Mohon tunggu...
Luthfi Musthofa
Luthfi Musthofa Mohon Tunggu... Konsultan - Urban Salik

Ajaran tasawuf adalah puisi yang hidup. Puisi yang senantiasa indah bergema menyentuh dasar sanubari hingga menembus palung rahasia diri terdalam. Karena tasawuf adalah getar energi untuk menjaring sejatinya hidup sekaligus memburu cinta Sang Maha Hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Cyberspace & Cyberspiritual

6 November 2019   02:41 Diperbarui: 6 November 2019   14:57 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lantas apa yang diberikan cyberspace pada kehidupan kita? Kita bisa menyaksikan informasi visual dua dan tiga dimensi, bahkan sekarang kita seolah bisa berinteraksi langsung dengan menggunakan perangkat game supercanggih. Apa hasilnya bagi pengembangan kualitas hidup kita? Adakah kecanggihan cyberspace telah menyanggupkan kita dalam mengembangkan spiritualitas? Atau alih-alih justru malah menciptakan patologi dan mendowngrade diri kita sehingga kompulsif atau obsesif dengan teknologi?

Dunia dalam tabung itu adalah dunia hipperrealitas alias super fantasi. Semakin dalam dan intens interaksinya maka kita semakin terjebak dalam ruang sempit yang disebut  Baudrillard sebagai 'simulakrum' itu. Kita kemudian tak mampu lagi membedakan batas antara kenyataan dengan fantasi. Kehidupan kita hanya eksis di dunia yang dicipta dari impuls rangkaian angka-angka biner, sebuah alam matematis. Kita kemudian mulai terasing dengan aktivitas ruang nyata di luar tabung kecil yang lebih luas, yang udaranya dapat dihirup, benda-benda dapat diraba, yang kita bisa bergerak, berlarian di dalamnya serta berinteraksi dengan sesama manusia langsung dengan ekspresi dan gesturnya. 

Di alam dunia ini kita merasa seolah bebas bergerak tapi sesungguhnya ruhani kita telah terjebak. Jiwa kita bahkan kini terperangkap hiperrealitas. Terkurung dalam gadget. Dunia nyata kita sebut offline sementara dunia maya kita sebut online. Kita perlahan terperangkap di dunia fantasi baru yang ajaib dan mempesona yang mengikis relasi kita dengan 'traditionalspace'.  Kita terlena dalam interaksi ketegangan artifisial dalam game, perang pencitraan di instagram, perang psikologis di facebook, perang kicauan di twitter, gaul dengan teman-teman di Whatsapp, dan tenggelam dalam fantasi drama korea atau fantasi kesaktian para hero di bioskop Netflix.  Tatkala keseharian ruang dan waktu kita begitu terserap di alam semu maka kita sesungguhnya sedang mengkerdilkan ruhani kita. Banyak manusia begitu eksis di dunia maya namun sesungguhnya  jiwa dan ruhaninya kerdil secara spiritual. Spiritualnya terbonsai oleh kesibukan dan keramaian dunia maya.

Teilhard de Chardin, seorang filsuf mistik pernah meramalkan bahwa umat manusia pada akhirnya akan berevolusi dari "biosfer" yang saat ini kita tinggali menuju dunia tanpa tubuh "noosphere".  Saya teringat pegulatan kesadaran Neo dalam film 'The Matrix'. Noosphere mana yang sekarang kini kita pilih: cyberspace yang lebih rendah dari alam maya dunia ini atau 'spiritualspace' alam yang lebih nyata dan lebih tinggi . Di cyberspace kita memang mengalami banyak kebebasan tapi di spiritualspace kita  mengakses kebebasan yang luar biasa yang bermandikan cahaya kebebasan Ilahiyah. 

Di akhir zaman ini sudah saatnya kita mendayagunakan cyberspace bukan hanya sekadar untuk kesenangan dan komersil semata tapi juga mentransformasikannya sebagai cyberspiritual. Cyberspace yang menssupport pertumbuhan dan penguatan ruhani. Jika tidak, maka dipastikan pengalaman cyber kita pada saatnya berada dalam kendali sang mata satu.

@Wallaahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun