Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bulog Layak Direformasi atau Dibubarkan?

2 Juni 2015   12:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:23 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1433221104372987875

[caption id="attachment_421839" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Bupati Tanjung Jabung Timur, H. Zumi Zola Zulkifli telah meluncurkan beragam program seperti Gertak Tanpa Dusta, Senam Dupa, Cetak Sawah, dan Beras Merah. Tampak Zumi Zola bersama wakil ketua DPRD Provinsi Jambi, AR. Syahbandar, anggota DPRD provinsi dan Dandim 0419 Tanjab, letkol inf Janen Silalahi, melakukan panen padi beras merah di Desa Simbur Naik (Sumber: tanjabtimkab.go.id, 6/3/2015)"][/caption]

Belum lama ini lembaga Petral anak usaha PERTAMINA yang mengurusi bisnis minyak telah dibubarkan. Akankah kini juga menjalar ke Perusahaan Umum (Perum) Bulog yang mengurusi masalah ketahanan pangan, khususnya beras? Pasalnya, peran Bulog sering menjadi sorotan publik. Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso misalnya, “Ia menilai kehadiran Perum Bulog saat ini tidak banyak membantu dalam menstabilkan pangan. Dengan fakta itu, Dwi menilai Bulog layak dibubarkan. Sebagai gantinya, Bulog bisa dilebur menjadi Lembaga Otoritas Pangan yang dibentuk pemerintah” (JPNN, 25/5/2015).

Padahal sebagaimana jamak kita yakini, komoditas pangan terutama beras, memiliki nilai yang sangat strategis. Beras identik dengan makanan pokok rakyat. Apalagi di saat-saat menjelang Hari-hari Besar Keagamaan tiba, seperti Hari Raya Waisak, bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2015, nilai strategis beras semakin nyata. Pasca-kenaikan BBM, harga beras ikut naik Rp 500 per kilogram (kg). Harga beras medium di pasar mencapai Rp 9.000 per kg. Sementara itu, harga beras premium telah mencapai Rp 11.000 per kg. Kondisi ini berbanding terbalik dengan klaim pemerintah yang akan menjaga harga beras karena produksi padi yang melimpah pada Maret bulan lalu. Bahkan, Abdullah Mansuri, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI), mengatakan, "Kalau ini dibiarkan bukan tidak mungkin harga beras akan naik lagi hingga 30 persen sampai Lebaran," kata Mansuri, Selasa (31/3/2015, Kompas.com).

Nilai strategis beras setidaknya ada dua, pertama dari segi ekonomi dan kedua dari segi sosial politik. Secara ekonomi, beras memiliki nilai strategis sebagai wage good terutama bagi perekonomian pedesaan. Dari segi sosial politik, nilai strategis beras  terletak pada fungsinya sebagai “social glue” (perekat sosial) dan stabilitas politik nasional. Sekedar contoh, gara-gara beredar isu “beras plastik” beberapa minggu yang lalu, situasi pasar menjadi tidak menentu. Maka menjadi logis, jika suatu bangsa akan mudah mengalami goncangan jika tidak memiliki ketahanan pangan yang kuat. Food, water dan energy, merupakan tiga komoditas strategis yang sering menjadi isu dunia. Masyarakat kita, dilihat dari aspek ini, identik dengan “rice society” atau “masyarakat beras”.

Namun, peran Badan Urusan Logistik (Bulog) sering dipertanyakan. Apakah Bulog berperan sebagai penyangga stok cadangan pangan (buffer stock), ataukah sebagai perusahaan yang juga dituntut mendapatkan profit, sehingga komoditas beras mesti dilepas ke pasar. Dilemma ini semakin terasa, terutama saat Bulog tidak mampu menyerap gabah dari petani, baik karena alasan stok beras Bulog sudah dianggap cukup, atau karena kalah bersaing dengan pelaku bisnis non Bulog yang mampu menawarkan harga yang lebih menarik. Sementara Bulog harus mengacu pada kebijakan harga yang telah ditetapkan, yaitu kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang seringkali kalah kompetitif dibandingkan para pesaingnya.

Seperti diberitakan di salah satu media beberapa waktu lalu (JPNN, 20/12/2014), bahwa Bulog Subdrive Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, sejak Oktober lalu untuk sementara menghentikan penyerapan beras petani. Sebab, stok di gudang cukup banyak, yakni, 11.800 ton. Menurut Kepala Bulog Subdivre OKU Meizarani sebagaimana diwartakan dalam media tersebut, muncul kekhawatiran karena saat itu belum ada kejelasan mengenai mekanisme penyaluran bantuan beras untuk orang miskin (Raskin) dari pusat. Apalagi, masih menurut Mirzani, stok beras di Bulog sangat banyak. Jika Bulog dipaksa membeli beras petani, tambah dia, maka Bulog akan kewalahan menyimpannya. Sementara itu, untuk penyaluran raskin selama 2014, bulog sudah 100 persen mendistribusikannya kepada seluruh rumah tangga sasaran (RTS) yang tersebar di OKU Raya. Meski begitu, dia masih berharap, kebijakan Raskin masih tetap diberlakukan, sebab masih banyak rakyat yang membutuhkannya.

Dinamika Regulasi Tatakelola Bulog

Sekilas gambaran di atas menunjukkan kepada kita, bahwa Bulog dihadapkan pada delima, apakah harus tetap menjaga fungsinya sebagai penjaga stabilitas pangan (beras), meskipun harus merugi, ataukah beras diserahkan ke mekanisme pasar agar tercipta efisiensi. Bila kita membaca regulasi perjalanan Bulog, sebagaimana dipaparkan dalam laman resmi bulog akan terlihat bahwa sejak pemerintah menandatangi kesepakatan dengan IMF yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI) melalui Keppres No. 19/1998, ruang lingkup komoditas yang ditangani Bulog kembali dipersempit. Masih menurut sumber resmi bulog, dalam Keppres itu tugas Bulog dibatasi hanya menangani komoditas beras. Padahal sebelumnya, dalam Keppres No 39 tahun 1987, tugas utama Bulog adalah mendukung pembangunan komoditas pangan yang multi komoditas.

Masih menurut sumber yang sama, perubahan berikutnya dilakukan melalui Keppres No. 103 tahun 1993 yang memperluas perannya mencakup koordinasi pembangunan pangan dan meningkatkan mutu gizi pangan. Sementara sejak keluar Keppres No 50/1995, pada dasarnya Bulog lebih difokuskan pada peningkatan stabilisasi dan pengelolaan persediaan bahan pokok dan pangan. Tugas pokoknya adalah mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan bahan pangan lainnya. Namun tugas tersebut berubah dengan keluarnya Keppres No. 45 tahun 1997, Bulog hanya mengelola komoditas beras dan gula. Nah, saat Keppres No. 19 tahun 1998 diberlakukan, ruang lingkup komoditas yang ditangani Bulog kembali dipersempit seiring dengan MoU yang diambil oleh Pemerintah dengan pihak International Monetary Fund (IMF). Dalam Keppres tersebut, tugas pokok Bulog dibatasi hanya untuk menangani komoditas beras. Sedangkan komoditas lain yang dikelola selama ini dilepaskan ke mekanisme pasar.

Laman resmi bulog itu juga memaparkan, bahw sejak terbit Keppres No. 29/2000, tersirat Bulog sebagai organisasi transisi menuju organisasi yang bergerak di bidang jasa logistik di samping masih menangani tugas tradisionalnya. Bahwa tugas pokok Bulog adalah melaksanakan tugas Pemerintah di bidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras (melalui kebijakan HPP), serta usaha jasa logistik. Akhirnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI no. 7 tahun 2003 Bulog resmi beralih status menjadi Perusahaan Umum (Perum) Bulog.

Sementara pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, telah dikeluarkan Instruksi Presiden RI No. 5/2015 Tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Salah satu diktum yang tertuang dalam Inpres tersebut, telah ditetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapata rendah. Artinya, subsidi beras bagi mereka yang tergolong tidak mampu masih tetap diberlakukan, tidak dihapus. Bagian keenam dalam Inpres tersebut juga ditegaskan, bahwa pengadan gabah/beras oleh Pemerintah dilakukan dengan mengutamakan pengadaan gabah/beras yang berasal dari petani dalam negeri. Jadi, bukan mengutamakan impor beras.

Kritik dan Alternatif Solusi: Integrasi Tata Kelola Komoditas Pangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun