Di tengah gemerlap perekonomian global, sebuah badai ekonomi tengah mengintai Indonesia. Industri batubara, yang selama ini menjadi tulang punggung devisa negara, kini menghadapi ancaman serius. Berdasarkan data terbaru, ekspor batubara Indonesia merosot tajam sebesar 12% pada Januari-Mei 2025, terutama akibat penurunan permintaan dari dua raksasa pasar, China dan India. Apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana krisis ini bisa mengguncang perekonomian nasional?
Ekspor Batubara Anjlok: Fakta di Lapangan
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan laporan bea cukai menunjukkan bahwa ekspor batubara Indonesia ke China turun 11% dari 90 juta ton pada 2024 menjadi hanya 78 juta ton pada 2025. Impor batubara China secara keseluruhan juga merosot 16%, dari 152 juta ton menjadi 137 juta ton dalam periode yang sama. Sementara itu, India, yang biasanya menjadi penyelamat ekspor batubara Indonesia, juga memangkas impor sebesar 7%, dari 50 juta ton menjadi 46 juta ton.
Ironisnya, saat ekspor menurun, produksi batubara dalam negeri justru mencapai rekor tertinggi, yakni 440 juta ton pada Maret 2025. Ini menunjukkan paradoks: produksi melimpah, tetapi pasar global tak lagi haus akan batubara Indonesia. Mengapa hal ini terjadi?
China dan India Beralih ke Kompetitor
Penurunan permintaan dari China dan India bukanlah kejutan. Kedua negara ini mulai beralih ke batubara berkalori tinggi dari negara lain seperti Mongolia, Afrika Selatan, dan Rusia, yang menawarkan harga lebih kompetitif dan efisiensi energi lebih besar. Misalnya, Mongolia meningkatkan ekspornya ke China dari 7 juta ton menjadi 10 juta ton, sementara Afrika Selatan melonjak dari 12 juta ton menjadi 16 juta ton untuk India.
China, yang tengah fokus pada produksi dalam negeri dan pengurangan emisi, memangkas impor batubara hingga 50-100 juta ton pada 2025. India juga meningkatkan produksi domestiknya, didukung stok batubara yang melimpah. Akibatnya, batubara Indonesia, yang mayoritas berkalori rendah hingga sedang, kalah saing dengan pasokan dari negara lain seperti Rusia, yang menawarkan diskon besar.
Dampak Domino pada Ekonomi Indonesia
Batubara bukan sekadar komoditas; ia adalah pillar ekonomi Indonesia. Industri ini menyumbang sekitar 25% dari total ekspor nasional, menghasilkan royalti dan pajak hingga Rp300 triliun per tahun, serta menyerap lebih dari 330 ribu tenaga kerja. Ketika ekspor batubara anjlok, efeknya tak hanya terasa di sektor pertambangan, tetapi juga merembet ke berbagai lini usaha, mulai dari warteg, dealer mobil, hingga properti.
Penurunan nilai ekspor batubara sebesar 17,83% pada kuartal pertama 2025, dari US$7,57 miliar menjadi US$6,22 miliar, menjadi alarm keras. Ketika perputaran uang triliunan rupiah ini terhenti, daya beli masyarakat menurun, bisnis properti lesu, dan sektor jasa ikut terdampak. Lebih parah lagi, kebijakan harga batubara acuan (HBA) yang dianggap terlalu tinggi membuat batubara Indonesia kurang kompetitif di pasar global.
Tantangan dan Peluang ke Depan