Mohon tunggu...
Herlya Inda
Herlya Inda Mohon Tunggu... Administrasi - Momhomeschooler

I am the ordinary mom, love Kids, Playing, sometimes writing bout me & Kids activity and homeschooling. visit my blog at https://www.herlyaa.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pecah Tangis Kisah Mudik dan Kehangatan Ibu

6 Mei 2020   21:05 Diperbarui: 6 Mei 2020   21:02 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kutipan iklan pertamina tahun 2016 (sumber : youtube official pertamina)

Selalu tersimpan dalam ingatan, Sejak kecil, setiap akhir bulan Ramadan menjelang Idul Fitri, orangtua saya selalu mengajak kami anak-anaknya untuk selalu mudik menemui orangtuanya orangtua saya (Opa dan Oma) meskipun kota yang dituju merupakan kota rantauan beliau.  

Hingga keberadaan opa dan oma sudah tidak ada,  dan saya semakin beranjak besar kemudian hidup terpisah kota dengan orangtua, masa akhir puasa hingga lebaran akhirnya selalu menjadi momen rutin saya untuk mudik berkunjung menemui orang tua saya, pun di kota rantauan beliau.  Yah...saya merupakan bagian dari keluarga yang terbiasa hidup di perantauan.  Kebiasaan mengunjungi orangtua, saya harapkan dapat menurun kepada anak-anak saya untuk mengunjungi orangtua saya, opa dan oma mereka.

Nyatanya keinginan saya tidak pernah terwujud.  Persis satu bulan pernikahan saya, mama meninggalkan kami.  Hanya selang beberapa bulan berikutnya, papa pun menyusul mama.  Persis satu hari setelah mengetahui bahwa saya mengandung cucu pertama mereka.  

Hingga tahun ini, resmi satu dekade saya tidak melakukan mudik lebaran.  Mudik yang katanya pulang kampung sendiri dan biasa disandang saat momen Idul Fitri, justru tidak berlaku untuk saya.  Berkunjung ke kota perantauan orangtua saya untuk berziarah ke makam orangtua, saya lakukan bukan disaat ramadan maupun Idul Fitri.   Kapanpun saat sempat itupun belum tentu setiap tahunnya.  

Kenangan bersama orangtua terutama Mama.
Saya merupakan anak bungsu perempuan yang sering berbeda pendapat dengan mama, namun di saat kami berjauhan, kami selalu merasakan rindu dan selalu menanyakan kabar.  Semua hal yang akan, sedang dan sudah saya lakukan, selalu saya ceritakan kepada beliau.  Mamapun melakukan hal yang sama.  Melakukan hal konyol berebutan sebatang coklat hingga melakukan hal keren travelling hanya berdua saja. Tentang kegalauan, kebahagiaan, rasa sakit, pertentangan, semua punya cerita dan semakin tumpah ruah saat mudik Lebaran.

Iklan Rasional atau Emosional?
Setiap memasuki bulan Ramadan, selalu saja ada iklan baru yang muncul meramaikan suasana puasa.  Dari iklan minuman, makanan, sarung,  dan masih banyak lagi bernuansa momen puasa dan lebaran.  Secara sederhana, iklan memiliki pengertian pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat melalui media.

Tujuan dari iklan tersebut adalah untuk menginformasikan, membujuk atau hanya mengingatkan konsumen. Agar mampu membujuk maupun mempertahankan ingatan konsumen akan produk yang ditawarkan, perlu daya tarik agar tujuan tersebut sampai ke konsumen.  Daya tarik itulah yang bisa menyampaikan pesan secara rasional atau emosional.

Selalu tentang Mudik dan Orangtua (Ibu)
Dari semua jenis iklan yang pernah saya tonton, hanya iklan yang menyentil kehidupan dan sarat emosi membuat terkesan dan bertahan lama dalam hati.  

Tanpa rekayasa, seringkali air mata berlinang disertai dada bergemuruh seolah mengingatkan dan membuat saya berandai-andai.  Seperti iklan Pertamina di tahun 2016 yang membuat saya selalu menangis saat menontonnya.  Apalagi ditahun tersebut, saya baru saja dan masih melewati masa sulit dari sebuah musibah.  Ketika salah satu kutipan dari iklan tersebut yang berbunyi ,"Bersyukurlah yang masih ada orangtua, masih ada waktu untuk membahagiakannya" , kemudian kutipan lainnya yang berbunyi ,"Kalau memang sedang sudah, mengapa memaksakan diri untuk pulang? Perasaan Rindumu itu, oleh-oleh terbaik untuk Mak.  Tak semua orang tua dirindukan oleh anaknya.  Banyak orangtua kesepian, justru saat anaknya sudah berhasil,"

Seketika saya menangis hingga membayangkan, andai saja saya masih memiliki orangtua, masih ada Mama sebagai tempat mengadu, mungkin saat itu saya akan langsung berlari pulang dan memeluk mama untuk menguatkan hati.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun