Dia berakting, berbisnis, belajar mengelola kekayaannya dengan investasi, dan itu tidak hanya menjadikan dia perempuan yang berdaya secara finansial tapi juga membuatnya bertumbuh sebagai manusia.
Dia pernah berbuat salah, pernah jatuh, tapi tidak menunggu diselamatkan. Inilah yang seharusnya jadi pelajaran buat semua perempuan bahwa seburuk atau sekelam apapun masa lalumu, kamu punya kesempatan untuk berbenah. Dan Luna adalah perempuan yang mampu memanfaatkan kesempatan itu dengan sangat baik.
Sebagai sesama perempuan (dan sama-sama bernama Luna meskipun beda nasib), saya bukan hanya bahagia karena akhirnya dia menikah, melainkan---tanpa sadar---dia telah menjadi simbol perlawanan atas standar usang yang menuntut perempuan untuk harus menikah secepat dan semuda mungkin.Â
Dia melawan ekspektasi sosial dengan menunjukkan bahwa tidak jadi soal apakah laki-laki atau perempuan yang harus lebih tua ketika menikahi pasangannya. Sebab, kedewasaan tidak ada hubungannya dengan angka.
Luna menolak tunduk pada patriarki yang menjajah tubuh, pikiran, ekspresi, jiwa dan pilihan perempuan. Dia adalah perempuan yang sadar akan pilihannya dan tahu bagaimana menghadapi "suara-suara sumbang" mereka yang mengolok-oloknya dengan kepala tegak.
Akhir kata, selamat kepada Luna Maya dan Maxime Boutier atas pernikahannya. Semoga samawa, dikaruniai keturunan yang saleh-salehah dan langgeng hingga maut memisahkan.
Selamat berakhir pekan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI