Mohon tunggu...
Lutfillah Ulin Nuha
Lutfillah Ulin Nuha Mohon Tunggu... Wahabi Lingkungan

Tumbuh sehebat do'a ibu | Menjadi ruang bagi ide-ide yang dianggap terlalu idealis untuk dunia yang sibuk menghitung untung-rugi |

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ngopi Sachet, Curhat dari Sebungkus Plastik Kecil

4 Oktober 2025   18:45 Diperbarui: 4 Oktober 2025   18:45 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi Penulis saat Bercengkrama dengan Pebisnis Muda di Acara Baznas Santripreneur (24-29 September 2025) 

Ngopi Sachet, Curhat dari Sebungkus Plastik Kecil

Bukan Sekadar Kopi, Ini Kisah Hidup

Coba lihat di laci meja kerjamu, atau di dapur rumah. Pasti ada, kan? Sekotak kecil berisi saset-saset kopi instan. Gak peduli mereknya apa, rasa apa, atau varian terbaru yang katanya creamy banget. Kopi saset ini kayak teman setia yang selalu ada. Dia bukan cuma minuman, tapi saksi bisu dari banyak cerita hidup kita. Dari mata ngantuk yang dipaksa melek karena deadline mepet, sampai obrolan ringan di pos ronda bareng tetangga.

Yang mau kita bahas di sini bukan cuma soal enak atau enggak, atau sehat atau enggak. Tapi lebih ke sisi manusianya. Kenapa sih kopi sachet bisa begitu nempel di keseharian kita? Kenapa benda kecil ini punya makna yang gede banget? Yuk, kita bedah pelan-pelan sambil santai.

Kopi Saset Itu Kayak Fast Food Tapi Buat Kafein

Dulu, ngopi itu ritual. Biji kopi digiling, diseduh, diolah dengan sabar. Sekarang? Robek sachetnya, tuang air panas, aduk, jadi. Simpel, cepat, dan gak ribet. Mirip kayak kita makan fast food pas lagi buru-buru. Kopi saset ini jawaban buat kita yang hidupnya serba ngebut. Dari buruh pabrik yang ngejar target, pekerja proyek yang stress dengan kelakuan mandor, ojek online yang nunggu orderan, sampai anak kuliahan yang lagi ngerjain skripsi.

Bisa dibilang, kopi saset itu semacam revolusi kecil yang bikin ngopi jadi "milik semua orang". Gak peduli kamu kantongnya tipis atau tebal, semua bisa menikmati secangkir kopi. Ini kayak demokrasi kecil di dunia minuman, di mana semua orang punya hak buat dapat asupan kafein. Kopi yang dulunya cuma bisa dinikmati orang-orang berduit di kafe-kafe mahal, sekarang ada di mana-mana. Di warung, di kosan, bahkan di pinggir jalan.

Kisah-Kisah di Balik Secangkir Kopi

Kopi sachet itu lebih dari sekadar bubuk dan gula. Di dalamnya ada cerita, ada kenangan.

  • Cerita Si Bapak: Pagi-pagi buta, suara air mendidih di dapur. Ayah menyeduh kopi sasetnya sebelum berangkat kerja. Itu ritual wajibnya. Sebelum ngadepin macet, sebelum ketemu bos yang galak, dia butuh suntikan semangat dari secangkir kopi. Di balik asap kopinya, ada doa dan harapan agar hari ini berjalan lancar.
  • Cerita Si Pegawai Kantoran: Di kubikel yang sempit, tumpukan berkas udah kayak gunung. Jam istirahat sudah lewat, tapi kerjaan belum kelar. Tangannya merogoh laci, mengambil satu saset kopi instan. Saat air panas dituangkan, aroma kopi menyebar, kayak jeda singkat dari rutinitas yang membosankan. Kopi saset ini jadi reward kecil di tengah tekanan kerja yang gila-gilaan.
  • Cerita Kebersamaan: Di warung kopi kecil, sekumpulan bapak-bapak lagi main catur. Gak ada kopi mahal ala barista yang harus spesifik menjelaskannya robusta atau arabica, yang ada cuma segelas kopi sachet. Tapi dari situ, obrolan mengalir. Mulai dari gosip tetangga, masalah politik, sampai nasib tim bola kesayangan. Kopi sachet ini bukan sekadar minuman, tapi pelumas sosial yang bikin percakapan jadi hangat.

Gula-gula Manis yang Berbahaya

Tapi, jujur aja, kita juga harus lihat sisi gelapnya. Sisi ini yang sering bikin kita mikir dua kali. Banyak kopi saset yang isinya gak cuma kopi beneran. Ada perasa, ada gula, dan krimer yang gak jelas bahannya. Rasanya sih manis, enak, tapi apa iya sehat buat jangka panjang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun