Mohon tunggu...
luthfi mutaali
luthfi mutaali Mohon Tunggu... pembelajar/dosen/peneliti/konsultan

saya meminati bidang pembangunan wilayah, tata ruang, ekonomi regional dan perencanaan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

DIALOG PENYELAMATAN BUMI (SUSTAINABILITY PLANET) : Menimbang Energi Nuklir Antara Ancaman dan Harapan

21 Oktober 2025   05:24 Diperbarui: 21 Oktober 2025   05:33 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://share.google/images/W7k8YgtOTZ1Hrwd6P

Melanjutkan diksusi dan belajar energi nuklir dengan pakar Nuklir, dengan fokus dialog sustainability planet atau penyelamatan bumi akibat ancaman perubahan iklim. Menimbang Energi Nuklir Antara Ancaman dan Harapan. Tulisan keempat

Peradaban manusia kini berada di ambang krisis eksistensial. Ancaman perubahan iklim yang semakin nyata, dengan peningkatan suhu global, cuaca ekstrem, dan kenaikan permukaan air laut, menuntut kita untuk segera melakukan transisi menuju sumber energi yang bersih dan berkelanjutan. Dalam krisis ini, energi nuklir muncul sebagai salah satu solusi paling potensial, menawarkan kapasitas energi yang besar dengan jejak karbon yang nyaris nol. Namun, di balik tawaran harapan energi bersih ini, terbentang narasi kecemasan yang mendalam, dipicu oleh memori traumatik dari kecelakaan nuklir seperti Chernobyl dan Fukushima, yang membayangi perdebatan sengit antara pihak yang menolak dan menerima pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Dialog konstruktif yang mendalam, yang mampu menengahi kedua kutub pandangan ini, sangat penting untuk merumuskan kebijakan energi masa depan yang bertanggung jawab demi penyelamatan bumi.

Pentingnya penyelamatan bumi melalui energi bersih tidak dapat lagi ditawar. Data menunjukkan bahwa sektor energi merupakan kontributor terbesar emisi gas rumah kaca global, dengan batu bara masih mendominasi bauran energi listrik di banyak negara, termasuk Indonesia yang pada tahun 2025 diproyeksikan masih mengandalkan batu bara sebesar 64,2% (Kementerian ESDM, 2024). Ketergantungan ini mengancam pencapaian target net zero emission pada 2060 dan memperbesar risiko bencana lingkungan. Dalam konteks ini, energi nuklir menawarkan sebuah keunggulan fundamental: kemampuannya menghasilkan listrik dalam skala besar secara stabil (baseload) tanpa mengeluarkan emisi gas rumah kaca selama operasionalnya. Satu reaktor nuklir dapat menggantikan berpuluh-puluh atau bahkan ratusan pembangkit listrik tenaga fosil, secara signifikan mengurangi jejak karbon agregat suatu negara (IAEA, 2023a). Potensi ini menjadikan energi nuklir sebagai alat yang sangat berharga dalam arsip energi bersih untuk mitigasi perubahan iklim.

Sejarah pemanfaatan energi nuklir adalah kisah transformasi paradigma yang dramatis. Dari kekuatan destruktif yang terwujud dalam bom atom Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II, yang menciptakan trauma kolektif dan rasa takut mendalam terhadap teknologi nuklir, paradigma ini perlahan bergeser pada era pasca-perang. Program "Atoms for Peace" yang diluncurkan oleh Presiden Amerika Serikat Dwight D. Eisenhower pada tahun 1953 menandai dimulainya upaya untuk mengarahkan energi nuklir dari ranah militer ke ranah sipil, khususnya untuk pembangkit listrik (World Nuclear Association, 2024a). Pergeseran paradigma ini merupakan hasil dari pemahaman ilmiah yang semakin mendalam terhadap potensi energi besar yang terkandung dalam reaksi fisi nuklir, serta dedikasi para ilmuwan dan insinyur untuk mewujudkan pemanfaatannya secara damai demi kemajuan peradaban. Meskipun bayang-bayang penggunaan senjata nuklir masih melekat, inovasi teknologi dan regulasi yang terus berkembang telah memungkinkan pengembangan energi nuklir sebagai sumber energi yang aman dan efisien.

Nilai efisiensi energi nuklir sungguh luar biasa. Dibandingkan dengan sumber energi lain, energi nuklir menawarkan kepadatan energi yang sangat tinggi; satu gram uranium dapat menghasilkan energi setara dengan berpuluh-puluh ton batu bara atau ribuan liter minyak (IAEA, 2023a). Hal ini berarti kebutuhan bahan bakar yang relatif sedikit untuk menghasilkan volume listrik yang sangat besar. Selain itu, PLTN beroperasi dengan tingkat utilisasi yang sangat tinggi, seringkali mencapai lebih dari 90% kapasitasnya, menjadikannya sumber energi baseload yang sangat andal, berbeda dengan energi terbarukan seperti surya atau angin yang bersifat intermiten dan bergantung pada kondisi cuaca (IAEA, 2023b). Efisiensi ini tidak hanya berdampak pada pasokan energi yang stabil, tetapi juga pada pengurangan kebutuhan lahan yang signifikan dibandingkan dengan pembangkit energi terbarukan lain dengan kapasitas setara, serta meminimalkan biaya operasional jangka panjang setelah investasi awal yang besar.

Namun, perdebatan mengenai energi nuklir tidak dapat dilepaskan dari efek traumatik yang ditimbulkan oleh kecelakaan besar di Chernobyl (1986) dan Fukushima Daiichi (2011). Insiden Chernobyl, yang disebabkan oleh kombinasi desain reaktor yang cacat dan kesalahan operasional, melepaskan sejumlah besar radiasi ke atmosfer, menyebabkan kematian langsung, penyakit jangka panjang, dan pengungsian massal dari wilayah yang luas (IAEA, 2015a). Sementara itu, gempa bumi dan tsunami dahsyat yang melanda Jepang pada tahun 2011 memicu kegagalan beruntun di PLTN Fukushima Daiichi, yang menyebabkan pelepasan radiasi dan mengkhawatirkan dunia tentang kerentanan infrastruktur nuklir terhadap bencana alam ekstrem (IAEA, 2015b). Kejadian-kejadian ini meninggalkan luka mendalam dalam kesadaran publik global, menumbuhkan ketakutan yang mendalam terhadap risiko radiasi dan kegagalan sistem keamanan nuklir.

Kekhawatiran risiko energi nuklir, meskipun beralasan, perlu ditempatkan dalam konteks perkembangan teknologi nuklir terkini, khususnya dalam hal keamanan, keselamatan, dan safeguard. Industri nuklir global telah belajar banyak dari insiden masa lalu dan terus berinovasi untuk meningkatkan standar keselamatan. Desain reaktor generasi baru, seperti reaktor generasi III+ dan reaktor modular kecil (SMRs), mengintegrasikan fitur keselamatan pasif yang lebih andal, yang bekerja secara otomatis tanpa perlu intervensi manusia atau daya eksternal untuk mencegah kecelakaan (World Nuclear Association, 2024b). Selain itu, sistem safeguard yang dikelola oleh IAEA terus diperkuat untuk mencegah proliferasi senjata nuklir dan memastikan bahwa bahan nuklir hanya digunakan untuk tujuan damai, dengan inspeksi dan audit yang ketat (IAEA, 2023c). Perkembangan ini menunjukkan bahwa risiko yang terkait dengan energi nuklir dapat dikelola secara efektif melalui teknologi yang canggih, regulasi yang ketat, dan pengawasan internasional yang independen.

Pengalaman keberhasilan negara lain dalam pengembangan energi nuklir memberikan bukti konklusif mengenai kelayakan dan manfaatnya jika dikelola dengan baik. Prancis, misalnya, telah lama menjadi pemimpin dalam pemanfaatan energi nuklir, dengan lebih dari 70% kebutuhan listriknya dipasok oleh PLTN, yang secara signifikan mengurangi emisi karbon negara tersebut dan menjamin ketahanan energinya (World Nuclear Association, 2024c). Korea Selatan juga telah berhasil membangun dan mengoperasikan sejumlah PLTN secara efisien dan aman, yang memainkan peran vital dalam pertumbuhan ekonomi dan ketahanan energinya (IAEA, 2023d). Bahkan Uni Emirat Arab (UEA) telah menunjukkan keberanian politik dengan membangun PLTN Barakah, yang kini menjadi tulang punggung pasokan listrik bersih negara tersebut, didukung oleh kerangka regulasi yang kuat dan kemitraan internasional. Pengalaman negara-negara ini menegaskan bahwa dengan kepemimpinan politik yang visioner, komitmen terhadap standar keselamatan tertinggi, dan dialog publik yang konstruktif, energi nuklir dapat diwujudkan menjadi solusi energi bersih yang andal dan berkelanjutan.

Menengahi perdebatan pro dan kontra PLTN memerlukan pendekatan yang seimbang dan berbasis bukti. Di satu sisi, kita tidak bisa mengabaikan potensi energi nuklir sebagai alat yang ampuh dalam perang melawan perubahan iklim. Menolak energi nuklir sepenuhnya berarti menolak salah satu solusi paling efektif untuk mengurangi emisi dan menjamin pasokan energi yang stabil. Di sisi lain, kekhawatiran yang muncul dari memori tragedi Chernobyl dan Fukushima adalah nyata dan tidak boleh diremehkan. Namun, menolak energi nuklir secara total karena insiden masa lalu, tanpa mempertimbangkan kemajuan teknologi dan pengalaman yang telah diperoleh, akan menjadi langkah mundur yang merugikan.

Oleh karena itu, Indonesia perlu mengambil jalan tengah yang bijak. Pertama, memastikan bahwa setiap rencana pembangunan PLTN didahului oleh Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang mendalam dan transparan, yang melibatkan partisipasi publik yang bermakna dan analisis risiko yang komprehensif sesuai dengan standar internasional. Kedua, memperkuat kerangka regulasi dan kelembagaan pengawas nuklir agar independen, kuat, dan memiliki kapabilitas untuk menegakkan standar keselamatan dan keamanan tertinggi, sebagaimana diamanatkan oleh UU Ketenaganukliran dan direkomendasikan oleh IAEA. Ketiga, mengedepankan dialog publik yang berbasis pengetahuan dan sains, yang secara aktif mengatasi kesalahpahaman dan membangun pemahaman yang akurat tentang teknologi nuklir, manfaatnya, serta langkah-langkah mitigasi risikonya. Ini berarti memberikan informasi yang jelas mengenai perbedaan antara senjata nuklir dan PLTN, serta menjelaskan konsep radiasi dan pengelolaan limbah radioaktif secara bertanggung jawab. Keempat, mengutamakan pengembangan teknologi reaktor generasi terbaru yang memiliki fitur keselamatan pasif yang lebih unggul, serta mempertimbangkan potensi penggunaan Small Modular Reactors (SMRs) yang menawarkan fleksibilitas dan keamanan yang lebih baik. Kelima, terus memperkuat kerjasama internasional dengan IAEA dan negara-negara yang memiliki pengalaman sukses dalam pengembangan energi nuklir untuk transfer teknologi, pelatihan sumber daya manusia, dan penerapan praktik terbaik dalam keselamatan dan keamanan.

Penyelamatan bumi dari ancaman perubahan iklim adalah tugas bersama yang mendesak. Energi nuklir, dengan potensinya sebagai sumber energi bersih dan rendah emisi, menawarkan harapan yang signifikan, namun juga membawa kekhawatiran yang tak terhindarkan akibat memori insiden nuklir masa lalu. Indonesia berdiri di persimpangan jalan, di mana keputusan mengenai energi nuklir akan sangat menentukan masa depan energi dan lingkungan bangsa. Dengan mengadopsi pendekatan yang seimbang, yang mengakui potensi energi nuklir sambil secara serius mengelola risikonya melalui regulasi yang ketat, teknologi yang aman, dialog publik yang konstruktif, dan pengalaman internasional, Indonesia dapat membuat keputusan yang bijak. Jalan tengah ini bukan tentang memilih antara menolak atau menerima secara mutlak, melainkan tentang bagaimana kita dapat memanfaatkan energi nuklir secara bertanggung jawab, sebagai bagian integral dari strategi multi-faceted untuk menyelamatkan bumi demi generasi mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun