Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Internalized Misogyny dan Kepemimpinan Perempuan di Lingkungan Kerja

24 Mei 2022   10:21 Diperbarui: 24 Mei 2022   16:22 2863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi atasan perempuan sedang memimpin rapatphoto by Tima Miroshnichenko from pexels

Di masa kini, perempuan menjadi pemimpin bukan hal baru, termasuk di dunia kerja. Tidak menutup kemungkinan ada di antara Anda yang punya bos perempuan atau jangan-jangan Anda sendirilah bos perempuan itu.

Bagi bawahan, punya atasan perempuan memang memberikan pengalaman dan kesan yang berbeda dengan atasan laki-laki.

Sementara bagi atasan perempuan, untuk bisa berada di posisi ini pasti ada kesulitan dan tantangan tersendiri..Kesulitan dan tantangan itu kadang tidak hanya datang dari rekan kerja laki-laki tapi juga sesama perempuan.

Bos perempuan itu ribet, emosional apalagi kalau lagi menstruasi, gak mau kalah dari pekerja perempuan lain, suka bikin drama, adalah sederet stereotipe tentang bos perempuan yang biasa kita dengar.

Berlakunya standar ganda menyebabkan bos laki-laki yang memberi feedback atas hasil kerja karyawannya dianggap proaktif. Sementara kalau bos perempuan yang memberi feedback akan dianggap galak, cerewet dan menyebalkan.

Sampai-sampai dikatakan bahwa "women are mean to each other". Seolah-olah antara perempuan satu dengan perempuan lain atau antara kelompok perempuan satu dengan kelompok perempuan lain kalau ditaruh dalam satu ruang, yang ada cuma persaingan dan permusuhan.

Namun, tahukah Anda, bahwa pemikiran dan sikap seperti itu termasuk internalized misogyny?

Apaitu Internalized Misogyny?

ilustrasi contoh internalized misogyny-sumber gambar: Cutacut diunduh dari feminisminindia.com
ilustrasi contoh internalized misogyny-sumber gambar: Cutacut diunduh dari feminisminindia.com

Internalized misogyny sebenarnya merupakan bagian dari internalized sexism, yaitu suatu bentuk sikap dan perilaku seksis yang dilakukan oleh perempuan terhadap perempuan lain.

Dengan demikian, internalized misogyny dapat diartikan sebagai kebencian, penghinaan atau prasangka yang ditujukan kepada sesama perempuan.

Perempuan yang misoginis seringkali meninggikan diri sendiri, baik lewat ucapan atau tindakan, dan menjatuhkan perempuan lain. Mereka suka menganggap dirinya paling unik, spesial dan berbeda dengan kebanyakan perempuan untuk mendapat perhatian dan pengakuan. Mereka mengidap apa yang disebut sebagai sindrom "I'm not like the other girls"atau "pick me girl".

Maunya dianggap keren karena terlihat berbeda tapi masih mengadopsi nilai-nilai patriarki.

Misalnya, stereotipe bahwa perempuan itu lemah dan emosional sehingga tidak bisa jadi pemimpin. Ketika perempuan ikut meyakini lalu mengekspresikan lewat ucapan atau tindakan, jadinya internalized misogyny.

Ada pun bentuk-bentuk internalized misogyny yang barangkali tidak kita sadari tapi sering dilakukan sebagai berikut. 

  • Berkomentar negatif tentang penampilan fisik perempuan lain (body shaming)
  • Bersikap sok spesial dengan mengatakan beberapa hal seperti, "Aku kan gak kayak cewek kebanyakan"atau "Mending temenan sama cowok. Nggak banyak drama dan nggak suka gosip"dan lain-lain yang jatuhnya malah mengamini stereotipe gender
  • Melihat dan menganggap perempuan lain sebagai saingan, ancaman atau musuh, baik dalam interaksi sosial maupun profesional, untuk menarik perhatian dan pengakuan laki-laki
  • Menghambat perempuan lain untuk merealisasikan mimpi dan memaksimalkan potensinya
  • Menciptakan standar ganda yang lebih memprioritaskan laki-laki daripada perempuan, baik dalam lingkup keluarga maupun sosial (contoh: kalau kamar anak laki-laki berantakan dianggap biasa tapi kalau kamar anak perempuan yang berantakan langsung kena ceramah 3 SKS)
  • Membela, membenarkan dan mewajarkan tindakan misoginis atau pelecehan, baik terhadap diri sendiri maupun perempuan lain (contoh: ketika ada perempuan dilecehkan, perempuan lain berkata, "Pakaiannya aja seksi begitu. Ya wajarlah kalau dilecehkan") 

Persaingan dan Kepemimpinan Perempuan di Dunia Kerja

Mikaela Kiner, seorang CEO, penulis dan executive coach asal Amerika Serikat, melalui risetnya menemukan bahwa perempuan sebetulnya bisa menghargai persaingan yang sehat dan mampu berjuang secara adil atas suatu pekerjaan, proyek atau promosi.

Adanya persaingan tidak sehat antar perempuan bukan semata-mata karena sifat si perempuan melainkan ada faktor eksternal yang memengaruhi, termasuk lingkungan kerja itu sendiri.

Konsep "one seat at the table" (satu kursi dalam satu meja) adalah pemicu utama dari persaingan yang tidak sehat antar perempuan. Konsep ini berasal dari keyakinan bahwa keragaman itu memang diamanatkan tapi tidak berguna.

Mungkin ini sebabnya kita sering menemukan kurangnya representasi perempuan di bidang industri tertentu atau di posisi-posisi strategis dalam organisasi. 

Padahal banyak bukti yang menunjukkan bahwa keragaman dalam suatu organisasi justru menguntungkan. Organisasi akan lebih inovatif serta mampu menghasilkan pendapatan dan keuntungan yang lebih tinggi.

Pandangan dan nilai-nilai patriarki yang menyatakan bahwa perempuan tidak sekuat dan sekompeten laki-laki telah terinternalisasi dalam pikiran bawah sadar mereka sehingga memengaruhi cara pandang mereka terhadap perempuan lain.

Karena perempuan selalu dipandang lebih inferior dari laki-laki, akhirnya mereka memandang perempuan lain juga sebagai pihak yang inferior.

Akibatnya, sesama perempuan saling merendahkan dan menjaga jarak untuk menunjukkan superioritasnya atas perempuan lain dan menjadi selevel dengan laki-laki.

Dengan kata lain, kesuksesan suatu kepemimpinan didefinisikan oleh laki-laki. Kepemimpinan digambarkan sebagai sesuatu yang maskulin.

Hal ini mengakibatkan kepemimpinan perempuan bakal dianggap sukses kalau ia mengikuti standar yang dibuat oleh laki-laki. Padahal sifat-sifat feminin dalam kepemimpinan bisa membuat seorang pemimpin tampak lebih manusiawi (bukan lemah).

Unsur-unsur maskulinitas dan feminitas dalam kepemimpinan itu ada bukan untuk dibenturkan melainkan untuk menjadi penyeimbang.

Terlalu feminin akan membuat seorang pemimpin mudah diakali anak buah dan disetir oleh orang-orang licik. Namun terlalu maskulin akan membuat seorang pemimpin menjadi penindas dan diktator.

Bagaimana Memutus Mata Rantai Internalized Misogyny di Tempat Kerja?

ilustrasi bos perempuan menjadi mentor bagi anak buahnya-photo by Christina Morillo from pexels
ilustrasi bos perempuan menjadi mentor bagi anak buahnya-photo by Christina Morillo from pexels
Internalized misogyny merupakan buah dari pandangan dan nilai-nilai patriarki yang justru membuat antar perempuan saling tikung. Ironisnya, internalized misogyny kadang dilakukan pula oleh perempuan yang melabeli dirinya sebagai feminis.

Sikap misoginis terhadap sesama perempuan ini bisa diputus jika "women support women" benar-benar diterapkan, bukan cuma jadi slogan.

Makna "women support women" bukan berarti kita mendukung apapun yang dilakukan sesama perempuan secara membabi buta.

Bos laki-laki yang kompeten, berperspektif gender dan punya kebijakan yang inklusif jauh lebih layak didukung daripada bos perempuan yang toksik dan tidak supportif terhadap pekerja perempuannya. Begitu pula sebaliknya.

Bos perempuan seharusnya bisa menjadi sahabat, mentor, role model dan support system bagi perempuan lainnya. Jika ada masalah atau konflik, sebaiknya pihak-pihak yang berkonflik duduk bersama dan diskusi mencari solusi. Bukan malah membicarakan orang tersebut di belakang.

Jangan segan-segan untuk memberikan apresiasi dan credit atas ide, kontribusi atau prestasi rekan kerja perempuan, meski hanya sebatas ucapan "terima kasih" yang tulus.

Jika mereka ragu atau takut untuk mengungkapkan idenya, dorong dan beri motivasi untuk jangan takut bersuara dan jangan takut salah.

Berikan penilaian dan evaluasi yang adil dan objektif atas kinerja mereka. Kalau kinerja mereka turun, cari tahu sebabnya. Jangan-jangan mereka ada masalah atau kesulitan tapi takut menyampaikan.

Women support women itu artinya kita bisa menjadi ruang aman bagi perempuan lain untuk saling belajar dan berkembang bersama. Ingat ya ladies, musuh kita bersama itu bukan sesama perempuan, bukan laki-laki melainkan patriarki.

Referensi : 1,2,3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun