Mohon tunggu...
Shofyan Kurniawan
Shofyan Kurniawan Mohon Tunggu... Arek Suroboyo

Lahir dan besar di Surabaya. Suka baca apa pun. Suka menulis apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review No Other Choice: Menjadi Manusia dalam Sistem Kapitalisme

10 Oktober 2025   09:25 Diperbarui: 10 Oktober 2025   09:22 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dipakainya kertas di sini, seperti sebuah sindiran halus terhadap jaman yang telah berubah. Kertas seolah menjadi simbol untuk apa yang telah usang dan ketinggalan jaman. Apa yang kini telah nyaris tergantikan dengan teknologi digital. 

Lewat kertas, film ini seolah ingin beri peringatan keras. Jaman telah berubah. Kertas nggak lagi jadi produk andalan. Mungkin berguna buat mencetak uang kertas. Tapi sampai kapan ini bertahan? Toh orang mulai banyak mengandalkan transaksi digital. 

Pada akhirnya, perubahan jaman adalah sebuah keniscayaan. Mereka yang enggan mengikuti perubahan, akan ditinggal, tergilas dan terlupakan. Lagi-lagi, No Other Choice. 

Mau nggak mau manusialah yang harus berubah mengikuti jaman. Kok terdengar kejam dan maksa, ya? 

Mansu sebagai Manusia Menuju Mansu sebagai Alat 

(Sumber: IMDb.com)
(Sumber: IMDb.com)

Di awal, kita melihat bagaimana Mansu melatih pidatonya demi membela hak-hak buruh seperjuangannya. Tujuannya agar korporat berbaik hati nggak memutus hubungan kerja. 

Uniknya, segala mimpi buruk ini terjadi setelah adegan manis yang hangat: Mansu berpelukan dengan anak dan istrinya sambil tersenyum menatap langit cerah. 

Mansu tahu bahwa PHK massal akan menjadi tantangan berat bagi siapapun. Kehilangan pekerjaan artinya kehilangan penghasilan yang akan melunasi kebutuhan hidup.  

Itu akan menyambung ke kehilangan lainnya. Kehilangan mobil dan rumah. Lalu, mungkin kehilangan keluarga tercinta. Nggak heran jika Mansu mengibaratkan keputusan PHK sama halnya seperti hukuman potong leher. Dampaknya barangkali sama seperti racun yang membunuh secara perlahan. 

Kaget bahwa dirinya masuk ke deretan orang yang kena pecat, Mansu terserang depresi. Ia bergabung ke komunitas curhat buat mengembalikan mentalnya. Sayangnya, kenyataan hidup memaksanya nggak bisa berlama-lama ambil keputusan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun