Mohon tunggu...
luqman hakim
luqman hakim Mohon Tunggu... Freelancer - Be Better

Be Better

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Siap Kaya Siap Miskin

2 Juli 2020   16:05 Diperbarui: 2 Juli 2020   16:06 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hash tag boikotunilever beberapa hari lalu menjadi sangat viral lantaran kebijakan salah satu perusahaan terbesar di dunia itu menyatakan diri mendukung LBTQ. Pernyataan dukungan melalui platform instagram dilakukan dengan perubahan simbol unilever menggunakan bendera pelangi yang juga simbol gerakan LGBTQ. 

Sontak saja berbagai kalangan yang menolak mulai menyerukan pemboikotan berbagai produk unilever. Kita tahu bahwa produk perusahaan ini sangat lekat dengan keseharian masyarakat di berbagai belahan negara di dunia. 

Ternyata hash tag tersebut tidak hanya terhadap perusahan bersangkutan. Banyak pihak lain yang diuntungkan maupun dirugikan, walaupun hal ini pasti telah sangat dipertimbangkan oleh unilever.

Salah satu perusaan besar yang terdampak signifikan adalah pemilik ruang peperangan itu sendiri apalagi kalau bukan Facebook yang dimiliki oleh Mark Zuckerberg. Mark Zuckerberg masuk dalam daftar orang terkaya di dunia nomor 3 oleh bloomberg.com. 

Akibat dari #boikotunilever tersebut, Mark Zuckerberg mengalami penurunan peringkat satu trip menjadi peringkat ke empat. Harta kekayaan semula berkisar $91,9B mengalami penurunan sebanyak $9,6B menjadi sekitar $82,3B. Angka yang sangat fantastis meskipun dibanding dengan total kekayaan Mark Zuckerberg sendiri.

Lalu mengapa Facebook yang disalahkan atas hash tag tersebut? Padahal Unileverlah pembuat kontroversial. Tak dinyana ternyata kekuatan gerakan LGBTQ sangat kuat sehingga serangan balik bukan kepada orang-orang yang menolak, tetapi fasilitator penolakan sendiri yaitu Facebook. 

Facebook dianggap tidak mampu mencegah ujaran kebencian. Sungguh aneh kalau boikot terhadap gerakan terlarang di berbagai negara tersebut dianggap kebencian seharusnya malah dianggap sebagai kasih sayang agar semua dapat mengikuti hidup normal.

Lantas, orang biasa menganggap perang tersebut sebagai apa? tentu saja banyak pelajaran yang bisa diambil. Sebagai orang yang peduli tentu kita harus pandai melihat situasi dan kondisi dalam mengambil tindakan. 

Kekayaan yang diperlukan adalah nilai-nilai moral yang tidak hanya dielukan tetapi dilaksanakan. Mengkritik sesuatu yang salah dapat dilakukan dengan banyak cara tetapi perlu juga dilakukan dengan cara yang benar. 

The real orang kaya seperti Mark Zuckerberg tak terlalu menghiraukan kebencian meskipun platformnya dijadikan ajang peperangan. Mark Zuckerberg tetap dengan setelan sederhananya. Harta kekayaan Mark Zuckerberg kembali seperti semula hanya dalam beberapa hari saja. Jadi janganlah kebencian dipelihara, siapa tau esok hari sudah jadi cinta.

Bagi yang sama sekali tak peduli bahkan tak tahu ada isu ini cobalah sesekali ambil peduli. Siapa tahu di hari lain ada masa kita dapat mengambil pelajaran dan tidak terjebak dalam frasa menghakimi dengan cara sendiri. 

Kemiskinan sesungguhnya adalah keringnya empati dalam menolak keburukan, baik kepada orang maupun lingkungan. Bukan tidak mungkin karena kemiskinan tersebut kita juga mengalami kemiskinan lainnya terutama soal harta dan materi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun