Melancong, hangout di kafe mahal dan aktivitas bersenang-senang lainnya seolah menjadi identitas tersendiri bagi para milenial, terutama milenial kelas menengah perkotaan.
Mereka memiliki pola konsumsi yang berbeda dengan generasi-generasi pendahulunya.Â
Jika generasi baby boomers dan generasi X lebih memprioritaskan membeli rumah dan kendaraan (jangka menengah dan panjang). Maka, generasi milenial lebih memprioritaskan membeli pengalaman (jangka pendek).
Kecenderungan membeli pengalaman oleh generasi milenial inilah yang kemudian dianggap sebagai pemicu tumbuhnya leisure economy atau bisnis leisure.
Apa Itu Leisure Economy?
Istilah leisure economy dipopulerkan oleh Linda Nazareth lewat bukunya yang berjudul The Leisure Economy:How Changing Demographics, Economic and Generational Attitude Will Reshape Our Lives and Our Industries (2007).Â
Dalam leisure economy, pola konsumsi masyarakat digambarkan mengalami pergeseran dari yang awalnya goods based consumption (konsumsi berbasis barang) menjadi experience based consumption (konsumsi berbasis pengalaman).
Leisure economy, berasal dari kata "leisure" yang berarti "waktu luang" di luar pekerjaan rutin. Jadi, dapat dikatakan bahwa leisure economy atau ekonomi rekreasi adalah aktivitas ekonomi yang berbasis pada pengalaman, hiburan dan kreativitas.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pengeluaran rumah tangga berbasis pengalaman meningkat pesat sejak tahun 2015.Â
Sebanyak 60% konsumennya adalah kelas menengah dengan pengeluaran US$ 2-10 per hari.Â
Senada dengan itu, laporan Nielsen tahun 2015 menyebut bahwa kaum milenial (sebesar 46%) adalah kelompok yang paling banyak menghabiskan uangnya untuk membeli pengalaman.