Pertarungan Nilai Dalam Perseteruan Rama VS Rahwana
Konflik Rama versus Rahwana dalam epos Ramayana seringkali dipandang sebagai perjuangan antara kebaikan dan kejahatan. Namun, jika kita melihat konflik ini dari sudut pandang kolonialisasi bangsa Arya ke India, maka cerita ini dapat memiliki makna yang lebih kompleks.
Donald McKenzie dalam "Indian Myth and Legend" (1913) menawarkan gagasan adanya kerabat genetik antara bangsa India dan bangsa Eropa dengan klaim leluhur yang sama, yaitu bangsa Arya. Puak nomaden yang bermigrasi ke India sekitar 1500 SM.
Dalam konteks ini, konflik Rama versus Rahwana dapat dipandang sebagai metafora dari Upaya kolonialisasi bangsa Arya atas penduduk asli India. Atas nama Sejarah yang harus ditelan oleh generasi mendatang, Rama, yang merupakan simbol dari bangsa Arya, digambarkan sebagai pahlawan yang berjuang untuk mengalahkan kejahatan. Sementara itu, Rahwana, yang merupakan simbol resistensi dari pribumi (suku Gond) digambarkan sebagai seorang raja yang jahat dan harus musnahkan. Sebuah narasi untuk menyudutkan pihak yang kalah.
Konteks yang lain memandang sebagai perebutan antara dua sistem nilai yang berbeda. Bangsa Arya membawa sistem nilai yang berdasarkan pada konsep varna (kasta) dan dharma (kewajiban), yang menekankan pentingnya hierarki sosial. Sementara itu, penduduk asli pribumi memiliki sistem nilai yang berbeda, yang menekankan pentingnya kebebasan dan kesetaraan.
Secara nilai, kisah ramayana juga adu argumentasi antara nilai patriarkhi yang dianut oleh wangsa Arya, dengan nilai matriarki yang dipegang oleh wangsa Daksa, yaitu rahwana (Rakshasa) dan leluhurnya.
Itulah kenapa Rahwana memberlakukan Shinta dengan penuh rasa hormat. Ia sadar sepenuhnya bahwa dalam dunia matriarki, otoritas kepemimpinan mengalir dari jalur ibu. Harkat dan derajat wanita dijunjung tinggi.
Rahwana menempatkan Shinta dalam taman indah di tengah keraton Alengka yang megah. Seluruh fasilitas dipenuhi, bahkan diberikan pelayan yang setia menemani sepanjang hari, bernama Trijata, anak perempuan Wibisana. Secara teknis, Rahwana memerintahkan keponakannya sendiri untuk menjadi teman dalam hidup keseharian Shinta.
Rahwana juga sering menyanjung Shinta saban pagi dengan syair yang ia ciptakan sendiri.
Sedangkan pada ada sisi lain, pada saat Shinta sudah berhasil dievakuasi dari alengka dan berhasil kembali ke pelukan Rama, apakah ia disambut dengan romantis oleh suaminya sahnya? Ternyata tidak. Rama yang berasal dari ras Arya harus menunjukkan supremasinya sebagai figur laki-laki yang otoritatif dengan menguji kesucian Shinta di api pembakaran.
Dalam ide masyarakat patriarki, laki-laki seringkali diharapkan tampil independen dan tidak bergantung pada orang lain. Namun, kenyataannya adalah bahwa laki-laki dalam masyarakat patriarki seringkali memiliki ketergantungan pada kelompok mereka untuk memenuhi kebutuhan identitas, kekuasaan, dan dominasi.