Mohon tunggu...
Luthfa Arisyi
Luthfa Arisyi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa program studi Jurnalistik di Universitas Padjadjaran yang sekali-sekali suka nulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bulan Ramadan Bukan Hanya Milik Orang Islam

9 Juni 2022   21:40 Diperbarui: 9 Juni 2022   21:57 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sudah sebulan lebih kita ditinggal Bulan Ramadan, bulan di mana semua umat Islam diwajibkan berpuasa selama satu bulan penuh. Bulan yang dinanti-nanti oleh umat Islam karena di bulan ini mereka dapat 'memanen' pahala dengan melakukan kebaikan. Banyak keunikan dan hal-hal yang hanya muncul ketika bulan Ramadan, seperti pedagang makanan yang membanjiri jalanan ketika sore menjelang waktu berbuka, tradisi membangunkan orang untuk sahur, iklan produk bernuansa Ramadan yang ditayangkan berepisode-episode, kembang api yang menghiasi langit malam, anak-anak yang mengadakan perang sarung sehabis salat tarawih, buka bersama tema dan sanak saudara, dan masih banyak lagi keseruan-keseruan lainnya yang ditawarkan oleh bulan Ramadan.

Dengan semua keseruan yang terjadi di bulan Ramadan, tidak heran jika semua masyarakat di seluruh penjuru Indonesia sangat antusias menanti datangnya bulan ini. Tidak terkecuali orang-orang non-Muslim. Saya menghabiskan kebanyakan dari waktu Ramadan di Jatinangor yang jauh dari orang tua dan karena itulah saya melewatkan waktu sahur dan waktu berbuka bersama teman-teman se-perantauan. Namun, ada satu hal yang saya amati sangat unik yang baru saya lihat kali ini, banyak teman-teman saya yang non-Muslim ikut makan ketika waktu sahur dan berbuka, bahkan tidak sedikit juga yang ikut berpuasa satu hari penuh. Hal tersebut membuat saya bertanya-tanya, apa alasan mereka mau ikut menahan lapar dan haus seharian penuh padahal sebenarnya mereka tidak diwajibkan untuk menjalankan itu semua.

Demi menjawab rasa penasaran, akhirnya saya bertanya kepada dua orang non-Muslim saya mengenai alasan mereka ikut berpuasa. "Temen-temen gua semuanya pada puasa jadi kalo gua mau cari makan ngga ada temennya, terus juga karena gua ngerasa berat badan gua naik jadi sekaligus aja nurunin berat badan hahaha," tutur Novi mengenai alasan dibalik kenapa ia ikut berpuasa. Alasan serupa juga diberikan oleh Toto, ia mengatakan jika ia berpuasa karena teman-temannya kebanyakan Muslim dan ia juga penasaran sesulit apa sebenarnya berpuasa itu karena ia melihat tidak sedikit pula teman-temannya yang Muslim malah tidak menjalankan ibadah puasa. "Ya kan kita tau ya, banyak temen kita yang tidak melaksanakan ibadah puasa, terus gua penasaran, emang sesusah apa sih?" jelas Toto.

Baik Novi maupun Toto, keduanya sama-sama sudah ikut berpuasa sejak awal Ramadan. Novi hanya 'bolong' dua kali karena ia sedang berhalangan dan Toto hanya sekali karena harus melaksanakan ibadah pada Jumat Agung. Mereka juga mendapat beberapa benefit atau manfaat dari ikut menjalankan puasa di Jatinangor. Novi menjelaskan, bahwa ia kagum melihat kentalnya suasana kekeluargaan yang ada di bulan Ramadan. Menurutnya, suasana bulan Ramadan di Jatinangor, amat berbeda dengan yang ada di lingkungan asalnya. "Bisa ketemu temen-temen yang jauh dan sibuk pas bukber, budaya sahur on the road, banyak juga yang bagi-bagi takjil di jalanan, bahkan banyak yang bagi-bagi takjil justru orang yang kita pikir membutuhkan seperti tukang ojek," jelas Novi mengenai beberapa hal yang ia kagumi dari bulan Ramadan.

Agak berbeda dengan Novi, Toto merasa manfaat yang ia peroleh lebih ke arah yang personal seperti pengeluaran yang lebih sedikit. "Sebenernya gua mikir puasa buat nurunin berat badan dan mengurangi pengeluaran juga, meskipun ternyata keduanya sama-sama aja sih, tapi mungkin agak ngurang sedikit sih," ungkap Toto. Kemudian, berkaitan dengan keyakinan mereka, ternyata dengan ikut menjalankan puasa sama sekali tidak berpengaruh dengan agama yang mereka yakini saat ini. Novi dan Toto menegaskan bahwa mereka masih sepenuhnya memegang keyakinan mereka dan tidak jadinya goyah karena ikut berpuasa. Bahkan, Novi menjelaskan bahwa orang tuanya tidak memiliki masalah jika mengetahui hal tersebut.

Apa yang dilakukan Novi dan Toto merupakan contoh nyata bentuk toleransi antar umat beragama. Dewasa ini, banyak orang-orang yang kerap menyerukan mengenai bagaimana toleransi harus dikedepankan di tengah masyarakat Indonesia. Akan tetapi, rasa-rasanya masih ada saja kasus-kasus yang menunjukkan bahwa toleransi antar umat beragama di Indonesia belum sepenuhnya diterapkan. Hal tersebut membuktikan bahwa ada yang salah dengan pemahaman masyarakat akan toleransi itu sendiri.

Novi dan Toto mungkin telah menunjukkan bahwa untuk mewujudkan toleransi di tengah umat beragama di Indonesia bukanlah dengan terus-terusan membicarakan bahwa toleransi harus segera diwujudkan, toleransi harus ini, toleransi harus itu, melainkan dengan mengambil langkah nyata untuk mewujudkannya. Tidak harus dengan ikut berpuasa atau ikut menjalankan salah satu bentuk ibadah dari agama lain, masih banyak bentuk tindakan lain yang dapat dilakukan guna membantu mewujudkan toleransi. Apa yang dilakukan Novi dan Toto hanya salah satu contoh saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun