Mohon tunggu...
luthfi mutaali
luthfi mutaali Mohon Tunggu... pembelajar/dosen/peneliti/konsultan

saya meminati bidang pembangunan wilayah, tata ruang, ekonomi regional dan perencanaan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

INDONESIA EMAS HIJAU 2045. Peta Jalan Strategis Menuju Pembangunan Rendah Karbon

22 Juli 2025   06:12 Diperbarui: 22 Juli 2025   06:27 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/g8fuePHfxEfYBfN86

Tulisan 2,

Perubahan iklim global bukan lagi sekadar ancaman teoritis, melainkan realitas yang dampaknya semakin terasa di seluruh penjuru planet, termasuk Indonesia. Laporan-laporan ilmiah dari IPCC secara konsisten menunjukkan peningkatan suhu rata-rata global yang dipicu oleh emisi gas rumah kaca (GRK) antropogenik, mengakibatkan fenomena cuaca ekstrem yang semakin sering dan intens, kenaikan permukaan air laut yang mengancam wilayah pesisir, serta degradasi ekosistem yang serius (IPCC, 2021; IPCC, 2022). Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, dampak ini sangat signifikan, mengancam ketahanan pangan, ketersediaan air bersih, kesehatan masyarakat, serta stabilitas ekonomi dan sosial (IPCC, 2022). Menghadapi tantangan eksistensial ini, paradigma Pembangunan Rendah Karbon (Low Carbon Development/LCD) muncul sebagai solusi strategis yang memungkinkan Indonesia untuk terus tumbuh secara ekonomi sembari memitigasi perubahan iklim dan beradaptasi terhadap dampaknya.

Secara global, konsep LCD mulai menguat sejak dekade terakhir abad ke-20, sebagai respons terhadap kesadaran bahwa model pembangunan yang bergantung pada bahan bakar fosil tidak berkelanjutan dalam jangka panjang (Nordhaus, 1977). Perjanjian Paris 2015 menjadi tonggak penting yang mengikat negara-negara untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi dekarbonisasi. Di Indonesia, adopsi LCD sebagai kerangka pembangunan nasional semakin diperjelas melalui dokumen-dokumen perencanaan seperti RPJMN 2020-2024 dan strategi jangka panjang untuk ketahanan iklim rendah karbon 2050 yang dirancang oleh Bappenas (Bappenas, 2019; Bappenas, 2021). Komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi GRK juga tercermin dalam NDC-nya, yang terus diperbarui untuk meningkatkan ambisinya (Pemerintah Indonesia, 2021). Pergeseran paradigma ini mencerminkan pemahaman bahwa pembangunan yang berorientasi pada rendah karbon adalah kunci untuk mencapai kemakmuran yang berkelanjutan dan berketahanan di tengah perubahan global.

Untuk mewujudkan visi Indonesia Emas Hijau, dibutuhkan strategi pentahapan yang matang dan terarah. Tahap pertama, yang dapat disebut sebagai "Fondasi Dekarbonisasi" (2025-2030), menekankan pada penguatan kerangka kebijakan, peningkatan kesadaran, dan percepatan adopsi teknologi rendah karbon di sektor-sektor kunci. Ini meliputi harmonisasi regulasi pendukung energi terbarukan, penetapan target efisiensi energi yang ambisius di industri dan bangunan, serta penguatan kebijakan pengelolaan hutan dan lahan untuk mengurangi deforestasi dan degradasi lahan. Investasi pada riset dan pengembangan teknologi hijau serta pengembangan kapasitas sumber daya manusia menjadi prioritas. Tahap kedua, "Akselerasi Transisi Energi dan Ekonomi Sirkular" (2030-2045), berfokus pada percepatan peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan, pengembangan ekonomi sirkular yang masif, serta implementasi kebijakan harga karbon dan insentif emisi nol. Pada tahap ini, sektor transportasi hijau, industri manufaktur rendah karbon, dan sistem pertanian berkelanjutan akan mulai mendominasi. Tahap ketiga, "Pencapaian Emisi Nol Bersih dan Ketahanan Iklim Penuh" (2045-2050 dan seterusnya), bertujuan untuk mencapai target emisi nol bersih (net-zero emission) dan membangun ketahanan iklim yang komprehensif di seluruh sektor pembangunan. Pada tahap ini, seluruh sistem ekonomi dan sosial telah bertransformasi menuju prinsip keberlanjutan.

Tantangan dalam implementasi strategi pentahapan ini tentu tidak ringan. Di tahap awal, diperlukan kemauan politik yang kuat untuk mengatasi resistensi dari industri padat karbon dan memastikan keadilan sosial dalam transisi energi agar tidak ada kelompok masyarakat yang tertinggal. Kebutuhan investasi yang besar untuk pengembangan infrastruktur hijau dan teknologi baru juga menjadi tantangan signifikan, memerlukan skema pendanaan inovatif dari berbagai sumber, termasuk kemitraan publik-swasta dan dukungan internasional (ADB, 2020). Selain itu, koordinasi antarlembaga pemerintah yang efektif dan partisipasi aktif dari sektor swasta serta masyarakat sipil sangat penting untuk memastikan keberhasilan setiap tahapan. Media massa memiliki peran krusial dalam menyebarkan informasi yang akurat dan membangun opini publik yang mendukung agenda pembangunan rendah karbon, seperti yang seringkali diberitakan oleh media terkemuka (Kompas, 2023; Tempo, 2022).

Pentingnya mengarusutamakan strategi dan pentahapan pembangunan rendah karbon di Indonesia terletak pada kemampuannya untuk menciptakan masa depan yang tidak hanya bebas dari ancaman perubahan iklim, tetapi juga lebih sejahtera, berkeadilan, dan berketahanan. LCD bukan hanya tentang mitigasi emisi, tetapi juga tentang penciptaan peluang ekonomi baru, peningkatan kualitas hidup masyarakat, dan penguatan kedaulatan bangsa melalui kemandirian energi. Dengan memetakan jalan secara jelas melalui strategi pentahapan, Indonesia dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada, menarik investasi yang tepat, dan memastikan transisi yang mulus menuju ekonomi hijau yang inovatif dan kompetitif di kancah global.

Untuk mewujudkan Indonesia sebagai pemimpin dalam pembangunan rendah karbon dan mencapai target emisi nol bersih, diperlukan sebuah strategi pentahapan yang jelas dan terukur, yang mampu mengarahkan seluruh elemen bangsa menuju masa depan yang berkelanjutan. Pentahapan ini harus dimulai dengan penguatan fondasi kebijakan dan kapasitas pada periode 2025-2030, dilanjutkan dengan akselerasi transisi energi dan ekonomi sirkular pada 2030-2045, dan berpuncak pada pencapaian emisi nol bersih serta ketahanan iklim penuh pada 2045-2050.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah kebijakan konkret, (1) Pengembangan Peta Jalan Dekarbonisasi Sektoral yang Rinci, (2) Pembentukan Mekanisme Pendanaan Hijau yang Inklusif, (3) Penguatan Kebijakan Insentif dan Disinsentif, (4) Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia, (5) Penguatan Kerangka Monitoring, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV): Membangun sistem MRV yang kuat dan transparan untuk memantau kemajuan pencapaian target LCD dan emisi GRK, serta memastikan akuntabilitas dan efektivitas kebijakan yang dijalankan.nDengan strategi pentahapan yang jelas dan didukung oleh kebijakan yang kuat serta kolaborasi multi-pihak, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi teladan dalam pembangunan rendah karbon, menciptakan masa depan yang lebih hijau, sejahtera, dan berketahanan bagi seluruh rakyatnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun