Ketika Ambisi Bertemu Visi
Yang membuat saya kagum bukan hanya keberanian Ken Arok merebut kekuasaan, tapi juga keberhasilannya membangun fondasi dinasti. Kerajaan Tumapel yang kemudian berkembang menjadi Singhasari adalah warisannya. Dari situ lahir tokoh-tokoh besar lain seperti Anusapati, Kertanegara, hingga Raden Wijaya yang kelak mendirikan Majapahit.
Bayangkan, dari seseorang yang bahkan identitas asalnya dipertanyakan, Ken Arok justru menjadi pendiri dinasti yang mewarnai peta sejarah Nusantara. Apakah itu tidak luar biasa?
Saya percaya, untuk membangun kerajaan tidak cukup hanya dengan ambisi tetapi dibutuhkan visi, dan Ken Arok bagaimana pun caranya terbukti punya visi besar tentang tatanan kekuasaan yang ingin ia wujudkan. Ia bukan perusak; ia pembangun. Ia bukan perampok kekuasaan; ia pengukir sejarah.
Cermin Bagi Mereka yang Terpinggirkan
Setiap kali saya memikirkan Ken Arok, saya tidak melihatnya sebagai penjahat sejarah. Saya melihatnya sebagai pahlawan dari kalangan tertindas. Ia bukan tokoh putih bersih seperti dalam dongeng, tapi juga bukan penjahat seperti dalam moral kisah hitam-putih.
Ken Arok adalah manusia utuh, rumit, dan penuh paradoks. Tapi justru karena itu, ia sangat relevan. Ia mengajarkan saya bahwa dalam hidup ini, bukan soal dari mana kita berasal, tapi sejauh mana kita bersedia melangkah melampaui batas-batas yang diwariskan pada kita.
Bagi saya pribadi, kisah Ken Arok mengajarkan satu hal penting yakni bahwa kekuasaan bukanlah kutukan jika digunakan untuk mengubah nasib bersama. Bahwa sekalipun lahir dari lumpur, manusia tetap bisa mekar seperti teratai, sepanjang ia tidak menyerah.
Refleksi
Ken Arok adalah bagian dari sejarah bangsa kita yang terlalu sering dilihat dari satu sisi. Tapi jika kita mau jujur, di balik segala kontroversinya, ada teladan yang bisa kita petik. Tentang tekad, keberanian, strategi, dan keyakinan bahwa siapa pun bisa mengukir sejarahnya sendiri.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!