Seri PANCA EKONOMI RPJMN, green economy, bule economy, digital economy, SYARIAH ECONOMY, dan industrial economy.(Tulisan ke3)
Penyertaan kebijakan Ekonomi Syariah dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 oleh Pemerintah Indonesia merupakan sebuah langkah strategis yang sangat relevan dan memiliki potensi besar untuk mewujudkan pembangunan yang lebih berkeadilan, inklusif, dan berkelanjutan. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki fondasi sosial dan budaya yang kuat untuk mengadopsi dan mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah. Namun, agar Ekonomi Syariah tidak hanya menjadi slogan politik semata, diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai esensinya, serta perancangan dan implementasi yang terencana, strategis, dan didukung oleh bukti ilmiah serta pengalaman nyata.
Secara fundamental, Ekonomi Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang berlandaskan pada ajaran Islam, yang bersumber utama dari Al-Qur'an dan Hadits, serta ijtihad para ulama. Sistem ini tidak hanya mengatur transaksi keuangan, tetapi juga mencakup seluruh aspek kegiatan ekonomi, mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, hingga investasi, dengan tujuan utama mencapai falah (kebahagiaan dunia dan akhirat) bagi seluruh umat manusia (Chapra, 2008). Prinsip-prinsip utamanya meliputi larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian berlebihan), maysir (spekulasi), serta penekanan pada keadilan, kemaslahatan umum (maslahah), distribusi kekayaan yang merata, dan etika bisnis yang tinggi. Konsep riba yang diharamkan, misalnya, mendorong sistem keuangan berbasis bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) yang lebih adil dan mengurangi eksploitasi (Karim, 2017). Selain itu, kewajiban zakat, infak, dan sedekah dalam Ekonomi Syariah berfungsi sebagai instrumen penting untuk pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan, sejalan dengan prinsip maslahah.
Potensi dan pentingnya Ekonomi Syariah dalam pembangunan Indonesia sangatlah besar. Indonesia memiliki pasar keuangan syariah yang terus berkembang pesat, mulai dari perbankan syariah, pasar modal syariah (seperti saham dan sukuk), hingga industri keuangan non-bank syariah. Pertumbuhan ini bukan hanya mencerminkan permintaan pasar, tetapi juga menunjukkan keselarasan prinsip-prinsip syariah dengan kebutuhan pembangunan yang berkeadilan. Manfaat positif dari penerapan Ekonomi Syariah sangatlah multidimensional. Pertama, Ekonomi Syariah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan menyediakan akses pembiayaan yang lebih adil bagi usaha kecil dan menengah (UKM) serta masyarakat berpenghasilan rendah melalui instrumen bagi hasil dan pembiayaan mikro syariah (Asy'ari, 2018). Kedua, adanya larangan riba dan spekulasi dapat menciptakan stabilitas sistem keuangan, mengurangi potensi krisis finansial, dan mendorong investasi produktif yang berbasis aset riil. Ketiga, penekanan pada etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility yang sejalan dengan konsep maslahah) dapat meningkatkan kepercayaan publik dan menciptakan iklim investasi yang lebih baik. Keempat, instrumen zakat dan filantropi Islam dapat menjadi sumber pendanaan alternatif yang signifikan untuk pembangunan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan, melengkapi anggaran negara.
Untuk mengimplementasikan Ekonomi Syariah secara terencana dan strategis, diperlukan penetapan konsepsi dan indikator yang jelas dan terukur, yang selaras dengan nilai-nilai syariah dan tujuan pembangunan nasional. Konsepsi Ekonomi Syariah di Indonesia haruslah mencakup pengembangan ekosistem ekonomi syariah yang terintegrasi, mulai dari lembaga keuangan syariah yang kuat, pasar modal syariah yang likuid, industri halal yang kompetitif, hingga praktik bisnis yang etis dan bertanggung jawab. Indikator keberhasilan dapat mencakup peningkatan pangsa pasar produk dan layanan keuangan syariah, peningkatan jumlah dan aset lembaga keuangan syariah, pertumbuhan pasar modal syariah, peningkatan penerimaan zakat dan pemanfaatannya untuk pembangunan, penurunan tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, serta peningkatan indeks inklusi keuangan syariah. Sebagai contoh, target peningkatan pangsa industri keuangan syariah terhadap total aset keuangan nasional, atau target peningkatan penerimaan zakat nasional yang dapat diukur dan dikaitkan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), dapat menjadi indikator kunci keberhasilan.
Dalam pelaksanaannya, Ekonomi Syariah di Indonesia memiliki peluang yang sangat besar sekaligus tantangan yang signifikan. Peluang terbesar terletak pada mayoritas penduduk Muslim Indonesia yang menjadi pasar potensial yang sangat besar, serta dukungan kebijakan pemerintah yang semakin kuat dalam pengembangan ekonomi syariah. Selain itu, pertumbuhan ekonomi syariah global yang pesat dan meningkatnya minat investor internasional terhadap instrumen keuangan syariah juga menjadi peluang yang patut dimanfaatkan. Namun, tantangan yang dihadapi juga tidak sedikit. Pertama, masih adanya persepsi bahwa ekonomi syariah hanya terbatas pada sektor keuangan dan belum sepenuhnya terintegrasi dengan sektor riil lainnya. Kedua, keterbatasan sumber daya manusia yang kompeten di bidang ekonomi syariah, baik dari sisi keilmuan maupun praktik. Ketiga, edukasi dan sosialisasi yang belum optimal kepada masyarakat mengenai prinsip dan manfaat ekonomi syariah secara menyeluruh. Keempat, tantangan dalam harmonisasi regulasi antara sistem keuangan syariah dan konvensional, serta penegakan hukum yang konsisten. Kelima, persaingan dengan sistem keuangan konvensional yang sudah mapan dan memiliki infrastruktur yang lebih kuat.
Oleh karena itu, untuk merealisasikan Ekonomi Syariah sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2025-2029 secara terencana dan strategis, pemerintah Indonesia perlu menempuh beberapa usulan kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi. Pertama, penguatan ekosistem ekonomi syariah yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Ini mencakup pengembangan industri halal yang kuat, pasar modal syariah yang inovatif, serta sektor riil yang berbasis prinsip syariah. Kedua, peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan yang komprehensif di bidang ekonomi syariah. Kurikulum yang relevan dan program sertifikasi yang diakui perlu dikembangkan untuk menghasilkan profesional yang kompeten. Ketiga, intensifikasi edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas. Kampanye yang menyasar berbagai lapisan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang prinsip, manfaat, dan produk ekonomi syariah sangatlah penting. Keempat, penyempurnaan kerangka regulasi dan pengawasan yang mendukung pertumbuhan ekonomi syariah secara berkelanjutan. Harmonisasi regulasi dan penegakan hukum yang konsisten akan menciptakan kepastian hukum dan iklim investasi yang kondusif. Kelima, pengembangan instrumen keuangan syariah yang inovatif dan inklusif. Diversifikasi produk pembiayaan, investasi, dan layanan syariah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, termasuk bagi UMKM dan kelompok rentan, perlu terus didorong. Keenam, memanfaatkan potensi zakat, infak, dan sedekah sebagai instrumen pembangunan sosial yang efektif. Penguatan lembaga pengelola zakat dan transparansi penyalurannya akan memaksimalkan kontribusi sektor ini terhadap pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan. Dengan mengambil langkah-langkah kebijakan yang terarah dan terintegrasi ini, Ekonomi Syariah dapat bertransformasi dari sekadar pilihan alternatif menjadi pilar utama pembangunan nasional yang memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia, sejalan dengan ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI