Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

PG Madukismo: Sisa Jejak Kejayaan dan Sisi Gelap Industri Gula

24 Agustus 2022   13:44 Diperbarui: 24 Agustus 2022   18:10 1610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PG Madukismo menjadi satu-satunya pabrik gula di Yogyakarta yang masih beroperasi sampai hari ini. (sumber gambar: njogja.co.id)

Namun, produksi tidak terjadi setiap hari. Produksi atau musim giling tebu biasanya dilakukan selama 6-7 bulan, yaitu pada bulan April atau Mei hingga Oktober. Sementara bulan-bulan di luar musim giling dimanfaatkan untuk perawatan mesin. 

Awal mula musim giling ditandai dengan ritual cembengan yang menyajikan berbagai kegiatan, seperti kirab tebu temanten, penanaman kepala kerbau atau sapi, pagelaran wayang kulit dan pentas seni, pasar rakyat hingga ruwatan mesin pabrik. 

Pabrik Gula dan Masalah Limbah

Berada dekat dengan pemukiman warga, tidak lantas membuat aktivitas PG Madukismo bebas dari keluhan masyarakat sekitar, terutama mengenai pencemaran lingkungan. 

Limbah tebu dan spiritus dari pabrik mencemari perairan di sekitar pabrik, dari kali-kali kecil sekitar pabrik hingga Sungai Bedog. 

Tahun 2013 silam, limbah cair yang masuk ke Sungai Bedog menyebabkan ribuan ikan mati di sepanjang aliran sungai. Warga sekitar juga mengeluhkan tentang limbah yang mencemari sumur warga sehingga airnya tidak layak untuk MCK dan dikonsumsi. 

Meski tak sedikit yang meyakini bahwa limbah ini dapat menyuburkan tanah, limbah dalam jumlah berlebih dan pekat yang mengalir ke areal persawahan justru mematikan tanaman padi. Seringkali petani harus menunggu sekitar satu jam untuk memastikan agar limbah yang mengalir ke sawah tidak terlalu pekat. 

Wasana Kata 

PG Madukismo yang masih bertahan hingga hari ini menunjukkan bagaimana kehadiran pabrik gula punya dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat sekitar. 

Sebagaimana pabrik atau industri lain yang dekat dengan pemukiman warga, selain dapat mendatangkan manfaat juga rentan terjadi konflik, seperti masalah lingkungan dan sengketa lahan. 

Dialog yang setara, transparan, terbuka dan melibatkan masyarakat tentu harus dikedepankan agar konflik tidak berlarut menjadi tindak kejahatan yang lebih serius. 

Jangan sampai masyarakat hanya menjadi objek dan tidak merdeka dalam mengelola tanahnya sendiri. Sebab itulah yang terjadi di era kolonial ketika Belanda melalui UU Agraria dan UU Gula meliberalisasi Jawa. 

Cara-cara kolonial itu sayangnya masih terjadi hingga kini di berbagai daerah, dengan wajah baru, meski Belanda sudah lama angkat kaki. Bahkan tidak hanya dilakukan oleh industri gula, tapi juga kelapa sawit, tekstil, semen, pertambangan dan lain-lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun