup WhatsApp keluarga atau catatan digital yang bisa diakses semua anggota.
Selain melindungi dari risiko finansial, sistem ini juga memperkuat ikatan emosional dalam sebuah keluarga besar. Ada rasa "saling menanggung" yang bikin keluarga merasa lebih solid. Ujung-ujungnya, bukan cuma soal uang, tapi juga kepercayaan dan kebersamaan yang terjaga.
2. Dana Darurat Versi Spesifik
Kebanyakan orang menabung dana darurat dalam satu rekening besar, biasanya disarankan setara enam bulan gaji. Tapi masalahnya, saat kondisi darurat datang, kita sering bingung harus pakai untuk apa dulu,misalnya biaya rumah sakit, perbaikan rumah, atau kebutuhan pendidikan anak dulu? Akibatnya, dana bisa cepat habis tanpa perencanaan.
Solusinya adalah memecah dana darurat menjadi beberapa kotak khusus. Misalnya dana sakit untuk biaya kesehatan mendadak, dana perbaikan rumah untuk antisipasi bocor, banjir, atau kebakaran kecil, dan dana pendidikan kalau tiba-tiba anak butuh kursus remedial atau perlengkapan sekolah tambahan.