Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pengunduran Diri Jacinda Ardern dan Kepemimpinan Perempuan yang Serba Salah

18 Februari 2023   04:30 Diperbarui: 18 Februari 2023   04:45 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jacinda Ardern during her resignation announcement on Jan 19, 2023-source: AFP Photo via TVNZ via AFPTV

"Saya tahu apa yang dibutuhkan pekerjaan ini, dan saya tahu bahwa saya tidak lagi memiliki cukup energi di dalam tangki untuk melakukannya dengan baik." 

Begitulah kiranya terjemahan dari penggalan pidato pengunduran diri Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, yang dikutip oleh berbagai media. Ardern mengundurkan diri bukan karena terlibat skandal atau ketidak kompetenan dalam menjalankan roda pemerintahan. Ia mundur karena merasa "sudah tidak punya cukup energi" untuk menjalankan tugasnya sebagai pemimpin (baca: burnout). 

Pengunduran diri Ardern disesalkan oleh mereka yang mengaguminya. Seorang politisi perempuan, muda dan mampu menunjukkan pada dunia bagaimana kepemimpinan suatu negara dijalankan dengan penuh strategi sekaligus empati. 

Ardern telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin dengan kemampuan manajemen krisis yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Serangan teror di Christchurch, bencana alam besar di Whakaari-White dan pandemi Covid-19 adalah bukti dari kepemimpinannya yang banyak menuai pujian dan sorotan dunia. 

Namun, seperti yang dikatakannya, "tangkinya kosong" sedangkan Selandia Baru kini diterpa masalah yang tidak kalah pelik dan memusingkan pemerintah selama beberapa dekade seperti biaya perumahan, kemiskinan anak, ketidaksetaraan dan krisis iklim. 

Beberapa pengkritiknya yang berbahagia (termasuk di dalamnya adalah orang-orang misoginis) atas pengunduran dirinya menilai bahwa alasan burnout adalah cara Ardern untuk menyelamatkan sisa-sisa reputasi politiknya. 

Dunia Politik yang Tidak Ramah Perempuan 

Banyak yang menilai pengunduran diri Ardern ini sebagai tanda bahwa dunia politik belum bisa menyediakan ruang aman bagi perempuan. Sebab, Ardern dan politisi perempuan lainnya seringkali harus menghadapi rentetan ancaman pembunuhan dan pemerkosaan, misoginisme, seksisme dan komentar atau sikap orang-orang yang meragukan kompetensinya. 

Dalam sebuah pertemuan kenegaraan dengan Perdana Menteri Finlandia, Sanna Marin, di Auckland, seorang reporter bertanya pada Ardern apakah pertemuan keduanya didasarkan pada kesamaan tertentu seperti usia (sama-sama masih muda) dan jenis kelamin.

Sungguh pertanyaan yang mengandung ageisme sekaligus seksisme. Mungkin reporter ini menyamakan pertemuan antara Ardern dan Marin dengan pertemuan emak-emak gosip lagi belanja di tukang sayur.

Pertanyaan itu kemudian dibalas oleh Ardern dengan senyuman dan jawaban yang cerdas, "Pertanyaan pertama saya adalah apakah kalau Barack Obama (mantan Presiden AS) dan John Key (mantan PM Selandia Baru) mengadakan pertemuan itu karena didasarkan pada kesamaan usia?", Mengingat jarak usia dua mantan pemimpin itu hanya berbeda lima hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun