Mohon tunggu...
404 Not Found
404 Not Found Mohon Tunggu... Lainnya - 404 Not Found - 最先端の人間の推論の開発者の小さなグループ。

私のグループと私は、デジタル世界の真実を求めて舞台裏で働いている人々です。私たちは、サイバー空間に広がるすべての陰謀の背後にある真実を述べています.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Perbudakan "Budaya Mistik" di Indonesia dan Keterbelakangan Manusia dalam 'Pengkhianatan Batin' atas Tuhan

20 Januari 2023   23:34 Diperbarui: 21 Januari 2023   06:46 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://www.youngisthan.in/wp-content/uploads/2018/03/44-1280x720.jpg

'Neraka' dalam perspektif Agama sebenarnya sudah dipetakan secara jelas via dogma atau nasihat rohani yang sangat berguna, tetapi berhasil dimanipulasi oleh Satan menjadi 'Sorga' bagi Generasi Muda selama hidup di dunia.

"Jangan membunuh" misalnya menjadi salah satu hukum yang sah, baik di dalam sebuah Negara maupun dalam perspektif Agama. Akan tetapi, karena cuan yang 'sudah terlanjur' menguasai dunia dengan men-dewa-kan orang kaya dan mencekik orang miskin pada akhirnya hukum hanya sekadar 'hitam di atas putih' dan bukan sebuah ancaman bagi mereka yang adalah budak generasi. Membunuh pada taraf harafiah yang didefinisikan sebagai "tindakan penghilangan nyawa (kehidupan) manusia", ternyata mempunyai makna 'terselubung' yang faktanya tidak semua manusia menyadari itu - "tindakan penghilangan kesadaran moral dan psikologi manusia untuk menyadari taraf frekuensi kehidupan iman makhluk Ciptaan-Nya (Tuhan) agar saling mencintai dan mengasihi kehidupan sebagai sebuah anugerah dari-Nya". Ini bukan tentang Pelajaran Agama dari guru Agama, tetapi ini tentang definisi jiwa yang gagal digambarkan oleh Ilmu Pengetahuan Agama sekalipun dengan kolaborasi teoritik-strategis pemikiran Stoikisme yang salah kaprah sekalipun. Membunuh dalam dua taraf definitif ini sudah dilakukan dan dirasakan oleh manusia sendiri. Ironisnya, sebagian besar manusia hanya mengenal kata atau tindakan membunuh secara cacat (hanya salah satu, yakni dari segi 'hidup dan bernapas', tetapi lupa pemahaman dalam taraf atau ranah esensi jiwa sebagai 'motor penggerak') dan justru melanggengkan peran Satanis sebagai agen kebinasaan manusia secara jasmani dan rohani sekaligus. Fenomena ini memiliki keterkaitan erat dengan 'dua aspek', antara lain kecerdasan moral dan kebodohan materialistik (baik dari sudut pandang subyek maupun obyek tindakan) yang sama-sama meringkuk tidak melihat 'apa itu jiwa' secara seimbang. Membunuh karena dendam, membunuh karena uang, membunuh karena tidak se-frekuensi, membunuh karena kesengajaan atau ketidaksengajaan - semuanya bermuara pada alur logistika-preposisi membunuh sebagai "binatang" atau "makhluk hidup" (tanpa fungsi sempurna organ tubuh 'otak') sekaligus sebagai kegagalan moral (iman) mengenal Tuhan (mengidap penyakit temporal/abadi yang dinamakan 'kebutaan moral/jiwa').

Kalau terlalu jauh, saya rasa ada satu istilah candaan yang sebenarnya memang pernah, sudah, dan akan selalu terjadi - "membunuh tanpa menyentuh".  Jangan pernah berharap generasi zaman sekarang akan menanggapi itu secara serius, karena mereka adalah tantangan bagi Generasi Tua 'sebelum menjadi debu' untuk sekali-lagi menjadi obyek revolusi moral yang harus segera disadarkan sebelum terlambat.

Pertama, Pendidikan (Ilmu Pengetahuan). Generasi muda akan semakin mengubah-tafsirkan 'ilmu pengetahuan' sebagai 'senjata formalitas ilmiah' - mereka bisa menjadi robot anti-moral yang hiperaktif sekaligus 'berbahaya' karena hidup di dalam zona dualisme yang 'tak mampu mendeteksi' perbedaan antara dunia nyata dan dunia maya. Mereka dapat menjadi pribadi yang tidak dapat dikendalikan dengan teknik-teknik pendidikan konvensional seperti Generasi sebelumnya yang diklaim efektif membuat seorang manusia 'benar-benar hidup sebagai manusia' (sukses, kerja keras, ketekunan, dan sebagainya). Generasi Muda akan membangun perspektif dualisme yang sekaligus 'melapisi' zona dualisme sebelumnya. Mereka menciptakan ranah keseriusan berpikir kreatif dan meremehkan aspek 'nasihat jaman dahulu kala' dari orang tua. Mereka terobsesi seolah-olah mereka bisa melakukan segalanya, tetapi faktanya 'hanya imajinasi' karena gampang terserang 'virus gabut'. Kebalikannya, generasi muda yang mempunyai prospek yang dianggapnya 'jelas' ternyata mempersiapkan dirinya sendiri sebagai 'senjata psikologis' paling canggih dan justru paling berbahaya - gen. muda tidak lagi mampu membedakan dunia pergaulan/pertemanan dengan dunia akademik (diklaim "sama saja"). Keilmiahan berpikir tidak lagi terbatas pada ruang-waktu, tetapi terbatas pada "seberapa banyak buku" yang bisa diperoleh dan dikonsumsi, baik dalam bentuk fisik maupun digital. Dua spesies ini akan terus terpisah seiring berkembangnya zaman. Ilmu Pengetahuan akan berada di posisi yang semakin tidak jelas dalam perspektif generasi muda - entah itu adalah beban, dianggap tidak berguna, hanya sebagai kewajiban, sebagai bekal hidup dan prospek 'masa depan' yang cerah, sebagai formalitas demi pekerjaan dan cuan, dan sebagainya. Terlalu abstrak untuk dipahami oleh Generasi Tua. Penyebabnya yang tidak Anda mungkin Anda sadari atau tidak adalah kesalahan sistem pendidikan yang terlalu (kelewat "purba"). Kurikulum berbasis teoretikal semi-digital tidak akan membantu sama sekali karena 'tidak ada api pemicu' bagi para ilmuwan dan profesor di negeri ini untuk nekat secara total 'merobohkan dan membangun kembali' sistem yang sudah ada dari zaman kolonialisme purba hingga zaman nekolim-digital saat ini. Sistem yang saat ini dijalankan adalah sistem inovasi perbudakan intelektual mutlak yang 'terlalu pelan' untuk dikatakan sebagai revolusi dan lebih cocok dikatakan sebagai 'perubahan stagnan' atau 'perubahan tanpa perubahan'. Guru zaman dulu sampai sekarang diajarkan 'itu-itu saja', akhirnya menghasilkan output mengajar 'yang itu-itu saja' pula. Hanya ditambahi 'bumbu kewajiban tambahan' sesuai kurikulum pasca pra-sejarah ke arah kurikulum pasca pra-sejarah versi digital. Murid hanya diajarkan bagaimana cara membaca buku yang ini ke cara membaca buku yang itu. Perubahan 'iron man' seperti ini memaksa orangtua-orangtua pada akhirnya harus "memulai dari nol" bagaimana cara belajar (termasuk membaca-menulis) konvensional dari zaman pra-sejarah sampai 'akhir hayat'-nya karena diserang spekulasi media bahwa Pendidikan telah berkembang cukup jauh, bahkan moralitas guru pun sepertinya mendadak "jadi ABG" versi pra-sejarah pula. Sistem ini 'di luar Indonesia' sebenarnya sudah cukup 'konyol' untuk dipraktekkan, tetapi masih setia dilaksanakan oleh Bangsa Kita Tercinta ini. Anda tidak akan mendengar sejarah bahwa Indonesia pernah menerapkan sistem home-schooling terbarukan, tetapi hobi 'copy-paste' gaya pendidikan negara lain yang dianggap 'paling baru' padahal 'sudah kadaluarsa' dan ironisnya diklaim (supaya laku) efektif padahal hanya sebuah keniscayaan semata. Pada akhirnya, Pendidikan Berbudaya yang sejatinya merupakan jiwa-raga otentik dari Pendidikan Indonesia hanyalah sebuah 'model ideal semata' atau 'cerita di buku MuLok' dan Sejarah terkait Kebudayaan yang diramalkan oleh tokoh-tokoh tradisional mistik-klasik tentang Bangsa Nusantara ini - kita akan selalu dijajah oleh strategi idealis Barat dan diadopsi sebagai strategi praktis Nasional (Anda dan saya akan seperti itu sampai 'ketemu Tuhan', dan ini bukan candaan atau celotehan belaka).

Ketika Anda 'memberontak' dari (zona kekuasaan Satan atau) sistem neokolonialisme modern terselubung ini, Anda akan senantiasa dihantui oleh istilah 'hilang info' pada tataran definitif harafiah, lebih kepada hilang dari cerita masyarakat secara tidak terduga (tafsir itu sendiri, karena saya tidak peduli) - itulah deskripsi 'inteligensia agency' tentang "membunuh tanpa menyentuh", menghancurkan negara mulai dari bibit kecil-nya terlebih dahulu. Anda bisa bayangkan generasi penerus macam apa yang akan menguasai, mengontrol, dan mengatur Negara ini dengan latar belakang sistem seperti ini. Berkoar-koar tentang "pentingnya pendidikan" tetapi tidak pernah bertindak untuk "mengganti mesin utama" yang telah menciptakan 1001 polemik unlimited yang satu ini. Demonstrasi zaman now lebih dikenal dengan istilah jam makan siang buat mahasiswa, bukan beraspirasi lagi demi masyarakat dan negara (mereka yang sekarang tidak akan 'bergerak' tanpa bunyi notifikasi cuan di m-banking atau e-wallet, bahkan 'iklan' hasil tinta printing tinta di atas kertas A4 atau F4 yang berkutipan "sedia makan gratis" sebagai api pemicu semagat berdemonstrasi). Kalau kurang menghibur, silahkan baca (dan sebaiknya 'tidak usah baca') diary saya sebagai Menteri Pendidikan "IDEALIS" itu, mungkin bisa membantu Anda tertawa.

Terus, mana hubungannya dengan dengan "Neraka"? Mana Satan-nya? Sebenarnya sistem membunuh itu sudah 'memetakan kedua variabel itu dengan jelas' atas syarat anotasi yang jelas kalau Anda menggunakan teknik probabilitas logistika-preposisi yang saya tawarkan, tetapi karena Anda tidak menggunakannya dengan gaya berpikir inteligensia agency yang menjadi mediatornya, maka saya akan membantu Anda 'menjelaskannya di balik tinta jeruk' ini dengan syarat "aspek ini hanya salah satu contoh", karena masih terlalu panjang cerita saya tentang "kebohongan di balik kebohongan berlapis", termasuk bagian kedua yakni keterlibatan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi sebagai suksesor perusak moral manusia, bukan sebagai 'penunjang hidup' yang Anda tahu dari buku dan pengalaman sepotong kue kecil yang berguna itu (karena saya tahu sebagian besar dari Anda terlalu buta untuk dapat mengakses 'kekuatan gaib terbesar dari internet dan 'iblis-iblis kecil' sebagai fasilitatornya (lebih ke media-media atau eksistensi perangkat pendukungnya)). 

Singkat saja:

1) "Membunuh" artinya tidak mengizinkan manusia lain untuk menjadi manusia yang kenal dengan Tuhan 'lebih lama', bukan 'lebih akrab/mesra'. Satan mempermainkan Anda dan saya sebagai manusia yang lebih 'taat dan tunduk' di kakinya dengan melegalkan segala cara agar 'saya berada di atas Anda' atau 'Anda berada di atas saya' - kita berperang secara fisik dan psikologi dengan berbagai cara, untuk men-sah-kan siapa yang 'menang' dan 'kalah' dalam bertahan hidup, bukan saling tarik-menarik (mendukung) tetapi saling dorong-mendorong (konflik).

2) "Membunuh" moral atau batin jangan ditafsir dengan cara Anda, bukan menghasilkan makna melukai hati atau pikiran - tetapi psikologi sebagai sumber kebinasaan. Zona definisi inverted di sini menjadikan "membunuh" benar-benar merupakan sebuah 'proses' menuju 'mati', tidak langsung 'mati'. Dengan terciptanya situasi 'membunuh', Anda dan saya secara perlahan akan menumbuhkan gaya berpikir skeptik, iri hati, memikirkan segala cara dan hal dalam kurun waktu lama, mengisi waktu untuk berpikir-dan-berpikir, sehingga penyakit kebanyakan pikiran akan melahirkan gangguan psikologi yang memengaruhi fisik Anda atau saya. Ini semacam proses suicide atau harakiri yang tidak disadari. Bahkan ketika Anda berhasil mengalahkan saya atau pun sebaliknya, situasi itu akan terus datang menghantui Anda dalam jangka waktu hampir abadi (semi-eternal) yang dikenal dengan 'karangan bunga hitam' atau 'kenangan pahit'. Ilmu Pengetahuan 'dengan terang-terangan' memberikan penjelasan ilmiah bahwa:

  • Bunuh diri: Bunuh diri merupakan presentasi kematian yang paling umum yang berhubungan dengan masalah psikologis. Faktor risiko utama untuk bunuh diri adalah depresi, skizofrenia, kecanduan narkoba atau alkohol, dan masalah keluarga atau relasi sosial.
  • Penyakit mental: Beberapa jenis penyakit mental, seperti depresi mayor atau skizofrenia, dapat menyebabkan presentasi kematian melalui bunuh diri atau karena komplikasi medis yang diakibatkan oleh penyakit tersebut.

  • Kelelahan mental: Kelelahan mental atau burnout dapat menyebabkan presentasi kematian melalui komplikasi medis yang diakibatkan oleh stres yang berkelanjutan.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    7. 7
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Diary Selengkapnya
    Lihat Diary Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun