Kadang kita terlalu cepat menilai. Bahkan sebelum sempat duduk dan menonton, jari-jari kita sudah lebih dulu mengetikkan komentar pedas di kolom media sosial. Dan itulah yang saya rasa terjadi pada 'A Business Proposal' versi Indonesia, film adaptasi dari webtoon dan drama korea yang sempat jadi hits besar di tahun 2022.
Film ini resmi tayang di bioskop pada 6 Februari 2025, dibintangi oleh Abidzar Al-Ghifari dan Ariel Tatum, dengan nama-nama menarik lain seperti Caitlin Halderman dan Ardhito Pramono. Tapi sayangnya, alih-alih disambut meriah, 'A Business Proposal' versi Indonesia ini justru dibayangi oleh gelombang boikot.
Semua bermula dari pernyataan Abidzar dalam wawancara eksklusif. Ia mengaku hanya menonton satu episode dari drama aslinya, karena ingin membangun karakternya sendiri tanpa terlalu terpengaruh versi Korea. Bagi sebagian penonton, khususnya penggemar drakor atau drakor addict, pernyataan ini terdengar seperti bentuk ketidakhormatan terhadap karya asli. Maka dimulailah gelombang kekecewaan dan seruan boikot.
Namun sebagai penonton yang memilih menonton terlebih dahulu sebelum menilai, saya bisa bilang, film 'A Business Proposal' versi Indonesia jauh dari kata gagal. Bahkan, saya menikmatinya sepenuh hati.
Cerita yang Dekat, Tapi Tetap Segar
Yang paling mengejutkan saat menonton film ini adalah, saya nyaris lupa kalau ini adaptasi dari drama korea. Nuansa lokalnya begitu kental dan natural. Sosok Sari (diperankan dengan sangat pas oleh Ariel Tatum) bersama keluarga kecilnya mengingatkan saya pada hangatnya "Keluarga Cemara."
Indro Warkop dan Indy Barends sebagai ayah dan ibu Sari sukses menghadirkan chemistry keluarga yang terasa nyata. Kehidupan mereka sederhana, penuh perjuangan, tapi tetap hangat dan penuh tawa meski hanya tinggal di ruko warung ayam bakar merangkap rumah untuk empat anggota keluarga.
Apalagi saat keluarga mereka merayakan momen kecil dengan makan bersama di meja makan kayu sederhana, bahasa jawa dan logat jawa yang kental, saya merasa seperti sedang menonton film Indonesia yang baru, bukan film adaptasi. Buat saya, film ini tak sekadar meniru plot dari negeri orang, tapi benar-benar menyuntikkan rasa Indonesia yang akrab dan membumi.
Chemistry yang Nggak Maksa
Di antara banyak remake, satu hal yang sering gagal adalah chemistry antarpemain. Tapi untungnya, di sini Abidzar sebagai Tama dan Ariel Tatum sebagai Sari/ Gema, mampu menjalin dinamika yang meyakinkan. Tidak ada adegan romantis yang terlalu intimate, tapi justru karena itu, hubungan mereka terasa lebih alami. Gaya mereka flirt ringan, tatapan mata, dan gestur kecil jauh lebih efektif membangun ketertarikan ketimbang ciuman penuh di depan kamera.
Dan bicara soal pasangan kedua, Caitlin Halderman dan Ardhito Pramono? Gemesin banget. Mereka benar-benar mencuri perhatian dengan dialog ringan, timing komedi yang pas, dan chemistry yang kadang bahkan lebih mencolok dari tokoh utama.