Tulisan 1, didedikasikan untuk Pahlawan Kei, Mahasiswa KKN UGM (Septian Eka Rahmadi dan Bagus Adi Prayogo,Â
Rahimahullah)
Tragedi tenggelamnya kapal yang merenggut nyawa dua mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) saat menjalankan program revitalisasi terumbu karang di Kepulauan Kei, Maluku Tenggara, menjadi sebuah pengingat yang sangat memilukan tentang kerapuhan hidup dan kerentanan pulau-pulau kecil di hadapan perubahan iklim. Peristiwa ini, yang terjadi saat mereka berdedikasi pada program Artificial Patch Reef (APR) sebagai bagian dari upaya konservasi, seharusnya tidak hanya menjadi berita duka, tetapi juga momentum untuk merefleksikan secara mendalam ancaman eksistensial yang dihadapi pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia, khususnya di wilayah kepulauan seperti Maluku. Perubahan iklim global, yang ditandai dengan kenaikan suhu rata-rata dunia dan pencairan es kutub, kian nyata mengancam kelangsungan fisik pulau-pulau kecil, mengubah lanskap pesisir, dan merusak sistem penghidupan masyarakat yang bergantung padanya. Kenaikan muka air laut, peningkatan intensitas badai, dan pengasaman laut merupakan ancaman langsung yang dapat menyebabkan abrasi pantai, intrusi air asin ke sumber air tawar, dan degradasi ekosistem vital seperti terumbu karang dan mangrove yang menjadi benteng pertahanan alami (IPCC, 2019; Burke et al., 2018).
Kepulauan Kei, dengan pesona pantai pasir putihnya yang legendaris dan keindahan bawah lautnya yang memukau, sejatinya adalah potret dari kekayaan alam Indonesia yang juga sangat rentan. Terdiri dari ratusan pulau kecil, lanskap geografis Kepulauan Kei menyimpan denyut kehidupan masyarakat yang erat kaitannya dengan laut dan ekosistem pesisirnya. Keberadaan pulau-pulau kecil ini, yang seringkali memiliki daratan yang sempit dan dataran rendah, menjadikan mereka garda terdepan dalam merasakan dampak perubahan iklim secara langsung dan intens. Upaya konservasi dan perlindungan pulau kecil secara menyeluruh menjadi sebuah keniscayaan, bukan lagi pilihan. Program revitalisasi terumbu karang dengan metode APR yang digagas oleh mahasiswa KKN UGM, meskipun berakhir tragis, mencerminkan kesadaran akan pentingnya memulihkan ekosistem laut yang menjadi penopang kehidupan. Terumbu karang, sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati laut yang luar biasa, tidak hanya penting untuk perikanan tangkap yang menjadi sumber protein dan pendapatan utama masyarakat pesisir, tetapi juga berperan sebagai pemecah gelombang alami yang melindungi garis pantai dari erosi (Scott & Marshall, 2018). Kerusakan terumbu karang akibat pemanasan global dan polusi akan memperparah kerentanan pulau-pulau kecil terhadap kenaikan muka air laut dan badai.
Di tengah ancaman perubahan iklim yang kian nyata, pengelolaan pulau-pulau kecil seperti di Kepulauan Kei menghadapi serangkaian peluang sekaligus tantangan yang kompleks. Peluangnya terletak pada potensi sumber daya alam yang melimpah, mulai dari keindahan alam yang menarik pariwisata berkelanjutan, hingga potensi perikanan yang jika dikelola dengan baik dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Inisiatif seperti program KKN mahasiswa UGM membuka peluang kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat lokal untuk bersama-sama mencari solusi serius konservasi dan adaptasi. Namun, tantangannya jauh lebih besar. Keterbatasan infrastruktur, aksesibilitas yang sulit, sumber daya manusia yang terbatas, serta minimnya kemudahan akses terhadap pendanaan dan teknologi menjadi hambatan serius. Selain itu, isu pembangunan yang kadang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan, serta konflik kepentingan antara pemanfaatan sumber daya dan konservasi, semakin memperumit upaya perlindungan (Jovanovi & Lobe, 2020; MacKenzie & Mumby, 2013). Ketergantungan ekonomi yang tinggi pada sektor perikanan dan pertanian, yang keduanya sangat sensitif terhadap perubahan iklim, membuat masyarakat pulau kecil semakin rentan terhadap kerugian ekonomi dan ketidakamanan pangan.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah strategi manajemen dan kebijakan yang komprehensif dan terpadu untuk menghadapi kerentanan pulau-pulau kecil di Maluku Tenggara dan wilayah kepulauan serupa lainnya. Pertama, kebijakan adaptasi berbasis ekosistem harus menjadi prioritas utama, dengan fokus pada perlindungan dan restorasi ekosistem mangrove dan terumbu karang sebagai benteng alami. Pemerintah daerah dan pusat perlu meningkatkan investasi dalam program-program konservasi yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal, seperti yang dicita-citakan oleh program KKN mahasiswa UGM, namun dengan memastikan aspek keselamatan dan keberlanjutan yang memadai. Kedua, pengembangan sistem peringatan dini dan mitigasi bencana yang efektif sangat krusial, mengingat pulau-pulau kecil adalah yang pertama merasakan dampak cuaca ekstrem. Ini mencakup peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana dan penyediaan infrastruktur pendukung yang memadai. Ketiga, diversifikasi ekonomi lokal perlu didorong untuk mengurangi ketergantungan pada sektor yang rentan terhadap perubahan iklim, dengan mengembangkan sektor pariwisata berkelanjutan, perikanan budidaya yang ramah lingkungan, dan produk-produk ekonomi kreatif berbasis kelautan. Keempat, penguatan kapasitas kelembagaan dan tata kelola pulau kecil sangat penting, termasuk pembentukan badan pengelola pulau kecil yang terintegrasi dan memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan berbagai sektor. Akhirnya, peningkatan riset aplikatif dan pemantauan berkelanjutan terhadap dampak perubahan iklim di pulau-pulau kecil harus terus didukung, agar kebijakan yang dirumuskan selalu berbasis pada data dan fakta ilmiah terbaru. Tragedi mahasiswa KKN UGM adalah panggilan untuk bertindak, bukan hanya meratapi. Kita harus memastikan bahwa upaya pelestarian lingkungan di pulau-pulau kecil tidak hanya berujung pada pengorbanan, tetapi juga pada kemajuan dan keberlanjutan kehidupan masyarakatnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI