Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

BENARKAH PETANI BUKAN PROFESI?

23 September 2011   00:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:42 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BENARKAH PETANI BUKAN PROFESI?

Oleh: Trimanto*)

Indonesia adalah Negara kepulauan yang mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah bercocok tanam (bertani). Maka negara kita disebut negara agraris. Termasuk dalam kategori petani adalah petani sawah, petani kebun, petani perkebunan, petani kolam/tambak, dan lain-lain.

Alam atau tanah Indonesia sangatlah luas. Masih banyak tanah yang belum dimanfaatkan dengan baik atau bahkan belum dijamah sama sekali. Terlebih lahan yang berada di luar Pulau Jawa.

Secara umum, masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada hasil dari alam. Mereka bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari hasil bertani, sebagian mereka jual untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup lainnya, seperti sandang dan papan (perumahan).

Tapi yang membuat penulis prihatin adalah sebagian besar petani menganggap bahwa petani itu bukanlah pekerjaan, atau lebih kerennya petani tidak dianggap sebagai profesi. Hal ini disebabkan di antaranya mereka merasa malu atau minder dengan pekerjaan petani. Mereka merasa bahwa petani itu rendah, kotor, tidak membanggakan, penghasilannya tidak menentu dan lain-lain. Sehingga menyebabkan mereka menjadi tidak percaya diri untuk mengatakan diri mereka sebagai petani. Yang mereka sebut pekerjaan adalah apabila seseorang itu bekerja di tempat tertentu dan posisi tertentu serta dengan gaji tertentu pula.

Yang lebih memprihatinkan lagi adalah bahwa para generasi sekarang kebanyakan tidak mau bertani lagi, walau orang tua mereka petani dan mereka tinggal di pedesaan. Setelah lulus sekolah, biasanya mereka lebih suka merantau atau mencari pekerjaan di kota daripada tetap berada di desa dan bertani seperti orang tua mereka. Bahkan, saat masih sekolah pun, anak-anak sekarang sudah enggan untuk pergi ke sawah membantu orang tuanya. Sekarang anak-anak maunya hidup enak tanpa mau bersusah-payah. Sekolah, pergi sekolah dengan sepeda motor, dan pulang sekolah ngeluyur entah ke mana.

Sangat berbeda sekali dengan zaman saya. Sejak SD dulu, saya sudah dibiasakan oleh orang tua untuk membantu ke sawah sesuai dengan kemampuan. Setelah pulang sekolah atau saat hari libur, saya diajak ke sawah untuk membantu orang tua, seperti membantu panen, mencari rumput untuk ternak, atau terkadang saya cuma main-main di sawah atau mencari hewan-hewan kecil. Bermain di sawah saat kecil sangat indah sekali, bahkan hingga kini masih membawa kenangan tersendiri.

Jangan Minder Menjadi Petani

Kalau sekarang ini masih ada orang yang minder menjadi petani, saya pikir hal itu tidaklah beralasan. Saya paling tidak suka jika ada orang yang malu mengatakan bahwa dia adalah seorang petani, atau tidak percaya diri jika ia berasal dari pedesaan.

Menurut saya, petani itu paling mudah lho masuk syurga. Mengapa?

Sebab petani sangat mudah hisabnya di hari kiamat kelak. Jadi petani itu susah untuk menipu, curang, atau merugikan orang lain. Coba saja perhatikan baik-baik, mereka bekerja hampir seluruhnya menggunakan tenaga sendiri. Mereka mencangkul, membajak, menanam, memanen biasanya dilakukan sendiri. Mereka memupuk tanamannya dengan pupuk kandang hasil dari beternak. Bibit tanaman hasil panen sendiri. Mereka juga tidak banyak terikat/terlibat dengan orang atau pihak lain. Sepertinya peluang untuk melakukan perbuatan dosa cukup kecil.

Berbeda jika kita bekerja atau menjabat posisi tertentu. Kemungkinan untuk berbuat dosa sangatlah banyak. Bisa saja kita berbuat curang, berbuat tidak adil, mencuri, korupsi, menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan dan lain-lain. Salah satu contoh yang mudah adalah para pegawai (negeri) kita yang memang tugasnya adalah melayani masyarakat, eh walaupun mereka sudah digaji (lebih dari cukup), tetapi masih meminta imbalan dari setiap pelayanan yang mereka lakukan. Atau mencari uang tambahan dengan melakukan korupsi.

So, malu jadi petani, no way! Bangga menjadi petani, yes!!!

*) Mantan petani dan masih ingin menjadi petani

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun