Namun kesempurnaan tersebut agak saya ragukan ketika ada seorang pramudi TJ dari PT TJ (bukan operator), yang kebetulan berteman dengan saya di Media Sosial, mengirim pesan singkat: mas saya sudah tidak di TJ lagi
Agak kaget saya tanya balik: lho bukannya kesejahteraan pramudinya bagus mas, sekian kali UMP? Pramudi tersebut menjawab, "Ga mas. Ga seperti yang diberitakan. Saya pamit ya mas,"
Hubungan dengan pramudi tersebut kembali terjalin beberapa minggu kemudian, juga melalui pesan singkat: mas saya sampai sekarang belum bisa urus Jamsostek, karena surat keterangan berhenti kerja belum keluar-keluar mas. Saat itu saya menyadari bahwa ada yang tidak beres dalam menejemen SDM PT TJ.
Keluhan juga muncul dari petugas-petugas layanan TJ, namun keluhan masih bersifat personal bukan masif. (catatan: akibat termasuk penumpang "cerewet", beberapa petugas justru berteman media sosial dengan saya)
Keluhan tersebut menjadi "serius" sekitar seminggu lalu (minggu pertama Juni 2017) ketika seorang petugas TJ mengirim Whatsapp ke saya: mas kami-kami akan di PHK sebentar lagi. Ketika saya tanya alasannya, dia mengirim foto kriteria evaluasi kontrak: Usia, Disiplin Kerja, Performance, hingga Pertalian Darah (termasuk adanya suami-istri dalam 1 perusahaan).
Atas dasar ini saya sendiri agak heran ketika pejabat-pejabat terkait seperti Kadishub justru merasa bahwa demo 12 Juni lalu adalah "Aksi dadakan, tidak ada pemberitahuan" (berita). Membaca statement tersebut saya bertanya apakah ada komunikasi terputus antara pimpinan dengan bawahannya sehingga pimpinan terkait justru tidak tahu adanya bara di antara pegawai PT TJ. Apakah ada upaya menutup-nutupi (Asal Bapak Senang) di antara bawahan-bawahan dan menejemen PT TJ terkait persoalan pegawai kontrak.
Saya sendiri berharap agar ada perhatian serius terkait pegawai-pegawai kontrak PT TJ ini, terutama dari PT TJ. Saya tidak yakin dari sekian ribu pegawai yang akan diputus kontrak tersebut kesemuanya buruk, mengingat layanan PT TJ akhir-akhir ini jauh membaik.
Ada baiknya PT TJ lebih bijak terkait kontrak pegawainya, kedepankan rasa kekeluargaan. Toh peran mereka juga atas kemajuan layanan TJ.Â
Adakan reward and punishment , jangan hanya punish and punish.
Sekali lagi, membenahi sebuah perusahaan transportasi tidak berhenti hanya dengan membeli banyak bus bagus dan berbagai proyek pencitraan (yang justru jauh dari substansi: layanan kepada penumpang) seperti Transjakarta Harmoni atau penjualan sembako di shelter (yang membelinya pun banyak syaratnya).
Andreas Lucky Lukwira