Mohon tunggu...
Madina Lailisabila
Madina Lailisabila Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mujtahidin Merupakan Orang yang Terpilih

31 Oktober 2020   08:00 Diperbarui: 31 Oktober 2020   08:17 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata ijtihad berasal dari kata "al-jahd" atau "al-juhd" yang berarti "al-masyoqot" (kesulitan atau kesusahan) dan "athoqot" (kesanggupan dan kemampuan) atas dasar pada firman Allah Swt dalam QS. Yunus: 9: Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di bawahnya sungai-sungai."

Demikian juga dilihat dari kata masdar dari fiil madhi yaitu "ijtihada", penambahan hamzah dan ta' pada kata "jahada" menjadi "ijtihada" pada wazan ifta'ala, berarti usaha untuk lebih sungguh-sungguh. Seperti halnya "kasaba" menjadi "iktasaba" berati usaha lebih kuat dan sungguh-sungguh. Dengan demikian "ijtihada" berarti usaha keras atau pengerahan daya upaya. Ijtihad dalam arti lain berusaha memaksimalkan kekuatan dan usahanya. Maka dari itu, ijtihad digunakan sebagai upaya untuk penyelesaian masalah yang berhubungan dengan hukum Islam.

Namun makna ijtihad dapat dilihat dari dua aspek, baik etimologi maupun terminologi. Dalam hal ini, konteksnya terbilang berbeda. Secara etimologi, Ijtihad memiliki arti: "mengerahkan segenap kemampuan untuk melakukan sesuatu yang sulit". Sedangkan secara terminologi adalah "mencari dan berpikir untuk mendapatkan sesuatu yang paling dekat dengan Kitab Allah (syara) dan sunnah rasul atau yang lainnya, untuk mendapatkan teks yang bersifat ma'qu; Sehingga maksud dan tujuan umum dari hikmah syariah yang dikenal dengan istilah maslahat.

Ahli ushul fiqh menambahkan kata "al-faqih" ke dalam definisi tersebut, sehingga definisi ijtihad merupakan sebuah curahan seorang faqih pada segala kemampuannya. Dan kemudian Imam Syaukani berkomentar bahwa menambah faqih adalah suatu keharusan. Karena curahan yang dilakukan oleh orang yang bukan faqih tidak dapat disebut ijtihad menurut istilah ini.

Cara pemahaman lain adalah bahwa ijtihad adalah upaya untuk menggali hukum yang ada pada zaman Rasulullah SAW. Hingga dalam sejarahnya, ijtihad dijalankan oleh sahabat, tabi'in dan masa-masa berikutnya hingga sekarang. Namun pada suatu masa yang dapat kita kenal sebagai masa taklid. Pada masa tersebut, ijtihad tidak diperbolehkan, Lalu kemudian pada periode (kebangkitan atau pembaharuan) dapat kembali digunakan. Karena tidak dapat dipungkiri, ijtihad menjadi kebutuhan untuk menjawab tantangan hidup yang semakin kompleks.

Sedangkan, Imam al-Amidi mengatakan bahwa ijtihad yaitu mencurahkan seluruh kemampuannya untuk mencari hukum syara yang bersifat dhanni, sampai merasa dirinya tidak mampu untuk mencari tambahan kemampuannya itu.

Sementara itu, Imam al-Ghazali menjadikan pembatasan ini sebagai bagian dari definisi al-ijtihad attaam (ijtihad sempurna). Sementara itu, Imam Syafi'i menegaskan, bahwa seseorang tidak boleh berkata tidak tahu terhadap suatu permasalahan yang ia belum bersungguh-sungguh dalam mencari sumber hukum pada permasalahan tersebut. Ia juga tidak boleh mengatakan mengetahui sebelum menggali sumber hukumnya dengan sungguh-sungguh. Artinya, mujtahid juga harus memiliki kemampuan dari berbagai aspek kriteria seorang mujtahid agar hasil ijtihad-nya bisa menjadi pedoman bagi orang banyak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun