Mohon tunggu...
luthfi mutaali
luthfi mutaali Mohon Tunggu... pembelajar/dosen/peneliti/konsultan

saya meminati bidang pembangunan wilayah, tata ruang, ekonomi regional dan perencanaan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PERAN PELABUHAN DARAT (DRY PORT) DALAM SISTEM RANTAI PASOK DAN LOGISTIK INDONESIA. Menuju Efisiensi Spasial dan Ekonomi

26 September 2025   05:30 Diperbarui: 26 September 2025   05:32 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://share.google/images/qCjYWwG5TKG3HREBE

Tulisan ke 5 (terakhir) topik Supply Chain Management, merespon Direktur Utama PT Jababeka Infrastruktur, Didik Purbadi

Tantangan struktural biaya logistik yang tinggi di Indonesia, yang menurut Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (2020) mencapai 23-24% dari PDB, jauh melampaui rata-rata ASEAN sekitar 13%, terus menjadi hambatan fundamental bagi daya saing ekonomi nasional. Dalam konteks ini, upaya pemerintah untuk menargetkan penurunan biaya logistik hingga 8% pada tahun 2045 melalui platform digital dan solusi inovatif, seperti yang disampaikan oleh Direktur Utama PT Jababeka Infrastruktur, Didik Purbadi, harus mendapatkan dukungan penuh dan kajian mendalam (CNBC Indonesia, 2025). Kehadiran dry port, seperti Cikarang Dry Port yang telah beroperasi sejak 2010, merupakan salah satu inovasi krusial yang menawarkan solusi efisiensi dengan memangkas biaya logistik, memperkuat ekspor-impor, dan membuka akses bagi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) (Jababeka Infrastruktur, 2025). Pemahaman peran dry port dari perspektif supply chain management (SCM) dan supply chain geography menjadi esensial untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam lanskap logistik Indonesia yang kompleks.

Dry port, atau pelabuhan darat, adalah fasilitas logistik darat yang terhubung dengan pelabuhan laut melalui transportasi darat, biasanya kereta api atau jalan raya, yang berfungsi sebagai pusat konsolidasi, stuffing/stripping peti kemas, dan penyimpanan sebelum atau sesudah pengiriman laut (Rundh, 2005). Dalam konteks Indonesia sebagai negara kepulauan, dry port memiliki peran geografis dan ekonomi yang strategis. Dengan memindahkan sebagian fungsi pelabuhan laut ke daratan yang lebih dekat dengan pusat industri atau sentra produksi, dry port dapat mengurangi kepadatan di pelabuhan utama, mempercepat proses kepabeanan, dan meminimalkan waktu tunggu kapal. Ini secara langsung berkontribusi pada penurunan biaya transportasi karena menghemat waktu kapal dan mengurangi biaya penanganan peti kemas di pelabuhan laut yang seringkali sangat mahal (Koster, 2008).

Pentingnya dry port juga terlihat dari perspektif SCM modern yang menekankan pada integration dan visibility. Dengan adanya dry port, rantai pasok menjadi lebih terintegrasi karena konsolidasi barang dapat dilakukan lebih awal di darat, mengurangi kompleksitas penanganan di pelabuhan laut. Digitalisasi platform yang didukung oleh dry port memungkinkan visibilitas yang lebih baik terhadap pergerakan barang dari sentra produksi hingga ke pelabuhan tujuan, baik domestik maupun internasional (Accenture, 2023). Kasus Cikarang Dry Port, yang berlokasi di tengah kawasan industri besar dan terhubung baik dengan Pelabuhan Tanjung Priok, menjadi contoh nyata bagaimana fasilitas ini dapat memangkas biaya logistik, mempercepat proses ekspor-impor, dan memberikan kemudahan akses bagi UMKM yang secara historis seringkali menghadapi kendala dalam logistik berskala besar (CNBC Indonesia, 2025).

Namun, seperti yang disorot oleh Didik Purbadi, tantangan logistik di Indonesia tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga multifaset, mencakup regulasi yang berubah-ubah, standar layanan yang belum merata, serta lemahnya diplomasi perdagangan (CNBC Indonesia, 2025). Di sinilah peran dry port sebagai fasilitator efisiensi menjadi semakin krusial. Dengan menyediakan fasilitas yang terstandarisasi dan terintegrasi, dry port dapat membantu menyelaraskan standar layanan logistik. Selain itu, konektivitas antara pelabuhan laut, dry port, kawasan industri, dan hinterland (sentra produksi pertanian, perkebunan, perikanan, ekonomi kreatif, dan lainnya) merupakan elemen vital yang dinilai krusial untuk mendorong daya saing industri dan menjaga keberlanjutan investasi nasional (Jababeka Infrastruktur, 2025). Tanpa konektivitas yang mulus ini, potensi efisiensi yang ditawarkan oleh dry port tidak akan sepenuhnya tercapai.

Dari sudut pandang supply chain geography, pengembangan jaringan dry port yang strategis dan terintegrasi dapat membentuk koridor-koridor logistik yang lebih efisien. Penempatan dry port tidak hanya harus mempertimbangkan kedekatan dengan pelabuhan laut, tetapi juga dengan sentra-sentra produksi di hinterland. Ini membutuhkan analisis spasial yang mendalam untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi optimal yang mampu menghubungkan berbagai titik dalam rantai pasok, mulai dari produsen di daerah terpencil hingga pasar global. Digitalisasi platform yang terintegrasi dengan jaringan dry port dapat memberikan visibilitas end-to-end, memungkinkan pelacakan barang secara real-time dan optimasi rute yang lebih baik, sehingga secara signifikan menekan biaya logistik. Pendekatan ini selaras dengan prinsip-prinsip optimasi jaringan dalam geografi transportasi (Haggett, 1965).

Untuk memaksimalkan peran dry port dalam menurunkan biaya logistik Indonesia, beberapa kebijakan strategis perlu dipertimbangkan. Pertama, pemerintah perlu mendorong pengembangan jaringan dry port yang lebih luas dan merata di seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya terkonsentrasi di Jawa. Ini memerlukan studi kelayakan spasial yang cermat untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi strategis yang memiliki potensi ekonomi dan aksesibilitas logistik yang memadai di luar Jawa, serta insentif bagi investor swasta untuk membangun fasilitas tersebut. Pendekatan facility location analysis (Drezner & Hamacher, 2004) dapat menjadi dasar metodologis untuk ini. Kedua, harmonisasi regulasi dan penyederhanaan prosedur kepabeanan dan karantina di dry port harus diutamakan untuk memastikan efisiensi operasional yang maksimal, sejalan dengan upaya digitalisasi yang sedang digalakkan (Accenture, 2023). Ketiga, integrasi fisik dan digital antara pelabuhan laut, dry port, kawasan industri, dan sentra produksi di hinterland harus menjadi prioritas. Pembangunan infrastruktur penghubung yang memadai, seperti rel kereta api dan jalan tol logistik, serta platform digital yang terintegrasi, akan memastikan aliran barang yang lancar dan efisien, yang pada akhirnya akan menurunkan biaya logistik dan meningkatkan daya saing produk Indonesia (Coyle et al., 2016).

Dry port bukan sekadar fasilitas logistik tambahan, melainkan komponen strategis dalam arsitektur rantai pasok dan logistik Indonesia yang modern dan efisien. Dengan dukungan terhadap digitalisasi, harmonisasi regulasi, dan yang terpenting, pengembangan jaringan dry port yang terintegrasi secara spasial dengan kawasan industri dan sentra produksi di hinterland, Indonesia dapat secara signifikan memangkas biaya logistik, memperkuat daya saing industri, dan mewujudkan target penurunan biaya logistik yang ambisius di masa depan. Peran proaktif pemerintah dalam memfasilitasi dan mengawasi pengembangan ekosistem logistik yang terintegrasi ini akan menjadi kunci keberhasilan dalam mentransformasi tantangan geografis menjadi keunggulan kompetitif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun