Mohon tunggu...
luthfi mutaali
luthfi mutaali Mohon Tunggu... pembelajar/dosen/peneliti/konsultan

saya meminati bidang pembangunan wilayah, tata ruang, ekonomi regional dan perencanaan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

PROSES DAN MANAJEMEN METROPOLITAN. Belajar dari KEDUNGSEPUR

16 April 2025   05:51 Diperbarui: 16 April 2025   05:51 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/pwk/article/view/47928

Kedungsepur, kawasan strategis yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, mencakup wilayah Kendal, Demak, Ungaran, Semarang, Salatiga, dan Purwodadi, telah menetapkan lokasinya sebagai salah satu metropolitan di Indonesia melalui Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2017. Penetapan ini tidak hanya bertujuan untuk mempercepat pembangunan, tetapi juga untuk mendistribusikan pembangunan secara lebih merata guna mengurangi fenomena primasi kota, di mana satu kota utama seperti Semarang mendominasi wilayah sekitarnya (Gilbert & Gugler, 1989; Morphet, 2018). Penelitian tentang metropolitanisasi Kedungsepur antara tahun 2016 dan 2020 menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan dalam indikator polisentrisitas dan transformasi spasial. Polisentrisitas, yang diukur berdasarkan konsentrasi, aksesibilitas, dan konektivitas, mengalami peningkatan moderat, di mana interaksi antar kota mulai menunjukkan pola yang lebih seimbang. Misalnya, pergerakan penduduk dari Demak ke Purwodadi mencapai lebih dari 3 juta orang per tahun, menegaskan adanya dinamika baru dalam pola mobilitas yang lebih terdistribusi (Indrayati et al., 2024).

Selain itu, analisis terhadap transformasi spasial menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam luas lahan terbangun di Kedungsepur, dengan fenomena urbanisasi yang tidak hanya terpusat di kota inti tetapi juga merambah ke kota-kota satelit. Hal ini terlihat pada penggunaan citra satelit Sentinel 2A yang menunjukkan perkembangan lahan terbangun dari tahun 2016 ke 2020, yang menunjukkan bahwa pembangunan tidak hanya terjadi di Semarang tetapi juga di kota-kota lain seperti Salatiga dan Ungaran (Indrayati et al., 2024). Pertumbuhan ini sangat diperlukan untuk mewujudkan keseimbangan dalam pengembangan dua pusat kota utama dan daerah sekitarnya.

Namun, meski ada kemajuan, tantangan masih mengemuka. Ketidakmerataan dalam aksesibilitas dan konektivitas antar kota menimbulkan perhatian. Semarang, sebagai pusat kota, memiliki aksesibilitas yang lebih baik berkat infrastruktur jalan yang baik. Sebaliknya, daerah yang lebih jauh seperti Purwodadi dan Salatiga mengalami akses yang rendah, yang menghambat potensi pertumbuhannya (Indrayati et al., 2024). Oleh karena itu, diperlukan perhatian lebih lanjut terhadap infrastruktur transportasi, agar semua wilayah dalam Kedungsepur dapat saling terhubung dengan baik.

Dalam konteks ini, terdapat beberapa rekomendasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan untuk mendukung proses metropolitanisasi yang berkelanjutan. Pertama, pemerintah daerah perlu meningkatkan investasi infrastruktur di kota-kota satelit untuk mendukung konektivitas yang lebih baik dan memperlancar mobilitas penduduk. Investasi ini tidak hanya terbatas pada pembangunan jalan, tetapi juga pada transportasi publik yang efisien dan ramah lingkungan. Kedua, perlu adanya kebijakan yang mendukung pengembangan ekonomi lokal melalui pemberian insentif untuk industri yang beroperasi di luar kota inti, sehingga lapangan kerja dapat tersebar merata. Ketiga, pemerintah harus melibatkan komunitas lokal dalam proses perencanaan untuk memastikan kebijakan yang diambil sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Ini akan mendorong keikutsertaan publik dalam pembangunan yang akan terjadi dan mengurangi kemungkinan terjadinya konflik sosial yang bisa merugikan proyek-proyek tersebut.

Seluruh rekomendasi ini sejalan dengan tujuan dari Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2017, yang ingin menciptakan keseimbangan dalam pengembangan perkotaan di Kedungsepur. Masyarakat dan pengambil kebijakan perlu aktif dalam mengawasi dan mengevaluasi perkembangan yang terjadi, agar metropolitanisasi yang terjadi tidak hanya menguntungkan satu wilayah, tetapi bisa dirasakan oleh seluruh penduduk. Ke depannya, dengan pengelolaan yang baik dan partisipatif, Kedungsepur dapat tumbuh menjadi model metropolitan yang berkelanjutan, seimbang, dan inklusif bagi semua masyarakat yang tinggal di dalamnya.

Dengan latar belakang ini, penting untuk menekankan bahwa pembangunan wilayah harus berorientasi pada keberlanjutan dan pemerataan, agar tidak hanya menguntungkan pusat aktivitas tetapi juga memberikan manfaat bagi seluruh kawasan. Pengawasan yang tepat, partisipasi masyarakat yang aktif, serta kebijakan yang berfokus pada pemerataan adalah kunci untuk mencapai kesuksesan dalam proses metropolitanisasi di Kedungsepur.

Sumber, "Measuring the Urban Metropolitanization of Kedungsepur Based on Polycentricity and Spatial Transformation". Terbit di Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, dengan link berikut https://ejournal.undip.ac.id/index.php/pwk/article/view/47928. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun