Mohon tunggu...
Luthfy Avian Ananda
Luthfy Avian Ananda Mohon Tunggu... Penulis - Kuli Tinta

Pernah belajar di Fakultas Hukum UII, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Antara Bom Thamrin dengan Pengalihan Isu

18 Januari 2016   06:38 Diperbarui: 18 Januari 2016   07:42 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejadian serangan teroris yang melanda Jakarta beberapa waktu lalu tentu meninggalkan kesan miris di tengah masyarakat, meskipun pada akhirnya secara umum rakyat Indonesia khususnya warga Jakarta menyikapi tragedi tersebut dengan kepalan tangan yang menandakan mereka siap bersatu tanpa ragu untuk melawan terorisme atau dengan kata lain ketakutan yang coba ditebarkan oleh para penganut radikalisme ini justru direspon dengan keberanian yang berlipat ganda oleh masyarakat Indonesia. Sudah seperti tradisi bahwa di balik sebuah peristiwa selalu ada sekelumit cerita menarik yang ikut mengiringinya, termasuk juga dengan serangan terorisme yang meletup di kawasan Thamrin, Jakarta empat hari yang lalu. Beberapa kisah menarik saya ikuti sejak awal bom meledak hingga selesainya proses baku tembak ala film hollywood antara aparat dengan para pelaku penyerangan yang disiarkan secara live dan terus menerus oleh media-media di Indonesia dan dunia, mulai dari munculnya hashtag atau tanda pagar #kamitidaktakut yang memberikan pesan perlawanan kepada setiap teroris yang merencanakan serangan untuk NKRI, hingga adanya meme-meme lucu yang justru seakan-akan melucuti nyali para pelaku.

Dari sekian banyak kisah-kisah menarik yang mewarnai kejadian tersebut, dalam tulisan ini saya ingin menyoroti adanya pihak-pihak tertentu yang berpendapat bahwa peristiwa bom Jakarta yang juga merenggut korban jiwa tersebut merupakan sebuah skenario pengalihan isu-isu besar yang sedang terjadi di republik ini dalam kurun waktu belakangan hingga sekarang, mulai dari deadline divestasi saham freeport, operasi tangkap tangan KPK terhadap politisi PDIP yang notabene merupakan partai garda terdepan pendukung Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, hingga pemeriksaan yang dilakukan Kejaksaan Agung Republik Indonesia terhadap Mantan Ketua DPR Setya Novanto terkait rekaman pembicaraan dirinya dengan presdir PT Freeport dan seorang pengusaha yang diduga merupakan sebuah rencana permufakatan jahat dan korupsi. Sebagai seorang penulis dan warga biasa, saya tentu juga sangat menghormati siapapun yang mempunyai pendapat atas suatu kejadian tertentu yang sedang berlangsung, namun yang ingin saya tekankan disini bahwa Pemerintah bersama dengan seluruh elemen masyarakat saat ini sedang memanfaatkan moment bersatu padu untuk memberantas terorisme, maka sangat disayangkan apabila terjadi perpecahan akibat isu-isu yang berkembang di luar dan kemudian mengakibatkan suatu kegaduhan.

Perlu diingat jika serangan 14 Januari 2016 telah mengakibatkan 4 orang warga sipil meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka baik cidera ringan maupun serius, dari jumlah itu juga termasuk aparat yang turut menjadi korban. Tujuan utama teroris melakukan serangan pada target tertentu yang paling utama adalah menebar ketakutan kepada setiap orang yang berseberangan dengan mereka, termasuk kita yang alhamdulillah sampai saat ini masih diberikan kewarasan untuk dapat membedakan mana ajaran yang baik untuk diikuti dan tidak. Teroris juga mengusung suatu misi tertentu untuk memecah belah kelompok masyarakat atas aksi yang mereka selenggarakan, oleh sebab itu, benar jika muncul seruan dari netizen maupun pejabat agar kita semua tidak boleh takut menyambut dan menghadapi kehadiran mereka, karena sesungguhnya keberanian korban adalah ketakutan bagi teroris itu sendiri.

Argumen yang mengatakan bahwa serangan bom Thamrin adalah skenario pengalihan isu yang dilakukan oleh elit pemerintah bersama dengan aparat menurut hemat saya merupakan logika yang terlalu spekulatif sekaligus prematur. Pihak-pihak dari kubu pemerintah melalui POLRI, DENSUS, BIN, TNI, dan yang lainnya saat ini adalah otoritas resmi yang diberikan kewenangan secara penuh dan khusus oleh pemerintah untuk menangani dan menyelesaikan kasus ini, oleh karena itu mereka semua perlu diberikan waktu dan kelonggaran untuk bekerja secara maksimal demi masyarakat Indonesia, dan khususnya Jakarta yang menjadi tujuan utama serangan saat ini. Otoritas berwenang akan semakin tidak maksimal dalam bekerja jika terus-terusan diganggu oleh pandangan yang bersifat prematur dan spekulatif semacam itu dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan serta nihil tanggung jawab.

Coba mulai dari paragraf ini kita runtut satu persatu, kemungkinan-kemungkinan isu tertentu yang coba dialihkan oleh pemerintah jika pendapat dari sebagian orang konyol tersebut memang benar adanya. Saya mulai dari deadline yang diberikan oleh freeport kepada pemerintah tentang divestasi saham yang bertepatan dengan meletusnya bom tersebut. Perlu diketahui bahwa sesungguhnya, lagi-lagi menurut saya berdasarkan fakta yang ada sejauh ini, pemerintah memang belum mampu mengambil alih saham freeport yang sebagian besar kepemilikannya masih dikuasai oleh Amerika Serikat, sehingga harusnya tidak ada alasan bagi eksekutif sebagai pihak yang berwenang dalam konteks ini untuk berkilah bahwa mereka masih bertekuk lutut dan ‘rela’ sumber daya alam raksasa milik indonesia tersebut dikuasai oleh negeri adidaya, toh selama ini bertahun-tahun pemerintah juga tidak pernah menutupi ketidakmampuan mereka untuk melakukan balik nama PT Freeport, sehingga tanpa isu tersebut dialihkan pun, publik akan tetap tahu dan tidak akan menjadi sebuah rahasia besar karena pada pokoknya memang kebobrokan yang terjadi atas kinerja pemerintah bukan lagi sesuatu yang tabu dan harus dirahasiakan saat ini.

Isu selanjutnya adalah pemeriksaan terhadap Setya Novanto oleh Kejaksaan Agung. Dalam perjalanan kasus yang menyeret nama besar dari partai pohon beringin ini, memang tidak pernah lepas dari desas-desus dinamika politik yang mengarah pada trik-trik tertentu yang ia lakukan untuk menghindari jerat hukum. Kita semua tentu masih sama-sama ingat pada saat kasusnya ditangani oleh Mahkamah Kehormatan Dewan, banyak kalangan yang mengatakan bahwa putusan yang dikeluarkan oleh MKD sudah dapat diketahui lebih awal sebelum amar putusan dari majelis hakim keluar karena anggapan persidangan etik tersebut tidak berjalan secara obyektif yang disebabkan oleh duduknya seseorang yang mempunyai bargaining position dan power lebih besar di kursi pesakitan MKD. Setya Novanto dikenal sebagai sosok yang licin karena berbagai dugaan keterkaitan dia dengan kasus-kasus besar di negeri ini, namun selalu saja lolos, jangankan dari jerat sanksi pidana, pemeriksaan terhadap dirinya oleh KPK, Kejaksaan maupun lembaga penegak hukum lainnya juga tidak pernah terjadi. Jadi tidak heran, jika dalam persidangan etik yang sedang berjalan di Mahkamah Kehormatan Dewan kemarin di atas kertas sang mantan Ketua DPR sudah menang, meskipun pada akhirnya tetap mundur dari kursi tertinggi di parlemen, namun Setya Novanto ‘turun gunung’ semata-mata karena surat pengunduran diri yang dikeluarkan olehnya beberapa menit sebelum amar putusan dibacakan oleh majelis Mahkamah Kehormatan Dewan. Lagi-lagi MKD dikalahkannya dengan jurus pencitraan berupa surat sakti pengunduran diri yang seakan-akan membuktikan bahwa ia mempunyai karakter negarawan dan ksatria.

Demikian juga halnya yang terjadi saat kejaksaan Agung mengagendakan pemeriksaan kepada Setya Novanto karena adanya dugaan permufakatan jahat dalam fakta rekaman yang melibatkan suaranya tersebut. Masyarakat menilai bahwa Kejaksaan Agung akan bernasib sama seperti halnya MKD, tidak mampu menandingi perlawanan sengit yang dihidangkan oleh sang ksatria abal-abal, terbukti saat pemanggilan perdana SN tidak hadir, sejak saat itu pula Kejaksaan dinyatakan kalah walk out. Jika bom kemudian dikaitkan dengan pengalihan isu atas kasus tersebut, maka sangat tidak berimbang, karena penegakan hukum yang tumpul di Negara Kesatuan Republik Indonesia selama ini bukan lagi sesuatu yang baru dan menghebohkan bagi masyarakat umum, sehingga tanpa isunya dialihkan pun toh kita semua tetap akan dapat mencium kebusukan penegak hukum di negeri ini jika lagi-lagi gagal memberikan ganjaran pidana untuk Setya Novanto. Demikian pula yang terjadi atas peristiwa tangkap tangak KPK terhadap politisi partai pendukung pemerintah, mari kita ikuti sama-sama saja proses hukumnya, karena sejauh ini rakyat juga sudah paham tentang kekurangan dan kelebihan KPK. Jika kekurangan KPK untuk menangani pelaku korupsi dijadikan dasar alasan pengalihan isu, justru suatu kebodohan besar karena kelemahan lembaga anti rasuah tersebut sudah sama-sama kita ketahui bersama mulai dari munculnya rencana revisi UU KPK yang dinilai akan ‘menggembosi’ lembaga ad hoc tersebut, hingga isu pimpinan KPK edisi baru yang juga dinilai belum teruji dalam memimpin misi pemberantasan korupsi Indonesia. Kenapa saya menolak logika spekulatif dan prematur tentang keterkaitan serangan Jakarta dengan pengalihan isu tertentu yg berkembang?

1. Otoritas yang diberi kewenangan untuk menuntaskan kasus ini, bahkan sampai sekarang masih bekerja melakukan pemeriksaan secara mendalam, sehingga kurang pantas saja apabila ada pihak lain yang tidak berkepentingan sudah membeberkan informasi yg mengundang kegaduhan.

2. Media cetak & elektronik masa kini jauh lebih pintar utk menggali informasi terkait kasus / skandal besar di republik ini, Jauh lebih pintar ketimbang pihak2 yg terlibat langsung dengan kasus besar tersebut, krn sepandai-pandainya mereka menyembunyikan, toh media selalu akan mengetahuinya, apalagi dengan fakta menjamurnya netizen yang gemar berselancar di media sosial meski tidak mengabaikan media mainstream lainnya. Jadi jangan terlalu khawatir, karena kasus lain yang tidak kalah besar tetap akan 'terbuka' dengan bantuan media yang sedikit lebih independen daripada elit pemerintah.

Menyebarkan pandangan bahwa serangan teroris adalah bentuk skenario pengalihan isu politik, hukum dan ekonomi di tengah jatuhnya puluhan korban jiwa dan luka dari kalangan sipil maupun aparat adalah sesuatu yang sangat tidak etis. Sebelum otoritas berwenang mengumumkan secara resmi hasil investigasi penyerangan teroris di Thamrin ini, maka alangkah baiknya bagi kita semua untuk tidak mudah mempercayai isu-isu yang berkembang di luar, apalagi yang didengungkan oleh pihak tertentu tanpa kejelasan asal-usul. Semua itu perlu kita lakukan demi mengormati para korban dan keluarganya, juga untuk menghargai keberanian dan kedewasaan masyarakat Indonesia dalam menyikapi tragedi Thamrin tersebut, dimana kita semua telah sepakat menyatukan tekad untuk melawan dan menumpas aksi terorisme. Cukup teroris saja yang bodoh, sampai kapanpun kita harus tetap menjadi masyarakat cerdas untuk mengalahkan mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun