Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Petik Hikmah Qurban untuk Praktik Pedagogik

22 Agustus 2018   15:30 Diperbarui: 22 Agustus 2018   16:28 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyembelihan Hewan Qurban|Dok. Pribadi

Selasa malam itu (21/8/2018), saya menyaksikan takbir keliling yang melintas di Jl. MT. Haryono, Dinoyo, Malang. Pertanda, esok paginya kaum muslimin akan merayakan Idul Adha, Hari Raya Qurban, atau Hari Raya Haji 1439 H/2018 M.

Bacaan tahlil, tahmid dan takbir terus berkumandang malam itu. Pagi tadi (22/8/2018), umat Islam melaksanakan shalat Idul Adha. Bersyukur, kami berkesempatan melaksanakannya di masjid As-Syifa', sigura-gura, Malang.

Saya mendengar takmir masjid itu mengumumkan telah menerima hewan qurban sebanyak 9 ekor sapi dan 18 ekor kambing. Usai shalatid, saya pergi ke mushalla kecil dekat rumah. Mushalla ini menerima hewan qurban 2 ekor sapi dan 4 ekor kambing.

Di mushalla itu, warga terdekat hadir membantu panitia memproses hewan qurban. Ada yang menyembelih, mboleng (menguliti), membersihkan, dan memotong-motong daging. Sebagain warga tampak asyik sedang membakar sate. Daging qurban selanjutnya dibagikan kepada warga yang layak menerimanya.

Proses Pembakaran Sate Kambing|Dok. Pribadi
Proses Pembakaran Sate Kambing|Dok. Pribadi
Sate Kambing Siap Saji|Dok. Pribadi
Sate Kambing Siap Saji|Dok. Pribadi
*******

Hikmah Qurban dan Pembelajaran Modern

Di Indonesia, hewan qurban itu umumnya berupa sapi atau kambing. Hewan-hewan qurban itu harus memenuhi standar mutu, seperti sehat, tidak cacat, cukup umur, dan lain-lain sesuai ketentuan syariah.

Secara bahasa, qurban berasal dari bahasa Arab "qarraba-yaqrabu" yang berarti "mendekat". Dalam bahasa fiqh, qurban disebut dengan "udhiyya" yang berarti "hewan yang disembelih pada saat Idul Adha sesuai ketentuan syariah yang diniatkan semata untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt".

Disyariatkannya Qurban erat kaitannya dengan kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS (Alaihis Salam) dan Ismail AS, sebagaimana terekam dalam Alquran (Q.S. As-Shaaffat: 99-111). Ada banyak pelajaran yang dapat kita petik dari kisah itu, yakni nilai kesabaran, optimisme, dan pedagogik.

Ada dialog indah antara Ibrahim AS dengan putra tercintanya, Ismail As. Setelah menerima wahyu lewat mimpi untuk mengorbankan buah hatinya, Ibrahim AS meminta pendapat putranya dengan bahasa yang lembut:

"Ya bunayya ...undzur maa dza taraa? (Wahai anakku.... maka pikirkanlah, bagaimana pendapatmu?)

Dengan tulus, Ismail AS menjawab: "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; insya Allah ayah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Dialog di atas, terkandung aspek pedagogik. Ibrahim AS menanamkan nilai-nilai pendidikan tidak dengan cara otoriter, melainkan melalui cara yang demokratis. Anak diberi kesempatan untuk berpikir terlebih dahulu, sebelum mengambil keputusan.

Cara demikian, relevan dengan pendekatan Student Active Learning (SCL) atau pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik. Peserta didiklah yang aktif. Mereka diposisikan sebagai subyek, bukan sebagai obyek pembelajaran. Pendekatan ini kerap digunakan dalam pembelajaran modern, seperti kurikulum berbasis kompetensi.

Apa implikasinya dalam sistem pembelajaran?

Implikasinya, peserta didik diberi kesempatan untuk menggali dan menemukan pengetahuan sendiri dari aneka sumber belajar dan beragam cara belajar.

Metode ceramah patut dikurangi intensitasnya, agar peserta didik tidak tergatung kepada guru sebagai satu-satunya sumber belajar. Dalam konteks ini, guru berperan sebagai fasilitator yang baik.

Untuk memperoleh pengetahuan berdasarkan pendekatan SCL, peserta didik diberi kesempatan untuk mencari dan membangun sendiri konstruk pengetahuannya melalui inquiry learning atau discovery learning. Pengetahuan itu bisa berbentuk fakta, konsep, hukum, atau prosedural.

Misalnya, untuk mendapatkan pemahaman konsep "pasar", peserta didik tidak mesti diceramahi tentang apa pasar itu. "Konsep" itu bersifat absrak, seperti "iman", "qurban", "pembangunan", dan lain sebagainya.

Konsep yang masih abstrak galibnya tidak mudah dicerna. Untuk memudahkan pemahaman sebuah konsep, maka dapat dilakukan secara induktif. Katakanlah untuk memperoleh pengetahuan tentang "pasar", peserta didik diajak langsung melihat mall atau pasar terdekat. Amati bendanya, penjelasan kemudian.

Jika memakan beaya dan waktu, dapat pula menggunakan media. Obyek riil disederhanakan dalam bentuk media. Misalnya, dalam bentuk globe, peta, gambar, foto, animasi, dan lain sebagainya.

Guru menunjukkan gambar yang telah dikonsep, seperti foto riil aktivitas "pasar tradisional" disandingkan dengan "pasar modern", foto aktivitas "pasar barang" dengan "pasar uang", dan seterusnya. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengamatinya.

Dengan melihat hal menarik dan menantang, diharapkan muncul rasa "ingin tahunya" (curiousity). Efeknya, peserta didik bergairah untuk bertanya, berani mencoba dan menganalisis hingga menyimpulkan sendiri hasil pengamatannya. Inilah yang disebut dengan menemukan pengetahuan sendiri (inquiry learning).

Jika pengetahuan itu berupa fakta, maka peserta didik dapat langsung diajak mengamati bendanya. Misalnya Candi Borobudur, Hotel Syariah, Idul Adha, dan lain sebagainya. Karena itu, di Hari Idul Adha merupakan moment yang tepat mengajak peserta didik (muslim) untuk menggemakan takbir, shalat Idul Adha, berbagi daging qurban, dan seterusnya. 

Jika obyek pembelajarannya adalah matahari, tentu tak mungkin guru mengajak para peserta didik pergi melihat matahari secara langsung dari dekat. Bisa gosong, hehe :)

Solusinya, guru dapat menggunakan multimedia berupa gambar animasi tata surya. Hal ini kiranya akan sangat membantu.

Setelah mengamati ciri-ciri bendanya, peserta didik diharapkan termotivasi untuk mencari informasi detail yang menarik perhatiannya. Bahkan, mampu menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan di depan kelas atau di media sosial. 

Melalui pendekatan ini, guru berpeluang memperoleh hal baru yang tak terduga sebelumnya.

Bagaimana Langkah-langkahnya?

Untuk memudahkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, maka disusunlah urutan 5M (Mengamati, Menanya, Mencoba, Menalar, dan Mengkomunikasikan).

Apakah langkah 5M itu harus selalu berurutan?

Tidak selalu. Langkah-langkah 5M tidaklah mesti diurutkan secara kaku. Katakanlah peserta didik dapat mencoba dulu, baru bertanya, dan seterusnya. Hal ini tergantung pada tujuan, karakteristik siswa, dan karakteritik mata pembelajarannya.

Untuk melengkapi 5M, bisa ditambah 1M lagi, yakni "Membuat Jejaring" (networking). Ketika peserta didik berani mengunggah karya atau hasil belajarnya di media sosial secara bertanggung jawab, pada saat itulah awal jejaring terbangun.

Karya itu akan terus mengalir entah ke mana, hingga menemukan takdir baiknya sendiri di kemudian hari. Mereka berkesempatan untuk berkomunikasi dengan siswa-siswa lain di seluruh dunia. Kemampuan berjejaring ini merupakan salah satu kunci keberhasilan hidup di era digital.

Itulah secuil hikmah yang dapat kita petik dari dialog antara Ibrahim As dengan putranya, Ismail As dalam peristiwa qurban. Berdialog itu indah. Berbagi daging qurban itu juga indah. Salam.

Selamat Idul Adha 1349 H/2018 M.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun