Â
Bismillahirrohmaanirrohiim
Alhamdulillah Allah masih memberikan kita kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih bisa saling berbagi ilmu, semangat dan juga kebermaanfaatan hidup di dunia. InsyaAllah segala apa yang kita usahakan di jalan kebaikan akan menjadi jalan kita masuk syurganya Allah SWT. Amiin ya Rabbal'alamiin
Marilah kita tetap melakukan pengulangan ilmu meski ada rasa malas dalam diri kita untuk melakukannya. Adapun cara paling baik untuk melawan kemalasan adalah dengan melawan bukan meninggalkan karena jika kita mengikuti rasa malas akan terus bertambah.Â
Mendidik anak sejatinya tanggung jawab utama orangtua dan keluarga. Ada kisah seorang anak yang tidak sempurna secara fisiknya ia mengalami bibir sumbing. Anak tersebut bernama Hakim berusia sembilan tahun, ia tinggal di sebuah desa di Purwakarta. Ditengah keterbatasannya itu Hakim tetap melakukan aktivitas seperti sekolah, belajar mengaji, bermain dan yang lainnya. Namun ternyata selain ia bersekolah, bermain, Hakim pun berjualan peyek dengan cara berkeliling dari rumah ke rumah menjajakkan dagangannya.Â
Dalam proses berjualannya Hakim memegang teguh kejujuran, ketangkasan dalam berhitung soal modal dan untung hasil dari menjual peyeknya. Ketika ada salah seorang pejabat bernama Kang Dedi Mulyadi menyoroti Hakim karena keunikannya dalam berdagang lalu  menguji keteguhan Hakim dalam berdagang. Luar biasanya Hakim tetap teguh pendirian. Ketika pejabat tersebut menawar seluruh peyeknya, Hakim dengan tegas menolak dengan alasan tidak akan kembali modalnya istilanya bukannya untung malah buntung. Dalam kasus ini dapat dipastikan Hakim seorang yang pekerja keras, menikmati proses untuk mendapat hasil terbaik, jujur, sopan karena ia menolak dengan sopan santun.Â
Bisa kita bayangkan, di usia yang masih sembilan tahun, fisik tidak sempurna tidak menghalangi niat Hakim dalam berdagang. Berdagang peyek pun betul-betul Hakim jalani dengan sepenuh hati karena ia suka, ia senang membantu ibunya. Ketika jualannya belum habis ia akan terus berkeliling dari rumah ke rumah. Bagaimana Hakim bisa sampai memiliki empati dan kepekaan yang tinggi?
Dalam benak saya pribadi bertanya-tanya bagaimana sosok orangtua Hakim? Apa keseharian yang orangtua tanamkan dalam hati dan akal Hakim. Dan sosok pejabat tadi pun menyoroti orangtua Hakim. Ketika datang ke rumah Hakim, orangtua Hakim sedang membereskan rumah setelah melakukan serangkaian proses membuat peyek dan ikan asin. Kehidupannya begitu sederhana. Keilmuan kedua orangtua Hakim pun biasa biasa saja.Â
Pengamatan saya setelah melihat tayangan KDM terkait Hakim dan orangtuanya. Cara berkomunikasi ibu dan ayahnya yang lemah lembut, jelas, setiap waktu diisi dengan hal bermanfaat. Meski keadaan rumah sangat sederhana namun Hakim tetap mensyukurinya dengan menjalani kehidupan sehari-hari penuh semangat, lalu ia ungkapkan dengan kata-kata berupa alhamdulillah, terimakasih. Dan yang paling penting Hakim beserta keluarganya tidak mengemis-ngemis bantuan dan memanfaatkan momen ketika bertemu KDM. Mereka tetap menjadi orang-orang penuh rasa syukur.Â
Akhirnya saya menarik benang merah dari pola asuh orangtua Hakim selaras dengan apa yang sudah saya baca dalam beberapa referensi bahwa kunci dari membangun dan membentuk karakter anak kuncinya pada kebiasaan.Â
Kebiasaan terbentuk dari lingkungan dia hidup. Jika kebiasaan itu selalu diasah maka otomatis tertanam dan berakar kuat dalam diri seorang anak. Seperti kata Robert Fulghum " Jangan mengkahwatirkan bahwa anak-anak tidak mendengarkan anda, khawatirkanlah bahwa mereka selalu nengamati anda."
Orangtua Hakim tidak seperti berlelah-lelah mencekoki, memaksakan anak dengan banyak ilmu yang barangkali Hakim sendiri tidak tahu manfaatnya untuk apa namun orangtua Hakim selalu menunjukan hal-hal bernilai positif dari bangun subuh sampai kembali memejamkan mata, bahasa tubuh yang menggambarkan arti perjuangan, percaya diri jika benar dan disiplin waktu yang terpenting Hakim tidak minder akan kondisi ia yang sumbing. MasyaAllah Tabarokallah
Anak bukanlah beban tetapi anugerah. Setiap Nabi gelisah ketika belum memiliki keturunan disebabkan khawatir tidak ada estafeta ilmu dan tauhid. Dari Hakim belajar bahwa kekurangan pun anugerah, Hakim rajin belajar agama dengan ia sekolah agama.Â
Orangtua Hakim pun sebetulnya sudah mengamalkan apa yang ada dalam surat Lukman ayat 13. Membersamai Hakim dengan dua sentuhan yaitu sentuhan Hati dan juga sentuhan akal.Â
Pertama sentuhan hati dengan panggilan "ya bunayya" sebuah panggilan yang menunjukkan kedekatan dan keakraban. Para ulama mengatakan apa yang keluar dari hati akan diterima oleh hati. Kedua sentuhan akal sertai nasihat dengan alasan yang bisa dipahami logika anak. Dalam surat lukman melarang sirik dan disertai alasan bahwa sirik adalah kedzaliman yang sangat besar.Â
Oleh karena itu disaat kita melarang anak terhadap sesuatu yang harus disentuh hatinya terlebih dahulu agar anak paham, jika anak bertanya kenapa maka kita utarakan alasan yang logis menurut akal anak.Â
Pendidikan pertama anak adalah keluarganya. Orangtua adalah guru terbaik
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI