Mohon tunggu...
Luthfya Zahra Nur Afifah
Luthfya Zahra Nur Afifah Mohon Tunggu... Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga – 24107030050

Seorang mahasiswa semester awal yang menyukai pembahasan tentang isu-isu sosial, politik, psikologi. Tertarik di bidang budaya, seni dan bahasa. よろしく!greetings!

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bukit Turgo : Tangga Alam yang Mengajarkan Kesabaran

30 Mei 2025   14:16 Diperbarui: 30 Mei 2025   18:44 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangga di Bukit Turgo (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Langit cerah seakan mendukung perjalanan hari ini. Walaupun sedikit mendung, tapi untungnya tidak ada sedikit pun air yang jatuh dari langit. Seakan alam ikut merestui perjalanan pendakian ini. Namun sayangnya, udara juga sekaligus terasa begitu dingin.

Inilah perjalanan spiritual yang disuguhi dengan pemandangan alam yang menyejukkan hati. Untuk rehat sebentar dari hiruk pikuknya kota dan pikiran. Perjalanan pendakian ke Bukit Turgo di Sleman, Yogyakarta.

Pendakian ini juga sekaligus mengantarkan kita untuk berziarah ke makam Syekh Jumadil Kubro. Mungkin, perjalanan ini dapat kita ambil dari sisi filosofis juga. Medan mendaki di bukit turgo tidaklah terlalu sulit. Yang membuat sulit adalah harus menaiki anak tangga sejumlah 1743.

Kesabaran dilatih disini. Kesabaran untuk mencapai puncak. Langkah demi langkah, anak tangga itu terasa seperti ujian kecil yang harus ditaklukkan satu per satu. Semakin tinggi kita melangkah, bukan hanya napas yang diuji, tapi juga pikiran dan hati. Sesekali ingin menyerah dan berhenti, tapi entah mengapa, ada dorongan dari dalam diri untuk terus melangkah. Mungkin karena tahu, bahwa setiap tangga ini bukan hanya jalan menuju puncak, tapi juga jalan menuju ketenangan batin dan konsistensi dalam menyelesaikan sesuatu yang telah di mulai.

Di beberapa titik, kita bisa berhenti sejenak, menengok ke belakang, lalu sadar bahwa kita sudah melangkah cukup jauh. Bukankah begitu juga hidup? Kadang kita terlalu sibuk melihat ke depan sampai lupa bersyukur atas sejauh apa kita sudah bertahan. Di sinilah, Bukit Turgo memberi pelajaran tanpa kata: bahwa perjalanan itu bukan tentang cepat sampai, tapi tentang bagaimana kita menjalaninya dengan sabar dan penuh kesadaran. Perjalanan untuk sampai di puncak Bukit Turgo kira-kira memakan waktu satu setengah jam.

Setibanya di puncak, rasa lelah itu seolah lenyap digantikan oleh pemandangan yang membentang luas dan memanjakan mata. Angin berhembus pelan, membawa kesejukan dan rasa lega. Terlihat dari kejauhan gagahnya Gunung Merapi, berdiri tenang seolah sedang mengawasi semua yang ada di bawahnya. Di momen inilah, hati terasa penuh. Penuh syukur, penuh diam, penuh makna.

gambar mustaka di makam Syekh Jumadil Kubro (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
gambar mustaka di makam Syekh Jumadil Kubro (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Tepat diatas juga terlihat pemandangan dari makam Syekh Jumadil Kubro. Terdapat nisan putih yang dikelilingi oleh besi dan terdapat mustaka di atasnya yang dalam adat Jawa digunakan sebagai simbolis dari area sakral atau penting. Biasanya, mustaka ini diletakkan di puncak cungkup atau pagar makam yang menandakan akan kehormatan orang yang dimakamkan.

Dan seolah telah ditentukan, sesaat setelah kami menginjak puncak, terdengar azan dzuhur mengalun dari kejauhan. Waktu yang pas, untuk sejenak berhenti, menunduk, dan bersyukur untuk kembali mengingat-Nya dan tidak melupakan kewajiban sebagai seorang muslimin. Tetapi ada sedikit keraguan di dalam diri, "apa tidak papa sholat di makam?"

"Sebenarnya disini tidak ada jasadnya, makam ini sebenarnya mengandung arti dari bahasa Arab yaitu 'maqom' atau yang diartikan tempat bersemayam atau bertapa Syekh Jumadil Kubro di Bukit Turgo." Ungkap Mahfud, dosen peradaban islam di UIN Sunan Kalijaga yang membersamai perjalanan di Bukit Turgo.

Penjelasan itu seketika menenangkan hati. Bahwa tempat ini bukan sekadar makam dalam arti fisik, melainkan ruang spiritual yang pernah menjadi tempat Syekh Jumadil Kubro menenangkan diri dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Maka, melaksanakan salat di tempat ini justru terasa sangat dalam dan penuh makna.

Keindahan Alam Bukit Turgo (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Keindahan Alam Bukit Turgo (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Kami pun menggelar sajadah di area yang yang sudah disiapkan, beratap langsung langit yang nampak cerah dan biru. Tidak ada suara kendaraan, tidak ada kebisingan---hanya suara angin, dedaunan, dan bisikan hati yang ingin kembali tenang. Saat takbir pertama terucap, dunia seakan berhenti sejenak. Semua rasa lelah seolah lenyap. Hanya ada hening dan haru serta terasa tidak ada penghalang antara Sang Pencipta.

Usai shalat, suasana hening tak langsung hilang. Justru makin terasa bahwa tempat ini menyimpan banyak cerita dan energi spiritual. Beberapa dari kami memilih untuk duduk lebih lama, merenung, berdoa, atau hanya diam dalam keheningan. Rasanya, Bukit Turgo bukan hanya mengajak kita mendaki secara fisik, tapi juga mengajak jiwa ini untuk naik---sedikit lebih dekat kepada-Nya.

Perjalanan pulang terasa berbeda. Tangga-tangga yang tadi terasa berat kini tak lagi sekeras itu. Mungkin karena hati sudah lebih ringan, atau mungkin karena kita tahu, kita tidak benar-benar kembali ke bawah---kita pulang dengan sesuatu yang bertambah dalam diri.

Setiap perjalanan memang akan berakhir, tapi tidak semua perjalanan memberi makna. Bukit Turgo bukan hanya soal 1743 anak tangga atau seberapa kuat kakimu mendaki. Ia adalah perjalanan untuk mendengarkan sunyi, menyapa diri sendiri, dan kembali pada yang Hakiki.

Kami memang turun dari bukit, namun rasanya tidak benar-benar kembali sebagai orang yang sama. Ada sesuatu yang terbawa pulang---entah itu rasa sabar, syukur, atau mungkin secuil ketenangan yang selama ini sulit dicari.

Dan pada akhirnya, mungkin itu yang membuat perjalanan ke Bukit Turgo layak untuk dikenang: karena ia mengajarkan bahwa untuk bisa melihat lebih luas, kita harus mau mendaki lebih dalam---ke dalam diri sendiri.

foto penulis di Bukit Turgo (Sumber : Dokumentasi pribadi)
foto penulis di Bukit Turgo (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun