Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tengah gencar mengembangkan Embung Langensari, yang berlokasi di Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman, menjadi ikon ruang terbuka hijau dan destinasi wisata edukatif yang multifungsi. Dengan latar belakang awal pembangunan embung sebagai solusi genangan, kini pemerintah menegaskan fungsi ganda embung ,konservasi lingkungan dan pemenuhan kebutuhan rekreasi masyarakat perkotaan.
Latar Belakang dan Sejarah Pembangunan
Embung Langensari dibangun sejak 2015 oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO) serta Pemerintah DIY. Tujuan awalnya adalah sebagai penampung dan resapan air hujan untuk mencegah banjir, terutama saat musim penghujan. Menempati lahan seluas sekitar 10.249m dengan volume tampung efektif mencapai 8.069m (dan hingga 25.724m pada kondisi penuh), embung dirancang sebagai solusi infrastruktur dalam tata kelola air kota
Namun pembangunannya sempat terhenti pada 1980-an karena permasalahan penguasaan lahan dan pengembangan permukiman di sekitarnya. Barulah sejak 2015-2017, pemerintah melanjutkan revitalisasi yang menjadikan embung kembali berfungsi dan berkembang sebagai ruang terbuka publik .
Fungsi Ganda: Konservasi dan Ruang Publik
Penanggulangan Banjir dan Konservasi Air
Kepala Bappeda Kota Yogyakarta, Edy Muhammad, menjelaskan bahwa pemulihan fungsi embung Langensari merupakan bagian dari upaya meredam genangan air hujan di permukiman sekitar kawasan selatan kota. Kontur wilayah embung yang terhubung langsung dengan lembah sekitar UGM dan aliran Sungai Manunggal membuatnya strategis untuk fungsi hidrologis
Ruang Terbuka Hijau dan Kegiatan Olahraga
Kini embung telah difungsikan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) dan tempat rekreasi masyarakat. Tercatat berbagai aktivitas rutin seperti jogging mengelilingi trek sepanjang 600 meter, memancing, skateboarding, hingga acara komunitas---yang didukung fasilitas pendukung berupa panggung terbuka, Embung Learning Center, toilet, dan bangku taman