Mohon tunggu...
Luqna HaliyaSyafa
Luqna HaliyaSyafa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Gizi UIN Walisongo Semarang

Mahasiswi Gizi Prodi Gizi, Fakultas Psikologi dan Kesehatan, UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Tradisi Hajatan Pasca Lebaran

23 Mei 2021   16:00 Diperbarui: 23 Mei 2021   15:59 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setelah sebulan penuh menunaikan ibadah puasa. Masyarakat merayakan lebaran idul fitri, tidak jarang beberapa hari setelah lebaran banyak masyarakat yang menggelar hajatan baik berupa aqiqah, sunatan, pernikahan, ataupun acara lainnya.

Masyarakat menganggap acara yang diadakan pasca lebaran merupakan bulan yang baik secara agama, tradisi, maupun sosial budaya. Masyarakat menganggap menggelar hajatan pasca lebaran dipastikan sanak saudara akan berkumpul bersama. 

Selain itu, acara hajatan juga mempererat silaturahmi antar tetangga, orang-orang lain, saudara, ataupun masyarakat sekitar, serta sebagai ajang memaafkan. Dalam artian hajatan memiliki makna sosial yang tinggi.

Acara hajatan yang dilaksanakan bahkan serentak, otomatis undanganpun datang secara bersamaan di hari yang sama pula. Apalagi kondisi seperti sekarang ini, di masa pandemi yang banyak pengeluaran, sedangkan ekonomi yang naik turun tidak menentu, ditambah biaya yang dikeluarkan untuk menyumbang atau membayar sumbangan cukup besar.

Namun, mau tidak mau kita tetap harus menyumbang ataupun membayar sumbangan yang pernah diberikan yang punya hajat ketika kita sebelumnya merayakan hajatan, dan mengundang mereka untuk datang.

Menurut masyarakat sumbangan adalah garansi sosial dalam rangka menolong ekonomi masyarakat yang menggelar hajatan.

Hidup dalam masyarakat Jawa seperti kita yang masuk dalam budaya dengan tradisi-tradisi yang mengakar. Dalam peristiwa kehidupan masyarakat Jawa yang memiliki arti selanjutnya diimbangi dengan kegiatan perayaan-perayaan lainnya.  

Jika kita hadir dalam hajatan nikahan salah satu orang, di depan pintu atau dijalan sebelum mengarah ke rumah yang punya hajatan, mereka menyediakan berbagai souvenir dan diarahkan oleh seorang penjaga dalam istilah jawa yaitu "Pager Ayu" seorang wanita yang berdandan rapi, memakai riasan, dan kebaya mengarahkan tamu supaya mengisi buku tamu yang tersedia supaya bisa ikut menyumbang, dengan begitu si pemilik hajat dapat tau siapa yang datang menyumbang, dan tidak lupa memberikan souvenir pernikahan biasanya berbentuk gelas, gantungan kunci, dompet, atau yang lainnya. Tidak pula memberikan beberapa snack kecil disamping souvenir tersebut.

Ada juga hajatan sunatan, para tamu biasanya memberikan anak sunat berupa amplop, masyarakat menyebutnya "Mandoran" yang terdapat uang dan anak itu mencatat, atau bisa juga orang tua yang bersangkutan mencatat di buku yang telah disediakan. Tidak lupa si anak memberikan souvenir atau bingkisan kepada mereka sebagai tanda mereka telah memberikan mandoran.

Banyak orang beranggapan bahwa dengan sumbangan dapat membantu meringankan tuan rumah.

Ada juga, masyarakat yang membantu dalam hal tenaga, masyarakat jawa menyebutnya "Sinoman", membantu memasakkan, sekedar menyiapkan hidangan, dan membuatkan teh.

Biasanya jika tuan rumah kekurangan tenaga, mereka biasa menyewa beberapa orang untuk memasak makanan yang biasa disebut "Berkat".

Berkat dalam masyarakat jawa biasanya menggunakan cepon plastik, ember, atau mungkin dalam bentuk piti.

Di dalamnya biasanya terdapat nasi, mie goreng rebus, telur asin atau telur ayam, tahu dan tempe goreng, ikan goreng, tempe kecek, atau makanan lainnya. Sesuai dengan kemampuan si pemilik hajatan.

Tidak sedikit masyarakat yang menggelar hajatan, bahkan masyarakat berdampinganpun melakukan hajatan di hari yang sama dengan acara yang sama.

Itulah mengapa hajatan diadakan bersama pasca lebaran, sehingga orang-orang yang diundang dapat menghadiri dan memeriahkan acara yang bersangkutan.

Walaupun di masa pandemi yang aksesnya sangat terbatas, harus sesuai protokol kesehatan, yang memiliki hajat tak jarang mengabaikan protokol kesehatan dengan tidak menjaga jarak, ataupun memakai masker dan berusaha untuk tetap memeriahkan acaranya, walau tak se-meriah pasca lebaran sebelum pandemi.

Masyarakat yang tidak menaati peraturan pemerintah dan tidak menaati protokol kesehatan saat menggelar hajatan, tidaklah dibenarkan. Apalagi jika acara yang sudah dipersiapkan, tiba-tiba batal karena dibubarkan polisi. Padahal acara yang digelar sangat sakral dan menjadi impian bagi semua orang rusak karena ulah kita sendiri yang tidak patuh. Maka jangan sekali-kali melanggar aturan. Tetap patuhi ya! Demi keselamatan kita bersama.

Jadikan momen lebaran dan acara istimewa menjadi sakral dan bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun