Budi Daya Lele dan Spirit Pemberdayaan ala Cak Malik
Kunci sukses budi daya lele lainnya adalah terletak pada karakter kinerja entrepreneur seperti ditunjukkan oleh Cak Malik. Dia bertindak kreatif dan bekerja keras untuk menghasilkan yang terbaik. Saya jadi ingat kata Rudy Fang dalam sebuah diskusi bersama beberapa bulan lalu (2016). Dia mengatakan, “Jika Anda hanya bisa menyapu, maka jadilah tukang sapu terbaik di dunia.” Terlepas Anda setuju atau tidak, inilah yang saya maksud dengan contoh karakter kinerja entrepreneur, bukan sekedar karakter moral seperti diajarkan dalam sistem persekolahan
Pelajaran itu saya peroleh dari Cak Malik, yang juga alumnus pesantren pada Lembaga Pendidikan Al Kaaffah Kepanjen Malang. Sekitar seminggu sebelum mengunjungi Banyulegi, kami berempat melihat kolam miliknya yang dijadikan eksperimen. Lokasinya di pinggir jalan raya Peterongan Jombang. Kolam-kolamnya berada di belakang pekarangan rumahnya dengan ukuran yang beragam.
Cak Malik memanfaatkan limbah ayam mati. Setelah dimasukkan dalam air panas, ayam-ayam mati itu dicabuti bulu-bulunya. Bahan pakan limbah ini kemudian dihancurkan dengan mesin giling. Untuk mengurangi baunya, Cak Malik menyiram lokasi bekas pemrosesan pembuatan pakan dengan air gamping. Sangat efisien. Menurutnya, rata-rata biaya operasional produksi pakan dari limbah ayam hanya Rp 2.300/kg. Pakan siap saji itu Cak Malik berikan hanya pada malam hari, sekali dalam setiap harinya. Menurut Cak Malik, hal itu sesuai dengan tipikal lele sebagai binatang malam. Sungguh pun demikian, setiap 10 hari sekali, Cak Malik memberikan variasi menu makanan khusus dari pelet untuk perbaikan protein dan obat bagi lele-lelenya.
Bahkan Cak Malik telah menyiapkan pola budi daya lele yang cocok untuk jama’ah lain. Setiap jamaah (tiap satu Kepala Keluarga) dipersiapkan mampu menghasilkan pendapatan sebesar Rp 5 juta untuk setiap bulannya. Caranya, tiap jamaah tinggal mengambil bibit lele ukuran khusus dan pakan yang telah ia siapkan. Tiap bulan bisa dipanen. Salut.
Catatan Akhir Untuk Refleksi
Hemat saya, apa yang dilakukan mereka merupakan perwujudan riil dari pemberdayaan ekonomi rakyat. Usahanya berspirit socio-preneur. Muncul inisiasi kegiatan bisnis yang melibatkan rakyat banyak. Meskipun usaha Cak Malik masih dalam taraf riset sederhana, tapi tanda-tanda keberhasilannya sudah tampak. Buktinya, hanya sekitar 5% bibit lelenya yang mati, selebihnya bibit itu tumbuh besar hingga berumur 4 bulan 10 hari. Demikian pula dengan budi daya lele di Kawasan Minapolitan Lele Banyulegi Pasuruan. Fakta ini merupakan bagian dari wujud nyata konsep pembangunan wilayah berprinsip “daerah kuat, makabangsa dan negara pun kuat”.
Sepulang dari sana, kami berdiskusi dengan teman-teman bagaimana bisa mewujudkan jejaring ekonomi kerakyatan di tempat lain. Perlu solusi agar masyarakat pinggiran dan institusi-institusi pendidikan di daerah dapat hidup mandiri secara ekonomi. Mereka tidak harus berlomba mengajukan proposal bantuan. Karenanya mereka perlu fasilitasi agar dapat saling bekerja sama memanfaatkan potensi lokal masing-masing. Ada contoh untuk itu, ialah Korea Selatan. Negeri Ginseng ini punya institusi sosial "Semauel Undong" sebagai gerakan membangun desa maju. Kita juga punya tradisi "gotong royong". Kini tradisi itu perlu dihidupkan kembali untuk diisi dengan usaha ekonomi saling berbagi, seperti halnya pelaku budi daya lele di Banyulegi dan Jombang. Saya yakin, Anda merupakan bagian penting dari pemecah masalah ekonomi rakyat di tempat Anda! Mari kita saling berbagi untuk memecahkan masalah itu.