Mohon tunggu...
M.Taufik Budi Wijaya
M.Taufik Budi Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

"Satu langkah kecil seorang manusia, satu langkah besar bagi kemanusiaan"-Neil Armstrong. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Jangan Sekali-sekali Melupakan (Wisata) Sejarah!

30 Juli 2010   07:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:27 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_210419" align="aligncenter" width="500" caption="Foto: Peserta wisata sejarah di Kampus ITB, di Bandung (3/7). Foto-foto: M.Taufik Budi Wijaya "][/caption]

Belasan orang menyimak serius penjelasan Budi Kurnia tentang tugu titik 0 kilometer Bandung, Jawa Barat. Para wisatawan domestik ini, seolah tak terganggu dengan deru kendaraan yang melintas di Jalan Asia Afrika, pusat kota Bandung, Sabtu (3/7) lalu. Sesekali, peserta bertanya kepada Budi sang pemandu sejarah tentang bangunan bersejarah itu. Sebagian wisatawan juga sibuk mengabadikan tugu dengan kamera pocket dan kamera video genggam.

Tugu yang berada di depan kantor Dinas Pekerjaan Umum, Bandung itu dibangun sebagai penanda pusat kota Bandung. Pada tahun 1810 Gubernur Jendral Belanda, Herman Willem Daendels pertama kali menancapkan tongkatnya sambil berkata:”Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” (Usahakan, bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun ).

[caption id="attachment_210373" align="aligncenter" width="83" caption="Tugu 0 km Bandung (frinodoc)"][/caption]

Budi Kurnia (26) adalah salah satu pegiat sekaligus pendiri Komunitas Aleut, Bandung. Selain Budi, pendiri komunitas nirlaba ini adalah Martina Safitri dan Taufani Nugraha. Saat didirikan pada 2006. ketiganya berstatus mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran. Budi kini sibuk mengajar di salah satu sd swasta di Bandung.

Menurut Koordinator Komunitas Aleut, Indra Pratama (22) yang dihubungi melalui telepon (28/7), aleut dalam bahasa Sunda artinya jalan-jalan beramai- ramai. “Saat ini anggotanya mencapai lebih dari 200 orang dengan 70 an anggota aktif, “ jelas Indra yang masih kuliah di Jurusan Hubungan Internasional, FISIP Unpad tersebut.

“ Nah kita berharap lewat komunitas ini, semua orang bisa belajar sejarah. Tetapi tidak merasa bosan dan menjemukan. Serta mengajak masyarakat untuk membuat kegiatan yang menyenangkan untuk belajar sejarah,” jelas Budi. Indra menimpali lewat wisata yang mereka gelar, peserta diharapkan dapat memaknai dan mengambil hikmah peristiwa masa lalu.

Komunitas wisata dan apresiasi sejarah ini lahir dari kegelisahan terhadap pola pengajaran pelajaran sejarah dibangku sekolah dan kampus yang cenderung membosankan. Alasan lainnya keprihatinan terancamnya situs dan bangunan bersejarah di bumi parahyangan yang akan dimakan zaman. Menurut Indra atas nama pembangunan sejumlah bangunan bersejarah di kota kembang terancam dibongkar . Misalnya sejumlah rumah peninggalan Belanda di kawasan Jl Padjadjaran dan rumah karya arsitektural mantan Presiden pertama, Soekarno di Jl Gatot Subroto.

Selain itu sejumlah situs sejarah seperti tak mendapat perhatian dari warga dan pemerintah setempat. Misalnya yang penulis saksikan saat mengunjungi bekas sel Bung Karno, saat ditahan Belanda di penjara Banceuy, kawasan Banceuy di pusat kota Bandung. Aroma bau tak sedap , sampah berserakan, dan tanaman perdu tumbuh liar di sekitar monumen. Sebagian sampah berasal dari pedagang kaki lima yang berjualan. Sementara di dinding sekitar monumen tertera tulisan: “Dilarang kencing disekitar monumen”, dan “Dilarang berjualan disekitar monumen”.

Rangkul Generasi Muda

Kegiatan wisata sejarah yang pernah digelar Komunitas Aleut, misalnya wisata bangunan bersejarah: “Bandung Vacancy” pada 2008 silam. “ Acaranya jalan jalan, berwisata ke bangunan bersejarah yang ada di Kota Bandung mulai dari Gedung Merdeka sampai Gedung Sate,” papar Budi . Acara wisata sejarah ini melibatkan kalangan pelajar. “Mengapa? Karena Bandung ke depan ada di generasi muda. Daripada kami menyentil generasi tua (agar lebih peduli pada sejarah kotanya) mending kami menyiapkan pengganti generasi tua dari sekarang,”ungkapnya.

Indra Pratama menjelaskan kegiatan mereka tak sekadar berjalan-jalan mengunjungi obyek wisata sejarah tanpa hasil. Pengalaman peserta wisata, dituangkan dalam tulisan yang dimuat diblog Komunitas Aleut, di: http:// aleut.wordpress.com dan http://aleut.multiply.com. Bukan itu saja tahun lalu, Komunitas Aleut bekerjasama dengan majalah Intisari menerbitkan buku panduan wisata dan sejarah Bandung.

[caption id="attachment_210404" align="aligncenter" width="225" caption=""Narsis dulu, lah...". Penulis dan anak di depan rumah Inggit Ganarsih, Bandung (4/7)"][/caption]

Wisata sejarah serupa juga dilakoni Komunitas Bambu di Depok, Jawa Barat. Awal Juli lalu, penulis sempat mengikuti wisata sejarah pendiri bangsa, Soekarno . Sejumlah situs dan bangunan bersejarah yang bersinggungan dengan kehidupan Bung Karno di kota yang pernah dijuluki Parijs van Java dikunjungi. Seperti kampus ITB, Hotel Preanger, Gedung Indonesia Menggugat, Rumah Inggit Ganarsih, dan Penjara Sukamiskin. Dalam waktu dekat komunitas yang dipimpin Sejarawan JJ Rizal ini, akan menggelar wisata sejarah pendiri bangsa Mohammad Hatta dan Tan Malaka.

[caption id="attachment_210400" align="aligncenter" width="225" caption="Foto: Peserta wisata sejarah di rumah istri pertama Soekarno, Inggit Ganarsih di Bandung (3/7)"][/caption]

Menurut salah satu pengurus Komunitas Bambu, Martina Safitri, selain wisata sejarah pendiri bangsa, wisata lainnya yang digelar adalah wisata bangunan sejarah dan wisata sejarah kuliner. Menariknya wisata yang digelar Komunitas Bambu, berpijak kepada buku sejarah popular. “Kami ingin menyajikan pendidikan sejarah yang berbeda ke masyarakat. Masyarakat bisa lebih mengenal sejarah, tidak dinilai sebagai sesuatu yang formal. Minimal peserta mengerti isi buku dan peristiwa yang terjadi yang dimuat dalam buku,” terang Martina

Belajar sejarah tak melulu bisa dipelajari lewat buku atau bangku formal pendidikan yang buat sebagian orang cenderung menjemukan. Mempelajari masa lalu, lewat wisata sejarah ternyata tak kalah mengasyikan. Belum ada agenda wisata akhir pekan ini? Yuk, berwisata sejarah ! (Fik)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun