Mohon tunggu...
Lya Fransiska
Lya Fransiska Mohon Tunggu... Hanya manusia biasa yang sedang mencoba berbagi informasi

Orang yang suka menyendiri dan mencoba berinteraksi lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekolah yang Hidup dalam Harmoni: Implementasi Tri Hita Karana dalam Arsitektur dan Pendidikan SMA

4 Oktober 2025   17:51 Diperbarui: 4 Oktober 2025   17:51 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan: Sekolah Masa Depan yang Berjiwa Tri Hita Karana

Bayangkan sebuah SMA yang bukan sekadar gedung berisi kelas dan papan tulis, tetapi ruang hidup yang menumbuhkan semangat belajar, ketenangan batin, dan kebersamaan sosial.
Sinar matahari masuk lembut ke ruang kelas, taman kecil menjadi tempat membaca, dan suara air kolam menenangkan di tengah jam istirahat.

Sekolah seperti ini bukan hanya indah secara visual --- ia "berjiwa."
Jiwanya adalah Tri Hita Karana (THK), filosofi Bali yang berarti tiga penyebab kebahagiaan: harmoni antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), dengan sesama manusia (Pawongan), dan dengan alam (Palemahan).

Filosofi ini bukan sekadar warisan lokal, melainkan konsep universal yang kini semakin relevan bagi dunia pendidikan dan arsitektur sekolah modern.

Latar Belakang Masalah: Krisis Karakter di Tengah Dinding Beton 

Krisis karakter dan krisis lingkungan menjadi tantangan serius pendidikan kita hari ini.
Remaja SMA menghadapi tekanan akademik, kecemasan sosial, dan dunia digital yang cepat --- sementara banyak sekolah masih didesain kaku dan menekan kreativitas.

Di sisi lain, pembangunan fisik sekolah sering hanya berorientasi pada fungsi, tanpa memikirkan kenyamanan psikologis, spiritual, dan ekologis penggunanya.
Padahal, menurut laporan UNESCO (2022), lingkungan belajar yang sehat dan alami meningkatkan motivasi siswa hingga 25% dan menurunkan stres akademik secara signifikan.

Tri Hita Karana menawarkan paradigma baru: sekolah bukan hanya tempat menimbun ilmu, melainkan ekosistem harmoni yang menumbuhkan kesadaran diri, empati sosial, dan kepedulian lingkungan.

Parahyangan: Ruang Sekolah yang Menenangkan Jiwa

Nilai Parahyangan menekankan hubungan spiritual manusia dengan Tuhan dan kesadaran batin terhadap makna hidup.
Dalam konteks arsitektur sekolah, nilai ini dapat diwujudkan lewat desain yang menenangkan dan memberi ruang refleksi:

  • Taman doa atau ruang hening di pojok sekolah yang bisa digunakan semua siswa tanpa sekat agama.
  • Orientasi bangunan ke arah matahari terbit, sebagai simbol harapan dan awal pembelajaran.
  • Penggunaan cahaya alami untuk menciptakan suasana damai dan hangat di kelas.

Contohnya, SMA Negeri 1 Denpasar memiliki aula reflektif terbuka yang menghadap timur. Cahaya pagi menyinari kegiatan doa dan upacara adat, menciptakan pengalaman spiritual yang lembut namun bermakna.

Dalam sisi pendidikan, Parahyangan hadir melalui pembiasaan seperti doa lintas agama sebelum pelajaran, refleksi mingguan, dan integrasi nilai spiritual dalam setiap mata pelajaran.
Pelajaran Biologi, misalnya, bukan hanya soal sistem tubuh, tetapi juga rasa kagum terhadap kebesaran ciptaan Tuhan.

Pawongan: Arsitektur yang Membangun Kebersamaan dan Pendidikan yang Menumbuhkan Empati

Sekolah adalah miniatur masyarakat.
Desain ruang yang baik bisa menumbuhkan budaya gotong royong dan empati sosial --- dua hal yang kini mulai pudar di tengah budaya kompetitif.

Dalam arsitektur:

  • Ruang kolaboratif terbuka seperti amphitheater, taman belajar, atau learning street menjadi wadah dialog dan kolaborasi lintas kelas.
  • Ruang transisi tanpa dinding tinggi, agar siswa, guru, dan staf berinteraksi secara alami.
  • Area serbaguna yang bisa diubah menjadi tempat pameran, diskusi, atau kegiatan sosial.

Green School Bali adalah contoh nyata bagaimana ruang fisik mendorong interaksi alami. Ruang kelas tanpa dinding dan struktur bambu membuat suasana belajar cair, egaliter, dan penuh kreativitas.

Dalam pembelajaran SMA, nilai Pawongan diterapkan melalui:

  • Project-Based Learning (PjBL) yang mengharuskan kolaborasi.
  • Program mentoring sebaya dan service learning ke masyarakat sekitar.
  • Kegiatan sosial lintas jurusan, seperti bakti lingkungan atau kampanye literasi.

SMA Negeri 8 Malang, misalnya, memiliki "Kelas Kolaboratif" di mana siswa duduk melingkar dan saling bertukar ide. Di ruang semacam ini, interaksi bukan hanya komunikasi --- tapi hubungan manusiawi yang menumbuhkan empati dan tanggung jawab bersama.

 Palemahan: Ruang Sekolah yang Menyatu dengan Alam dan Pendidikan Ramah Lingkungan

Palemahan mengajarkan harmoni dengan alam. Sekolah yang baik seharusnya menjadi ruang belajar ekologis, bukan hanya secara teori tetapi juga arsitektur.

Dalam desain:

  • Ventilasi silang dan pencahayaan alami agar hemat energi.
  • Material lokal ramah lingkungan, seperti kayu daur ulang, bambu, dan batu alam.
  • Kebun edukatif dan taman hidroponik sebagai bagian dari kurikulum.
  • Pengelolaan air hujan (rain harvesting) dan sistem kompos sekolah.

Contohnya, SMA Negeri 3 Denpasar memiliki Palemahan Garden --- taman pembelajaran tempat siswa belajar sains lewat hidroponik, biopori, dan pengolahan kompos.

Dalam pendidikan, nilai Palemahan bisa dihidupkan lewat proyek eco-literacy:

  • Siswa belajar menghitung jejak karbon sekolah.
  • Membuat inovasi sederhana, seperti sabun dari minyak bekas atau eco-brick.
  • Mengintegrasikan isu lingkungan ke semua pelajaran.

Kegiatan seperti Green Challenge, Zero Plastic Week, atau Hari Alam Sekolah membiasakan siswa untuk berpikir ekologis dan bertindak nyata.

Integrasi THK dalam Kurikulum SMA

Kurikulum Merdeka memberi ruang besar untuk memasukkan nilai-nilai THK dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Beberapa tema yang sangat relevan:

  • Kearifan Lokal dan Harmoni Sosial menggali filosofi daerah, seperti THK, sebagai sumber nilai kehidupan.
  • Gaya Hidup Berkelanjutan menggabungkan sains, ekonomi, dan etika ekologis.
  • Kewirausahaan Hijau memadukan kreativitas, tanggung jawab sosial, dan inovasi lingkungan.

Guru dapat menjadi fasilitator yang menanamkan nilai THK melalui pembelajaran reflektif: menulis jurnal harian tentang rasa syukur, membuat proyek kolaboratif lintas mata pelajaran, hingga mendesain ruang kelas hijau bersama siswa.

Sekolah yang menanam pohon bersama lebih dari sekadar kegiatan simbolik --- itu adalah pendidikan yang hidup.

Sekolah Berjiwa Harmoni: Sinergi Arsitektur dan Pendidikan

Ketika desain fisik dan nilai pendidikan bersatu dalam semangat Tri Hita Karana, sekolah akan menjadi ekosistem belajar yang hidup.

  • Bangunan menenangkan jiwa (Parahyangan).
  • Ruang sosial menumbuhkan empati (Pawongan).
  • Lingkungan hijau mendidik kepedulian ekologis (Palemahan).

 Kepala sekolah menjadi arsitek budaya, guru menjadi perancang nilai, dan siswa menjadi penjaga harmoni.

Hasil akhirnya bukan sekadar lulusan dengan nilai tinggi, tetapi manusia muda yang sadar diri, peduli sesama, dan menghargai bumi.

Penutup

Sekolah masa depan tidak diukur dari tinggi gedung atau kemegahan fasilitasnya, tetapi dari seberapa dalam ia menanamkan harmoni.
Tri Hita Karana memberi arah bagi pendidikan yang manusiawi dan berkelanjutan --- di mana belajar berarti hidup dalam keseimbangan dengan Tuhan, sesama, dan alam.

Ketika filosofi ini diterapkan dalam desain ruang, budaya belajar, dan kurikulum SMA, sekolah tak lagi menjadi tempat yang kaku, melainkan taman kehidupan yang menumbuhkan manusia seutuhnya.

Karena sejatinya, pendidikan yang sejati bukan hanya mengajarkan cara berpikir --- tapi juga cara berhati dan berhati-hati terhadap bumi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun