Anda masih ingat peristiwa Tsunami terdahsyat di Aceh 15 tahun lalu?
Gempa bumi megathrust bawah laut yang diikuti dengan Tsunami ketika itu merupakan bencana alam paling mematikan sepanjang sejarah. Guncangan gempa tersebut diperkirakan berkekuatan 9,1 skala Richter.
Dampaknya, sekitar 230.000-an orang di 14 negara meninggal dunia akibat Tsunami yang terjadi pada 26 Â Desember 2004 lalu. Selain Sri Lanka, India, dan Thailand, Indonesia merupakan negara yang terkena dampak paling parah (Wikipedia).
Saya baru tahu, ternyata di Malang ketika itu ada sebuah tempat penampungan sementara untuk anak-anak korban Tsunami Aceh 2004.
Bahwa sebagian anak-anak korban Tsunami ketika itu diungsikan ke Malang. Setelah dianggap cukup aman, mereka dikirimkan kembali ke daerah asalnya.
Kini, tempat penampungan tersebut berkembang menjadi Pondok Pesantren Muhammadiyah Almunawwaroh. Lembaga pendidikan ini tetap memberikan bantuan berupa beasiswa bagi santri yatim dan kurang mampu. Lembaga ini beralamatkan di Jl. Kyai Sofyan Yusuf No. 32 Kedungkandang Malang.
Bagaimana ceritanya?
"Lembaga pendidikan ini berdiri setelah peristiwa Tsunami Aceh tahun 2004. Sebagian anak-anak korban Tsunami diungsikan ke sini. Dalam perkembangannya, kok sepertinya bisa dijadikan pondok pesantren...", demikian Ustadz Akhmad Mukti Baiquni mengisahkan kepada kami (22/12/2019).
"Maka, untuk pertama kalinya, didirikanlah pondok pesantren ini yang dikoordinir oleh Ali Djakfar. Kemudian didatangkanlah ustadz-ustadz dari alumnus pondok pesantren Gontor". Begitu, ustadz Baiquni menambahkan.
Ustadz alumnus Gontor kelahiran 1994 inilah yang sehari-hari mengasuh, mendidik, dan mengajar anak-anak yang tinggal di Pondok Pesantren Al Munawwaroh.
Untuk menunjang efektivitas pembelajaran dan kemandirian santri, disediakanlah asrama. Pada tahun 2014, lembaga pendidikan ini mengintegrasikan antara pembelajaran pondok pesantren dengan sekolah/madrasah, begitu jelas ustadz Baiquni kepada kami.
Pada saat kami berkunjung, pondok pesantren Al Munawwaroh memiliki lembaga pendidikan MTs Muhammadiyah 2 dan MA Muhammadiyah 2. Konsepnya adalah mengintegrasikan kurikulum Kemenag dan Pondok Pesantren. Lembaga ini juga memberikan layanan pembelajaran Tahfidz Alquran.
Saat kami berkunjung pada masa liburan akhir tahun itu, ada sekitar 30 santri yang masih tinggal di pondok pesantren. Mereka tidak pulang ke rumah saat liburan pada Desember tahun ini .
Sebanyak 14 diantaranya berasal dari luar Jawa, seperti Flores, Lombok, Maluku, dan lain-lain. Seluruhnya, terdapat  81 siswa. Pondok pesantren ini mayoritas dihuni oleh santri laki-laki.
Petang itu, usai shalat maghrib, kami bertemu dengan mereka yang masih tinggal di pondok pesantren Al Munawwaroh. Kami saling berbagi. Mereka berbagi suka dan duka selama tinggal di pesantren.
Dukanya, mereka harus berpisah dengan keluarganya. Jauh dari kampung halamannya. Namun di balik itu, mereka beruntung bisa belajar di pesantren dan bersekolah. Masih ada asa. Ada yang bercita-cita ingin jadi masinis, guru, dan sebagainya.
Di akhir pertemuan singkat itu, kami berbagi rezeki buat mereka. Semoga bermanfaat.
Bagi saya, hal ini merupakan peristiwa biasa. Istimewanya, kami menutup akhir tahun ini dengan berbagi bersama komunitas Bolang (Blogger Kompasiana Malang).
Terima kasih kawan-kawan Bolang. Terima kasih untuk Mas Heri, Mas Hariadi, Mbak Erny, Mbak Santi, dan semuanya!
"Bolang Berbagi", merupakan satu diantara tradisi komunitas kami yang pantas kami rawat. Berbagi itu indah.